She walks alone
She can never look back
The story of a queen whose castle has fallen to the sea
She'll make it out
But she's never the same
She's looking down
At the scars that remainPlaylist 👆: Paper Crown-Alec Benjamin
⬇⬇⬇
Rafa membawa Jeni pulang ke rumahnya. Sesampainya di depan pintu gerbang, Rafa memarkirkan motor lalu membantu Jeni berjalan masuk ke dalam rumah. Wanita itu tampak berantakan, ia tidak berbicara banyak dan hanya menangis sepanjang perjalanan. Rafa prihatin melihat kondisi Jeni saat ini, ia takut wanita itu trauma dan berakhir dengan menyiksa diri sendiri.
Rafa mengetuk pintu, dan pintu segera terbuka pada ketukan keempat. Seorang wanita paruh baya berdiri di depan pintu. Matanya langsung membelalak melihat kondisi Jeni lalu meraih tubuh wanita itu untuk dipeluk.
"Ya Tuhan... Apa yang terjadi dengan kamu, Jen?" Wanita itu memeriksa setiap inci tubuh Jeni, sementara Jeni hanya diam dengan posisi menundukkan kepala. Rafa melihat kalau Jeni masih takut.
"Kenapa anakku jadi begini?" Tanya Laras menuntut penjelasan pada Rafa.
"Tadi..." Rafa terdiam sesaat, berusaha mencari kata-kata yang pas untuk berbicara, "Tadi, ada yang mau memerkosa Jeni, Tante."
Laras terpaku di tempatnya. Tangannya terangkat untuk menutup mulutnya yang spontan terbuka. "Si... Siapa?"
"Tadi Jeni sempat nyembut namanya, dan kalau gak salah ingat namanya Darel."
Wajah Laras semakin shock, ia segera membawa tubuh Jeni masuk ke dalam rumah dan memegang pintu untuk menutup pintunya.
"Makasih sudah membawa Jeni. Kamu bisa pulang sekarang."
Pintu rumah tertutup. Rafa terdiam dengan tatapan tak percaya. Mama Jeni bersikap sangat aneh setelah mendengar nama Darel. Ia tidak memperlakukan Rafa dengan baik. Bukannya Rafa minta untuk dihargai, hanya saja kalau dipikir-pikir mengapa Mama Jeni tidak menanyakan namanya, padahal ia sudah menolong anaknya? Atau setidaknya menanyakan kronologis ceritanya bagaimana bisa Jeni sampai diperkosa. Perkosa bukanlah perkara remeh. Jika Rafa melaporkannya, kasus ini bisa diproses sampai ke jalur hukum. Tapi mengapa Mama Jeni tidak melakukan itu? Apa yang ia takutkan?
Perasaan Rafa sangat kesal. Sungguh, tapi apa boleh buat. Rafa tidak bisa berbuat apa-apa. Rafa hanya berharap semoga kondisi fisik dan mental Jeni baik-baik saja.
⭐⭐⭐
Laras membawa Jeni duduk di sofa, sedari tadi wanita itu hanya diam dan meremas-remas tangannya.
"Je, ayo ngomong sama Mama." Laras mengangkat kepala Jeni dan menatap manik matanya yang bengkak dan berair, "Benar, apa yang dikatakan wanita itu?"
Bahu Jeni bergetar, ia menunduk lagi dan mengepal tangan kuat. Bayangan bagaimana Darel menyentuh tubuhnya masih terasa sampai sekarang. Jeni tidak bisa menghilangkan memori itu. Ia tidak bisa.
"Jeni-"
"Ya." Satu kata keluar dari bibir Jeni, mulut wanita itu bergetar.
Laras terdiam dalam beberapa saat. Kemudian meraih tubuh Jeni dan memeluknya erat.
"Maaf, Jen. Mama gak punya pilihan lain. Mama gak tau kalau Darel bakal ngelakuin hal ini ke kamu." Laras mengelus rambut belakang Jeni, "Tapi mau bagaimana lagi? Kita gak punya apa-apa sekarang. Mereka satu-satunya yang bisa lunasin rumah kita. Jadi kamu diam aja ya? Anggap semua ini gak pernah terjadi. Jangan pernah lapor polisi, atau kita akan ikut hancur, Jen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White
Teen Fiction15+ (END) ✔ (SPIN OFF BAD & GOOD) Bisa dibaca terpisah. Tapi lebih disarankan untuk baca BAD & GOOD lebih dulu. Biar ngerti alurnya. GILAA!! Gatau mau ngomong aplagi soal crita ini. Critanya tu bagus banged (pake d). Alurnya ga ketebak aseli. Pengga...