Pengakuan Dua Pria

8.3K 729 111
                                    

Bukan manusia yang mengukur pantas atau tidaknya seorang hamba bersanding

-Assalamualaikum Ketua Rohis-
La_Tahzan27

-----

Sepuluh menit lalu bunyi bel tanda selesainya waktu sekolah terdengar. Kali ini kaki ku berayun dengan santai. Perasaan yang selalu aku tunggu setiap enam bulan sekali. Hari di mana ujian semester berakhir berarti untuk beberapa pekan akan datang aku bisa menikmati waktu santai.

Ah, indahnya. Membayangkan saja sudah terlalu indah apalagi jika waktu itu tiba.

"Bangga banget, Mariposa nya Bibble ngak minta nyontek tadi" kehadiran Gandhi tiba-tiba membuat aku terperanjat. 

"Habisnya semalam dapat pencerahan qolbu sih" tawa ku mengedukasi begitu saja.

Tidak tau mengapa, hanya saja setiap aku ingat moment itu selalu ingin tersenyum.

Mungkin ini yang di katakan, meski ia sedang tidak hadir tapi kenangan tentangnya dapat mewakili sebagai tanda kehadiran. Aku tidak tau itu, pokoknya seperti ini yang aku rasa.

Gandhi mengangkat bahu cuek. Aku juga tidak mengerti kenapa ia seperti tidak bisa akur dengan Raka. Padahal saat mempertemukan mereka tidak ada yang saling menatap benci menurutku. Bahkan mulut Gandhi sangat fasih berbicara saat itu tanpa rasa canggung.

Aku berjalan beriringan hingga tempat parkir bersama Gandhi. Dari radius jauh mata ku sudah melihat Aldo dan Bagas dibawah pohon rindang tempat parkir. Mata ku mencari Aina dan menemukannya baru keluar dari kantin. 

Aku tersenyum ramah seperti biasa menyapa Aldo dan Bagas. Aina seperti biasa juga menganggap Bagas tidak ada adalah pekerjaannya setiap hari.

"Rey, pulang bareng aku boleh?" Pinta Gandhi membuat aku bingung.

Bagaimana cara aku menolak Gandhi. Aku sedang tidak ingin membuat kedua pria tidak akur itu bertemu.

"Kita berlawanan arah kalau antar aku dulu kamu bakalan terlalu larut sampai rumah. Aku baik-baik aja, Aina itu sahabatnya Rossi tau" kata mencoba bergurau. Jika tidak meyakinkan Gandhi ia tidak akan pernah tenang meninggalkan aku dengan orang lain.

Ia menggangguk singkat, senyum yang selalu aku suka ia tunjukan dengan telapak tangan kanannya mengelus kepala ku. Aku ikut tersenyum, membalas senyum pria di hadapan ku ini.

"Rey, kamu ngak apa-apa kalau aku tinggal sebentar? Mau selesain surat undur diri dari rohis boleh?"

"Bolehlah. Aku ngak apa-apa"

Kepergian Aina memasuki sekret rohis membuat aku tertarik. Bertanya-tanya sendiri apa pria yang habis menceramahi ku semalam juga ada di sana?.

Atau, apa mungkin gadis yang juga menyukainya ada pula di sana?.

Ah, ini terlalu memusingkan aku tidak tau apa yang diinginkan kepala ku ini sampai hal begitupun harus ia pikirkan.

Pria itu saja belum tentu memikirkan aku, bodoh!

Akhirnya aku bersama Gandhi, Aldo, dan Bagas di tempat parkir. Parkiran pula sudah sepi. Sisa kami ber-empat menjadi siswa tidak ada kerjaan di bawah pohon.

Aku tertawa keras terpingkal-pingkal saat Gandhi mengajari Aldo dan Bagas bahasa Melayu.

"Motif nya belajar bahasa Melayu apa?" Tanya ku kepada dua pria itu.

"Gue mau ketemu Susanti, Rey. Mau ajak dia balik ke Jakarta" ujar Bagas.

"Ngapain lo ajak dia balik?" Tanya Aldo.

Assalamualaikum Ketua Rohis (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang