ASMARA, AMARAH.

12 0 0
                                    

Bagi sebagian orang, mungkin asmara itu memabukkan. Tapi bagiku, asmara jauh lebih dari memabukkan. Asmara adalah racun yang mematikan. Mampu membunuh sekali kedipan.

Asmara cuma bibit-bibit amarah yang belum diberi pupuk. Bila ia berada di tempat yang salah, air mata akan mengguyurnya. Membuatnya tumbuh panjang menjalar. Ciptakan belukar berduri yang penuhi sekujur dada.

Kita tumbuh pada lingkungan di mana asmara adalah Tuhan. Setiap jengkal langkah, pastilah kita temukan pemuja asmara. Tapi setelah dikhianati oleh asmara, amarah meletup membelah langit. Seakan bumi besok runtuh. Para pemuja asmara kirimkan doa yang bergemuruh.

Tuhan kembali berperan. Tapi kali ini, bukan sebagai objek tujuan pemujaan. Namun, pemujaan itu berganti statusnya menjadi objek ratapan. Memang kadang Tuhan hanya diingat ketika kita disetubuhi duka.

Tidak terpilihnya kita pada sebuah proses kurasi menjadi salah satu amarah yang sering kali muncul. Asmara yang gagal menemukan muaranya, tumpah ke segala arah. Begitulah kini aku. Diburu asmara yang tengah marah-marah.

Asmara adalah luka yang membara. Jerit yang berderit. Tangis yang meringis. Amarah yang berdarah. Tak akan pernah kau temukan asmara yang baik jika kau jatuh ke tempat yang salah.

Asmara hanya sebuah bom waktu yang bisa meledakkan amarahnya secara tiba-tiba. Ledakannya akan menghanguskan kepalamu. Melenyapkan dadamu. Dan tentu saja, membunuhmu.

Kau boleh saja tampak angkuh. Tapi semesta punya cara untuk membuatmu terbunuh. Percayalah pada hukum alam di mana yang menyakiti, akan disakiti. Kau hanya tinggal menunggu waktu. Kita tunggu saja, kau akan segera mencariku. Bercerita padaku tentang kita pada masa lalu. Lalu menggelar pameran penyesalan di pelupuk mataku. Menjajarkannya sembari menjelaskan penyesalan yang dalam atas perlakuanmu dulu padaku. Pasti. Itu pasti.

Asmara dalam dadaku yang meledak-ledak siap membuncah di wajahmu. Rayu-rayuanmu yang menjilati telingaku tak akan pernah mampu padamkan aku. Aku teramat jatuh dalam bunga-bunga di matamu. Mencintaimu itu sungguh semudah menerbangkan debu. Tapi mendapatkanmu juga sesulit menangkap debu-debu yang kuterbangkan itu.

Aku telah mengencangkan tali sepatuku untuk berlari mengejarmu. Tapi ternyata kau sudah menduga itu. Kau sudah bersiap menghindariku. Lalu kau panaskan sepeda motormu. Setelah itu, kau pergi dengan mengendarainya dengan sangat terburu-buru. Meski aku mengejarmu sampai kakiku lumpuh, aku tak akan mampu mencapaimu. Kau telah telanjur melesat begitu jauh.

Kenyataan itu malah membuat asmara dalam dadaku berubah 180 derajat. Puja-puji tentangmu yang biasanya bertebaran di langit malam, kini menjelma magma yang siap melumat. Menghancurkan segala hal tentangmu dalam ruang kepala. Melenyapkanmu dari bumi. Menghancurkanmu jadi kepingan-kepingan kebencian. Kadang, memang kejahatan tiba setelah kebaikan diacuhkan.

Tentu semua tak bisa dengan sembarangan kau pastikan. Yang baik, bisa berasal dari yang jahat. Yang jahat, juga bisa jadi berasal dari yang baik. Dan bagaimana jadinya aku, tentu tergantung bagaimana kau memperlakukan aku. Kalau aku kini menjadi orang jahat, kau pasti tahu betul siapa pelakunya yang membuatku menjadi seperti itu.

Tapi tenang saja. Aku akan membelenggu kedua tanganku supaya kau tak lekas kulenyapkan. Sebab mencintaimu adalah proses yang begitu kunikmati. Setiap jengkal luka di sekujur dadaku, kuresapi dengan syahdu. Jadi, tak akan semudah itu aku membuatmu mati dalam pikiranku.

Kelak kau akan merasakan hal yang sama, seperti apa yang aku rasa. Bunga di dadamu suatu saat nanti akan layu. Dilayukan oleh orang yang kau anggap bunga hidupmu. Percayalah. Kau akan seperti aku. Setelah itu, baru kau akan sadari, seberapa jahat kau saat ini.

Untuk saat ini, aku akan membiarkan asmaraku serupa kunang-kunang lebih dulu. Biar dia menerangi gelapnya rongga di kepalaku. Akan kupertahankan sekuat yang aku mampu. Tapi aku telah peringatkan kau. Bahwa asmara tak akan selalu seindah pelangi di langit senja. Dia bisa berubah menjelma badai yang membuat tangismu pecah.

Bersenang-senanglah kau saat ini. Mencintai dirimu sendiri. Menyembah kesombonganmu. Menganggap aku cuma debu. Tapi bila tiba saatnya nanti, amarahku akan mengulum kepalamu. Lalu, menelannya bulat-bulat.

Pegang erat kata-kata yang kuucap. Kau akan mati dalam sekejap. Dilumat oleh asmara yang menjelma amarah. Terkubur oleh sesal yang kalah.

Saat ini, bom waktu itu sudah aktif. Tengah menghitung mundur waktu yang tepat untuk meledak. Jadi, siapkanlah dirimu. Pakailah banyak pengaman di sekujur tubuhmu. Sebab inti magma dalam dadaku akan segera tiba di halaman rumahmu. Berhati-hatilah, Kekasihku. Berhati-hatilah.

ge

Asmara, Amarah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang