Ninth ✔

4K 420 54
                                    

"Bisa dijelaskan sekarang, Tuan Bagas Changbin Aditya?" Chan bertanya tanpa melirik. Matanya tak mampu beralih dari gundukan tanah dihadapan.

Tempat si bungsu Adyana beristirahat untuk yang terakhir kalinya.

Changbin menghirup nafas sedalam yang ia bisa. Lidahnya kelu, namun dia harus bisa menjelaskan.

"Seperti yang kalian tahu, Felix itu jantungnya lemah. Adek bungsu kalian gak terlahir sehat." Changbin berhenti. Berat untuk menceritakan kembali apa yang terjadi tentang orang yang diam-diam ia sayangi itu. "Tapi Ada satu penyakit lagi yang fatal tapi adek lo gak mau ngasi tau lo."

Chan dan Minho menunggu Changbin melanjutkan ucapannya.

"BPD. Borderline Personality Disorder atau gangguan kepribadian ambang. Adek lo stress, emosinya gak stabil, kesepian karena kebanyakan ditinggal, bahkan self injury, dan keinginan dia untuk nyusul Mama itu besar.

Di Rumah Sakit, dia nolak semua terapi dan obat yang berhubungan dengan gangguan mentalnya itu. Gue selalu dapet laporan dari perawat dan dokter, Felix gak pernah bisa terkendali. Paling fatal, dia pernah hampir bunuh salah satu pasien di Rumah Sakit kemarin."

Baik Chan maupun Minho bungkam. Rasa sesal sangat mendalam dirasakan oleh Adyana bersaudara itu. Menyesal, tak mampu menjaga adik satu-satunya.

"Pas Minho dateng gue coba kasi tau, tapi gue dihajar abis-abisan—"

"Lo yang salah, ngatain adek gue stress pas gue gak tau apa-apa!" Elak Minho cepat.

Changbin mendecih. "Karena lo gak tau apa-apa makanya gue kasi tau, bangsat!"

"Udah, didepan adek lo aja masih bisa berantem." Chan menengahi. Suaranya terdengar getir saat mengucapkan kata 'didepan.' Karena sejatinya, mereka didepan kuburan sang Adik. "Gas, lanjut. Lo yang paling sering sama Felix, harusnya lo tau kenapa dia bisa ngidap gangguan mental itu."

"Lucu ya lo, bang." Nada Changbin terdengar sarkas. "Harusnya lo berdua yang lebih tau keadaan adek kandung lo sendiri, bukan gue yang sekedar kakak ketemu gede. Abang macam apa." Kekehan khas sarkasm mengakhiri ucapannya.

Chan dan Minho tertohok. Ucapan Changbin seolah panah tajam yang melesat tepat ke target—hati keduanya. 

Changbin bergerak mengelus lembut nisan bertuliskan nama Felix. "Gue pamit ya, Lix. Besok gue kesini lagi. Maafin gue gak ada diwaktu terakhir lo. Maafin gue juga udah nyakitin lo pake kata-kata gue selama ini. Gue sayang sama lo."

"Gue kira gue paling salah disini, ternyata lo sama." Baiklah, Minho belum mau berdamai rupanya.

Changbin menoleh. Ia tak bodoh untuk sekedar tak menyadari arti ucapan rivalnya itu.

"Lo nyakitin adek gua dengan bersikap kasar selama ini kan, Bagas-ssi?"

"Gue punya alasan!" Kali ini Changbin yang mengelak. "Dia gak pernah ngaku atas apapun yang dia lakuin. Satu-satunya cara yang menurut gue berhasil cuma kasarin dia, tapi—"

"—Tapi percuma, adek gue gak nurut juga, yakan?"

Changbin mengangguk. 

Dan pada detik berikutnya Changbin hampir kembali babak belur oleh Minho jika kerah baju pemuda itu tidak ditahan Chan. "Gak usah ribut didepan Felix, kita semua salah disini. Bagas, kalo lo mau pulang, silahkan. Arlino, lo nginep disini juga gue izinin."

"Bang Chandra, gue pamit." Setelah itu Changbin beranjak dari tempatnya. Meninggalkan Adyana bersaudara dan menghampiri seorang wanita digerbang pemakaman.















Wanita yang sama pernah mengucapkan kata-kata menyakitkan pada Felix. 











































"Setelah apa yang lo lakuin, sudah bahagia sekarang, Chaeyoung-ssi?"

Chaeyoung tersenyum lalu mengangguk riang.

"Benar-benar tak punya hati," Changbin berkata dalam hati.














Bukan aku (Changlix Local Area) : Selesai.

#####

Yeayyy End^^

Ini koleksi pribadi aku kenapa kalian baca, hiks:"

But, Thanks for reading and also your appreciations^^

Ending dengan tidak elitnya :)

Bukan aku (Changlix Local Area)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang