17

2.8K 490 100
                                    

Hari ini sidang perceraian Yuda dan Liana, ternyata Yuda benar-benar memilih Ayu dan melepaskan keluarganya. Bintang dan Mentari menyaksikan langsung hakim mengetuk palu tiga kali, tanda orang tuanya resmi bercerai. Setelah sidang selesai mereka semua keluar dari ruang mengerikan itu, Bintang tak ingin menatap wajah ayahnya. Bagi dia, ayahnya sudah mati sejak hari ini.

"Terima kasih untuk delapan belas tahunnya," ujar Liana untuk terakhir kalinya ke Yuda. Setelah itu dia melangkahkan kakinya ke parkiran bersama Bintang dan Mentari.

Yuda memang tidak mempermasalahkan hak asuh, biarlah anak-anaknya ikut dengan Liana. Juga yuda tidak mempermasalahkan harta gono-gini, biarlah mobil, rumah, dan aset lainnya dia berikan untuk Liana dan anak-anaknya. Kebutuhan Bintang dan Mentari juga tetap menjadi kewajinan Yuda, dia tidak lepas dari tanggung jawab itu.

Bintang tahu maminya terluka atas perceraian ini, tapi inilah takdir, tidak ada yang bisa dipertahankan lagi di saat Yuda lebih memilih bersama wanita lain.

"Mami nggak nyangka usia pernikahan hanya bertahan sampai di sini," ujar Liana, di sela isak tangisnya. Dia beralih menatap Bintang yang sedang menyetir. "Bintang, Mami harap kamu nggak membenci Papimu, ya. Nggak ada yang namanya mantan ayah, sampai kapan pun dia tetap Papi kamu dan Mentari."

Bintang terdiam, sayangnya rasa benci itu sudah muncul sejak awal pengkhianatan, baginya Yuda hanya masa lalu.

Liana juga menoleh ke Mentari yang duduk di jok belakang. "Tari juga nggak boleh benci sama papi, ya."

"Papi itu jahat, Mi. Tari benci papi," ujarnya dengan tatapan datar. Mungkin Mentari masih kecil tapi dia cukup paham kalau Yuda telah menyakiti hati Liana.

Korban dari perceraian adalah anak-anak, tumbuh jadi anak broken home memang tidak mudah, apalagi untuk mentari yang masih berusia delapan tahun, tapi ini adalah takdir, tidak ada yang bisa menebak apa yang akan terjadi ke depannya.

•••

Setelah pulang dari pengadilan, Yuda langsung menjemput Ayu dan Kia ke apartemen yang baru dia beli. Ayu cukup senang karena sebentar lagi dia akan menjadi nyonya Yuda, dan kehidupannya setelah ini akan berjalan lancar.

Sementara Kia tidak membenarkan apa yang bundanya lakukan karena sudah menghancurkan rumah tangga orang lain, dia lebih senang kalau bundanya menikah dengan Wisnu.

"Kia, kamu senang tinggal di sini?" tanya Yuda.

"B aja."

"Kia, jawab yang sopan," tegur bundanya.

Kia tersenyum tipis. "Karena keegoisan kalian aku kehilangan Bintang, sekarang Bintang benci sama aku."

"Kamu benar cinta sama anak saya?"

Kia mengangguk. "Tapi biarin aja."

Setelah itu Kia beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamarnya, dia membuka sebuah album kecil, semua kenangannya bersama Bintang tersimpan di sini, dan matanya tak sengaja menatap fotonya bersama Senja.

Secercah kenangan terlintas di pikiran Kia, saat dendam belum membara, saat Kia belum tahu Senja adalah saudaranya, dulu dia menyayangi Senja layaknya seorang sahabat, tapi setelah kenyataan terungkap rasa sayang itu berubah jadi benci, hingga kata kawan pun berubah jadi lawan.

"Ki, nanti walau udah lulus, kita harus tetap jadi sahabat, ya."

Mereka saat itu duduk di kantin, dengan senyuman menghiasi bibir keduanya, belum ada tatapan kebencian, belum ada ucapan menyayat hati, dan semua masih terasa menyenangkan.

"Iya, Senja. Kita itu sahabat sampai selamanya."

Namun ternyata Kia yang menghancurkan benteng persahabatan.

Kia menyeka setetes air mata yang tidak sengaja jatuh. "Kalau aja kita nggak punya ayah yang sama, mungkin sampai sekarang kita tetap sahabat," gumamnya.

Kia mengambil ponselnya, lalu dia menghubungi Senja.

Senja, orang tua Bintang udah resmi cerai, gue tahu saat ini titik-titik terendah dia, gue tahu cuma lo yang bisa hibur dia

•••

Setelah mengantar ibu dan adiknya pulang, Bintang kembali menjalankan mobilnya keliling kota, dia butuh tenangkan pikiran tapi dia tidak tahu harus ke mana. Ke rumah Bian pun percuma, karena dia tidak akan bisa membantu apa-apa. Yang Bintang inginkan adalah kenyamanan dari Senja, sambil bilang semua akan baik-baik saja, tapi itu tidak mungkin, memangnya siapa Bintang bagi Senja sampai harus se-care itu.

Akhirnya Bintang memberhentikan mobilnya di depan sebuah jembatan, dia melihat ke bawah begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang.

"Kira-kira kalau gue loncat dari sini oke nggak?" gumamnya.

Tapi sayangnya, Bintang masih takut mati karena dosanya masih banyak, dia belum merasakan indahnya malam pertama, dan mati bunuh diri juga sama saja menyeretnya ke neraka.

"Biasanya rokok bisa buat stres hilang, tapi gue udah lama berhenti semenjak Senja larang."

Bintang seperti orang stres ber-monolog sendirian, sepertinya dia memang sudah gila.

Tak lama kemudian muncul sebuah pesan dari Senja.

Senja
Bintang, lo di mana?

Bintang
Jempatan

Senja
Lo jangan bunuh diri!

Bintang
Bentar lagi gue lompat

Ini kesempatan buat Bintang, agar tahu bagaimana respons Senja kalau Bintang benar-benar nekat.

Senja
Jangan bego, shareloc!

Bintang langsung share location, dia belum segila itu bunuh diri hanya karena orang tuanya bercerai, memang tidak ada anak yang baik-baik saja kalau orang tuanya pisah tapi Bintang masih waras.

Tak sengaja mata Bintang menangkap seorang gadis yang sedang berdiri dengan wajah kusut, akhirnya dia berinisiatif untuk menghampiri.

"Ada yang bisa dibantu, Mbak?"

Gadis itu menoleh ke sumber suara. "Mobil saya mogok tiba-tiba."

"Saya coba nyalakan, ya."

Setelah gadis itu mengangguk, Bintang langsung masuk ke jok pengemudi, namun mesinnya enggan mau nyala. Akhirnya Bintang kembali menghampiri gadis itu.

"Nggak bisa, Mbak. Saya juga kurang ngerti masalah mesin mobil."

"Saya itu dari Bandung, Mas. Ada urusan di Sudirman."

Bintang mengusulkan saran. "Gini aja, Mbak. Saya telepon mobil derek biar nanti mobilnya diambil sama mereka. Mbaknya biar saya yang antar ke Sudirman."

"Nggak repotin?"

Bintang menggeleng, kemudian dia mengeluarkan ponselnya.

Cowok ini baik banget.

"Udah saya telepon, nanti mereka ke sini. Sorry, nama Mbak siapa?"

Gadis itu mengulurkan tangannya. "Panggil aja Flora, sepertinya kita seumuran."

"Panggil aja Bintang. Ayo, kita berangkat sekarang. Mobilnya aman kok."

Setelah itu keduanya langsung ke mobil Bintang, dan tanpa disadari ada Senja di dalam taksi yang sedang memperhatikan mereka.

Tadi gue buru-buru datang ke sini karena khawatir lo kenapa-napa, tapi gue salah. Kenapa lo selalu nyakitin perasaan gue, Bintang? Menjauh dari lo adalah langkah paling tepat yang gue ambil.

"Jalan, Pak. Balik ke tempat tadi."

•••

Apa cuma aku yang ngerasa kalau wattpad semakin sepi? Tidak serame 2017-2018. Iya kan?
Jangan lupa vote dan comment
Follow juga instagram @muliafitri.a @mlyftr96

Untuk Senja ✔ (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang