pengantar

134 15 3
                                    

Asmara yang diletakkan di atas meja dan dihiraukan begitu saja adalah bom waktu. Sewaktu-waktu mampu meledakkan amarah yang akan melumat tubuhmu. Asmara yang terlalu lama menunggu akan membatu. Dan sebagaimana batu, tentu itu mampu membunuhmu.

Kau masih setia dengan tatapanmu yang dingin. Aku tak bisa menghangatkannya meski aku begitu ingin. Bagimu, aku adalah orang yang mesti pergi jauh dari ujung ekor matamu. Meski begitu, aku telah telanjur menancapkan kedua kakiku di halaman rumahmu.

Aku adalah sebuah lukisan dalam ruang pameran. Dipandangi banyak orang yang sekelebat menghilang. Aku akan terus mengawasi orang-orang yang berlalu-lalang. Meski aku sama sekali tak mendapat perhatian.

Begitulah aku dan kisah-kisah yang tumpah pada setiap tulisan ini. Mencintai dalam ketidakpastian. Merindukan dalam ketidakpedulian. Menunggu tanpa pernah berhasil dituntaskan.

Ketahuilah, inimenjadi cara pamungkas yang telah aku siapkan. Ambillah kursi dan segelas tehhangat sebagai persiapan agar kau tak kaget menerima segala jenis serangan yangaku lancarkan. Sebelumaku benar-benar menyerah, bacalah. Siapa tahu setelah itu, keputusanmu berubah.

Catatan:

Setiap judul dalam tulisan ini akan dibuka dan ditutup oleh satu bait puisi.

Asmara, Amarah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang