07. Sakit

449 70 8
                                    

Gue melepas roll yang menggulung poni gue dengan kasar. Setelah kepergian Mas Bri dari rumah tadi siang, gue sama sekali gak keluar kamar. Paling kalau ada hal yang mendesak aja gue keluar kamar, kayak butuh ke toilet atau laper.

Gue khawatir sama Koko, dia jarang sakit sampe harus diem di rumah gini. Biasanya dia kalau sakit cuma pusing dan batuk atau karena alerginya, habis minum obat langsung baikan.

Gue memutuskan untuk ambil ponsel dan menghubungi Mama. Siapa tau Ayah dan Mama bisa sampe rumah lebih cepet dan bisa urusin Koko.

Jia: Ma, Koko lg sakit tuh.

Mama: Kan kamu yang di rumah, sayang...
Mama: Udah minum obat tu anak?

Jia: Dih, gatau. Jia gak urus.

Mama: Itu Kokomu loh, Ji...

Jia: Tau:( Koko Jia kan cuma satoo...
Jia: Udh di anter ke klinik sama Mas Bri td.
Jia: Mama cepet sampe rumah... Keburu dia pingsan nanti... Gada yg ngasih mkn :/

Mama: Iya,, bentar lagi pulang.
Mama: Kamu kapan baikannya si? Kayak anak kecil dieman gitu.

Jia: Jika takdir sudah mengijinkan, Ma...

Gue menutup ponsel dan menaruhnya di atas kasur, kemudian berjalan menuju meja rias kecil yang tersedia di pojok kamar dan mengambil sisir untuk merapikan rambut gue.

Gue mengerucutkan bibir, khawatir sama Koko, tapi gak bisa apa-apa. Lagian dia sensi banget jadi orang, marah gak kelar-kelar...

Minta tolong ke Mas Bri dan Brigita pun gak berhasil, saking keras kepalanya Jaedian.

Tiba-tiba, ponsel gue getar lagi. Gue mencibir dan mengambilnya. Jari gue menari di atas layar datar ponsel, mencari siapa yang mengirimi gue pesan.

Tapi, gerakan jari gue tiba-tiba melambat dan berakhir berhenti. Melebarkan mata untuk memperjelas apa yang ada di ponsel gue.


Dion: Malam Jia. Maaf ganggu... Besok bisa ketemu gak? Sebentar aja... Lo gak ada jadwal bimbel, kan?

Kaku. Susah gerak. Gimana dong?

Setelah menghilang, gak pernah chat, gak pernah nongol, gak pernah main ke rumah bareng teman Koko yang lain, terus tiba-tiba chat gue dan minta ketemu?

Terlalu larut memikirkan, gue gak sadar kalau ternyata pintu kamar gue di ketuk beberapa kali.

Gue pun berjalan untuk membukakan pintu kamar, dan melongo seketika melihat sang oknum. Ada Koko yang dengan muka datar berdiri di depan pintu kamar gue.

"Laper," ucapnya seketika, sukses bikin gue membulatkan mata juga.

"Hah?"

"Beli makan, gue laper." katanya.

Gue yang masih sibuk mencerna maksudnya pun hanya bisa diam, dengan pikiran yang penuh.

Tapi, tiba-tiba...

"Kooo..... jangan pingsan di sini!" gue reflek teriak.

Koko hampir jatuh dengan mata tertutup yang untungnya berhasil gue tahan, meskipun sedikit agak berat.

Gue menuntunnya memasuki kamar gue dan menempatkan Koko di atas kasur gue, membiarkan dia berbaring dengan mata tertutup. Perlahan, gue menyentuh dahi dan kedua pipinya dengan punggung tangan gue.

Koko demam tinggi, matanya memerah dan wajahnya juga merah pucat.

Gue panik...

Gue menggigit jari telunjuk gue dan berdiri untuk menuju dapur. "Ko, sebentar. Gue ambil air sama handuk untuk kompres lo, ya..."

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang