Sembilan Belas

5.6K 619 52
                                    

Sena menatap jam dinding yang ada di depan kelasnya dengan saksama. Matanya berbinar seketika.

"Tiga."

"Dua."

"Satu."

Kriing!

"Sekian pelajaran hari ini— Loh Sena! Kamu mau kemana?" teriak Bu Vita ketika melihat salah satu anak didiknya ngacir setelah bel pulang sekolah berbunyi bahkan sebelum kata-kata yang ia ucapkan selesai.

Sena meruntuk dalam hati. Namun, ia tak bisa mengulur waktu lebih lama lagi. Sebelum koridor dipenuhi oleh siswa-siswi yang hendak pulang, ia harus sudah keluar dari zona ramai itu.

Langkah kakinya yang kecil menggema di seluruh koridor. Banyak dari mereka masih berkemas-kemas dan ada pula yang masih melanjutkan pelajaran untuk sementara. Sena yang fokus kepada deretan kelas yang ia lewati, tak sengaja menabrak seseorang hingga orang itu mengaduh kesakitan.

"Sena! Lo ngapain lari-lari kayak gitu? Lagi dikejar setan?"

Orang itu adalah Alvin. Lelaki yang Sena sukai bahkan ia kagumi melebihi siapapun. Selain karena ia Ketua OSIS SMA Garuda, Alvin juga termasuk dalam vokalis band ternama di Bandung. Pantas saja gadis itu dengan mudah terpesona.

Sena membantu merapikan dokumen-dokumen Alvin yang jatuh karenanya. "Maaf Kak, gue terburu-buru."

Setelah dokumen semuanya sudah rapi, Sena kembali berlari menuju gerbang utama. "Senaaa! Lo nggak rapat?" tanya Alvin dengan suara yang kencang.

"Hari ini gue ijin ya kak! See u!" balas Sena tak kalah kencang.

Lelaki itu menatap Sena dengan gelengan kepala. "Gue jadi penasaran, kegiatan apa yang buat Sena jadi kalang kabut gitu,"

Jihan keluar dari kelas dengan menghela nafas lelah. Sena telah meninggalkannya, yang artinya tak ada teman yang akan menemaninya untuk berjalan ke depan gerbang. Lalu, seseorang menepuk bahu Jihan dengan keras. "Sena mana?" tanya lelaki itu.

"Udah cabut!"

Alex mendelik. "Ha? Cabut kemana?"

Jihan menggeleng sembari meninggalkan Alex yang berusaha mengekorinya. "Rahasia! Buat apa gue ngasih tau elo!"

"Ya Allah tega baner lo sama gue Jih!" Alex memegang dadanya, pura-pura tersakiti.

"Lebay lo! Inget ya, gue masih sebel sama lo masalah kemarin,"

Alex berhenti. Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Masalah apa?"

"Azka!"

Alex tersenyum. Lalu ia kembali mengikuti Jihan dari belakang. "Ya maap dong,"

"Maap-maap pala lo peyang! Gue malu tauk!"

"Kan itu juga demi kebaikan lo Jih, biar Azka tau kalo lo suka sama dia! Baik kan gue?"

Jihan berhenti tepat di hadapan Alex lalu dalam hitungan detik sebuah pukulan mendarat di kepala lelaki itu. "Yang pertama ya, gue nggak suka lo ikut campur urusan gue. Yang kedua, nama gue Jihan, jadi panggil gue Jih! Ngerti nggak!?" tutur Jihan lalu pergi dengan emosi yang menggebu-gebu.

Alex memegang kepalanya dengan heran. "Namanya kan Jihan, bukannya bener gue panggil Jih? Kenapa dia marah? PMS kali yak?" ucap Alex dengan mengendikkan bahu tak tahu.

***

"Mang Kiri!" teriak Sena kepada sopir angkot yang kali ini membawanya menuju suatu tempat di pinggiran Bandung.

Sena memberikan uang sepuluh ribu kepada pria berkumis itu, lalu menggenggam tasnya menuju tempat yang sering sekali ia kunjungi.

Dari pinggiran jalan raya, Sena harus masuk ke dalam sebuah gang kecil yang sempit dan kotor. Bau got yang busuk menjadi teman Sena saat itu. Rumah-rumah tak terawat sangat mendominasi di lingkungan ini. Mungkin, banyak orang akan tidak sudi melewati jalan ini. Namun, itu berbeda bagi Sena. Gadis itu tetap melangkah dengan pasti. Tas kresek putih ia jinjing dengan perasaan bahagia. Bunyi kereta lewat membuat Sena segera melangkah cepat. Ia tak mau seseorang di sana menunggunya terlalu lama.

BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang