『1』

184 17 4
                                    

"Hei, Sazanami-kun!"

Aku memanggilnya dengan suaraku yang kecil. Sudah cukup lama aku bertemu dengannya sejak diriku yang tidak sengaja ditemukannya sedang menangis sendirian di gerbang Yumenosaki. Hari itu malam sekali, aku tidak bisa masuk dan tidak bisa memanjat juga.

Entah apa yang ia lakukan disana tapi ia terus menggumamkan sebuah nama yang tidak asing. Membuatku berhenti menangis dan sapaannya pun masuk melalui pendengaranku.

Ia bertanya dengan kebingungan. Sebenarnya tidak terlalu peduli juga dengan orang sepertiku namun kelihatannya ia merasa tidak enak untuk meninggalkanku sendirian.

"Produser yah?" tanya Jun. Aku mengangguk sebagai jawaban, walau agak bodo amat darimana dia mengetahuinya.

"Heh~ terus apa yang kau lakukan disini malam-malam? Dan juga, menangis?"

Aku memalingkan wajah, menggigit bibirku lantas berkata terbata-bata. "Aku baru saja kehilangan sesuatu... Aku harus masuk ke dalam untuk mencarinya."

"Hm, tidak bisa besok pagi kah," gumamnya. Aku menggeleng.

Jun hanya menautkan alisnya, mengendikkan bahunya acuh. Ia berjalan mendekatiku. Waktu itu aku masih ingat jelas. Deru nafasnya, raut wajahnya yang seakan kesal karena aku ceroboh sekaligus mengasihani serta uluran tangannya yang hangat.

"Mau mencarinya bersama? Ah, ngomong-ngomong tenang saja. Gerbangnya tidak dikunci, lho~" Ia menyeringai mengejek. Wajahku serasa memanas, sepertinya aku tau bahwa wajahku tengah memerah karena malu saat ini.

"T-tapi tadi aku coba buka, terkunci!" ujarku.

"Bagaimana kalau kita coba lagi, hm? Oh, dan harusnya kau menerima uluran tanganku―namun sebelum itu, namaku Sazanami Jun, yoroshiku."

Dengan cepat, aku menerima uluran tangannya. Masih dengan ekspresi yang sama. "N-nikishima Kumiko, kelas dua B."

"Heh~? Kelas dua? Padahal kau pendek begini seangkatan denganku rupanya. Kalau begitu, ayo masuk."

Tangannya hangat. Menggenggam tanganku dengan erat. Ekspresinya yang tegas sangat nyaman dipandang mata dan entah kenapa, aku merasa bahwa dengan bantuannya aku bisa menemukan anting yang diberikan oleh Leo-senpai―anting itu tak pernah kupakai hanya saja sering ku keluarkan untuk sekedar mengagumi keindahannya saja.

Ia tentunya tidak hafal dengan denah Yumenosaki karena tidak bersekolah sama denganku. Namun malam itu, aku sangat yakin bahwa itu terjatuh di kelas.

"Anoo saa, kita sudah mencari berulang kali di ruangan ini tapi tidak ketemu juga. Apa kau benar yakin terjatuh disini, huh?" tanya Jun. Sepertinya ia merasa jengah karena kelelahan.

"Euh, aku yakin terjatuh disini! Hah..."

Kami berdua keluar dari koridor, berbaring telentang, mencoba mengistirahatkan diri. Yah, ini sudah malam jadi wajar saja jika kami berdua merasa mengantuk.

"Hah... bagaimana ini?" gumamku cemas. Pemberian orang yang kusukai telah hilang karena aku tidak bisa menjaganya dengan baik. Padahal jarang sekali dia memberikan barang seperti itu pada orang lain! Bodoh sekali aku.

Aku ingin menangis. Tak apa bukan jika aku terlihat seperti ini di depan orang yang belum terlalu aku kenal?

"O-oi! Kau menangis lagi?"

"Siapa bilang aku menangis. Aku hanya kesal pada diriku sendiri...."

11:11

"Semoga saja, aku bisa cepat pulang..." Jun menghentikan kalimatnya dan membelalakkan matanya, terkejut.

"Heh―tunggu... di sepatumu itu apa?!"

"Eh?"

Dengan cepat Jun bangun dari baringnya, kami berdua berbaring berlawanan jadi bisa saling melihat satu sama lain. Ia pun melepas sepatu di kaki kananku. Waktu itu, jantungku berdebar-debar. Detakannya sama seperti saat Leo-senpai berteriak menyatakan bahwa ia menyukaiku.

"Ketemu, disini rupanya." Jun sedikit menggerutu sembari memperhatikan anting perak itu.

"Terimakasih banyak..., hiks."

"Lho? Kau menangis lagi? Dasar, ternyata kau selemah itu yah."

Waktu itu saja aku tidak tau. Jun memohon di dalam hatinya, berharap agar aku dapat cepat menemukan barang berharga itu. Sejujurnya aku kesal dengan perkataannya, tapi itu salahku juga karena tidak bisa mengatur suasana hatiku yang sedih.

"Kau tidak memakainya?" tanya Jun.

"Hehe, tidak. Pasti rasanya sakit kalau harus dipakai. Jadi aku simpan saja sebagai jimat―"

Jun mengacak suraiku, membuat kalimatku terhenti. "Baguslah, aku akan mengantarmu. Yah, walau artinya harus mengorbankan waktu tidurku tapi tak baik seorang gadis berjalan sendirian malam-malam seperti ini. Dan lagipula, kau itu lemah sekali. Seperti kelinci yang diincar oleh predator."

"S-sazanami-kun kejam sekali...." Aku merengut tak terima lalu beberapa saat kemudian tertawa.

Rasanya sangat nyaman. Untuk ukuran orang yang tak dikenal, ia adalah orang yang sangat baik dan perhatian, terlepas dari sikapnya yang seperti itu.

Sazanami Jun.

Aku, menyayanginya sebagai teman―

Ya.

11:11 [Sazanami Jun × OC] [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang