Chapter 17-NO ONE KNOWS

358 35 19
                                    

WARNING!

Tissue!

.

.

-Nara

Keyakinan didefinisikan sebagai kepastian yang berasal dari menerima apa yang kita anggap benar dalam pikiran kita, berpasangan dengan apa yang kita rasakan sebagai benar dalam hati kita, begitulah menurut kutipan Gregg Braden yang pernah kubaca. Situasiku menggiring pada ambang batas antara yakin dan tidak. Bukan pada Suga melainkan diriku sendiri.

Apa pilihan hati ini benar?

Apa tindakan yang kulakukan saat ini benar?

Apa benar yang aku inginkan adalah dia untuk menemani dalam sisa hidup ini?

Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi isi kepala selama aku berada dalam pelukannya dalam waktu yang tidak sebentar. Suga tidak memedulikan kasak kusuk pelayan yang terkejut pada kehadiranku. Pun tidak mengindahkan kehadiran Hope yang terpana menatap kami. Aku berusaha mendorongnya tapi dia semakin erat memeluku, bahkan membenamkan dagunya di sela rambutku yang terurai.

"Suga, banyak yang melihat kita..." ujarku pelan.

Dia melepaskan pelukan, menyapu pandangan ke sekitar kami dan dengan otomatis semua orang beranjak pergi dengan segan. Tersisa aku, Suga dan Hope di sini.

"Kita perlu bicara," kata Hope dingin, seingatku dia orang yang sangat manis dan ramah.

"Mulai saat ini Nara akan kembali pada posisinya yang dulu sebagai tunanganku," ucap Suga seketika, "aku yakin kau ingin tanyakan pertanyaan dengan jawaban tersebut."

"Bukan ini yang menjadi ekspektasiku," balas Hope dengan tatapan menakutkan.

Ada apa?

"Daripada mencemaskan yang belum tentu terjadi, lebih baik bergerak maju satu langkah. Itu lebih baik daripada diam ketakutan," Suga bicara dengan tatapan dingin.

"Terserah kau. Aku akan bertugas di camp perbatasan selama beberapa minggu," kata Hope yang kurasa tujuannya adalah untuk menghindar dari situasi aneh ini.

Suga cuma mengangguk lalu Hope pergi.

"Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak seperti Hope yang aku kenal?"

Suga menoleh, menggenggam tanganku lantas tersenyum, "ada yang ingin aku bicarakan denganmu, ikut aku."

Suga mengajakku ke ruang kerjanya. Dia memintaku duduk di sofa sementara dia sedang mengambil sebuah dokumen dari brankasnya.

"Ingat satu hal, kau tidak memiliki pilihan selain tinggal di sisiku."

"Ada apa?" tanyaku melihat sampul dokumen yang tampak usang dengan perasaan gundah.

Suga membuka dokumen berisi foto-foto masa kecilku dan beberapa lembar kertas yang tidak kumengerti kenapa dia bisa memiliki semua ini. Dia menjelaskan dengan cara yang begitu halus namun berefek sangat menyakitkan di hatiku. Rasanya seperti ada ratusan tombak yang menusuk berkali-kali sampai hancur tak berbentuk. Dunia ini sudah runtuh tapi dibuat lebih runtuh lagi sampai menjadi sebuah jurang yang dalam.

Aku terjebak dalam jurang itu. Jurang berupa kesedihan paling menyakitkan dalam hidup  ini. Kesedihan yang tidak penah aku prediksi akan menjadi jalan ceritaku. Mulutku terkunci, mataku menumpahkan banyak air mata dan rasanya aku tidak bisa menahan sesak di dada ini sampai butuh memukulnya berulang kali tapi Suga menahan tanganku dan memeluk dengan sangat erat.

BST #UNIVERSEOFTRANQUILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang