2

317 43 80
                                    

Yoohyeon bukanlah gadis yang selalu bergaul dengan teman sebayanya. Yoohyeon terlalu menyukai dunianya bersama buku itulah yang membuatnya dekat dengan Yoobin dan Handong. Yoohyeon juga sangat menyukai dunia puisi. Dunia yang tidak pernah dimengerti oleh banyak orang.

"Yoohyeon-ah." Seseorang menepuk pundak Yoohyeon yang sedang asyik membaca buku. Gadis tinggi itu menoleh lalu bertanya tanpa suara. Hanya menggunakan kode lewat tatapan mata. Itu tanda bahwa Yoohyeon terusik.

"Ayo makan siang. Ingat kau tidak ke kantin tadi." itu Yoobin, teman sebangku Yoohyeon yang selalu menemani Yoohyeon.

"Tapi ..." Yoohyeon ingin membantah. Dia tidak lapar kenapa dia harus makan?

"Haruskah aku mengadukanmu pada ibumu Yoohyeon-ah?" Yoobin mengeluarkan jurus andalannya. Yoohyeon sangat takut dengan ibunya. Bukan takut karena akan dipukuli atau apa, hanya saja eommanya sangat tegas padanya. Yoohyeon sering melewatkan jam makannya membuat Nyonya Kim selaku eomma Yoohyeon mengomelinya setiap hari.

"Yak Yoobin!!"

"Aku menunggumu di kantin. Dalam waktu 5 menit kau tak datang, bersiaplah untuk hari omelanmu Yoohyeon-ah." Yoobin meninggalkan kelas lebih dahulu. Sementara Yoohyeon, dengan sangat terpaksa dia menutup buku favoritnya.

"Inilah susahnya punya teman kecil dan dekat dengan keluargaku." keluh Yoohyeon yang kemudian berdiri dan menyusul Yoobin di kantin.

Dia sedang berjalan melewati lorong sekolah, hingga seseorang di ujung membuatnya menghentikan langkahnya. Haruskah dia berbalik saja ke kelas? Dia tidak ingin berurusan dengan gadis itu lagi.

Yoohyeon mengangguk. Meyakinkan dirinya jika lebih baik dia kembali ke ke kelas daripada harus berhadapan dengan gadis itu lagi.

"Kau pikir kau mau ke mana puppy?" Mati. Yoohyeon tak sadar jika gadis Lee itu tahu dia berbalik arah.

Yoohyeon berbalik lalu menatap jengkel ke arah Siyeon yang tengah berjalan dan tersenyum padanya. Bukan senyum manis namun senyum penuh makna yang menyebalkan

"Bukan urusanmu. Kenapa kau memanggilku?" tanya Yoohyeon jengkel.

"Ow ow ow lihatlah. Puppy kita mengamuk ternyata. Jangan terlalu keras puppy kecil. Itu akan mengurangi manisnya dirimu." Siyeon menarik dagu Yoohyeon yang masih menatapnya jengkel.

"Geumanhae!" Yoohyeon mendorong Siyeon tanpa sadar. Dia tidak suka bagian tubuhnya dipegang oleh orang yang tidak dia kenal.

Siyeon jatuh? Tentu saja tidak.
Dia masih bisa bertahan dan berdiri. Dia kini menatap dingin sekaligus datar di saat bersamaan pada gadis yang kini tengah menutup mulutnya karena ulahnya barusan.

"Kau ..."

"A-Aku minta maaf. Aku tidak sengaja." Yoohyeon menunduk merasa bersalah sekaligus menyesali sikapnya barusan. Sungguh dia tidak sengaja. Dia hanya reflek bersikap demikian.

"Kau pikir kau sedang berhadapan dengan siapa little puppy? Apa kau lupa siapa aku?" Nada bicara Siyeon terdengar dingin dan menusuk.

"Aku minta maaf Siyeon-ssi." Yoohyeon masih menunduk. Dia masih tidak berani menatap gadis dingin itu.

"Siyeon-ssi? Hei kau pikir aku ..."

"Lee Siyeon berhenti di sana!" Seorang gadis dari ujung menegur Siyeon. Dengan cepat gadis itu berjalan menghampiri mereka ber-2. Siyeon memandang gadis itu dengan perasaan kesal.

"Kau lagi Jiu-ssi?"

"Aku tidak akan menegurmu jika kau tidak mengganggu gadis ini. Tinggalkan dia sekarang," kata gadis bernama Jiu itu.

"Ck kau selalu menggangguku. Ingat puppy urusan kita belum selesai." Setelah itu Siyeon pergi meninggalkan mereka.

"Yoohyeon-ssi?" Jiu mencoba memanggil Yoohyeon dengan membaca tag namenya.

"Ah gomapta Jiu sunbaenim." Yoohyeon masih menunduk. Dia masih ketakutan.

Jiu tersenyum "ayo ikut aku. Kau akan lebih baik."

Yoohyeon memilih menurut. Jantungnya masih berdetak tidak tenang karena rasa takut masih menderanya. Dia tak menyangka aura gadis itu demikian menusuk. Yoohyeon masih merinding membayangkan hal tadi.

"Duduklah Yoohyeon-ssi. Kau akan aman di sini."

Yoohyeon menurut dan tak lama Jiu menyodorkan minuman untuknya yang langsung diminum sampai habis olehnya.

"Lebih baik?" tanya Jiu sambil tersenyum lembut.

"Gomapta Jiu sunbaenim." Yoohyeon tahu siapa gadis ini. Kim Jiu adalah Ketua OSIS di sekolahnya. Dia bersyukur sunbaenya menyelamatkannya.

"Jika kau masih belum tenang. Istirahat saja di ruangan ini atau mau ku antar ke UKS?" tawar Jiu

"Aniyo sunbaenim. Aku baik-baik saja. Setelah ini aku akan kembali ke kelas saja." Yoohyeon menolak. Jiu mengangguk memahami permintaan Yoohyeon.

"Aku minta maaf karena sudah membuatmu dalam kesulitan. Harusnya tugasku untuk melindungi para murid di sini tapi aku rasa kau tahu alasan aku tidak dapat berbuat banyak," kata Jiu lagi.

Yoohyeon mengangguk "orang tua Lee Siyeon adalah donatur terbesar di sekolah ini. Pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi kenakalan Siyeon. Aku paham sunbaenim, kau tak perlu merasa bersalah." Yoohyeon tersenyum berusaha menenangkan Jiu. Dia bisa melihat Jiu merasa bersalah. Jiu adalah Ketua OSIS yang bertanggung jawab di matanya.

"Ne. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menegur Siyeon ketika dia sedang berbuat ulah."

"Tapi" Jiu menatap Yoohyeon sambil tersenyum "Siyeon melakukan itu semua karena ada alasannya. Aku tahu bagaimana keluarganya dan alasan kenapa Siyeon selalu berbuat ulah."

"Jiu sunbaenim tahu Siyeon? Apakah sunbae kenal dekat dengannya?"

Jiu menggeleng "aniyo. Aku tahu karena aku ketua OSIS. Jika tidak aku pasti akan selalu marah ketika Siyeon selalu berbuat ulah."

Yoohyeon mengangguk paham. Meski demikian tetap saja Yoohyeon tidak ingin tahu apa alasan Siyeon. Lebih baik dia menghindar itu lebih baik bukan?

*****

"Siyeon-ah!" Siyeon menoleh ketika seseorang memanggilnya. Rupanya orang itu adalah Kim Sua.
Siyeon lebih memilih mengabaikan lalu asyik dengan kegiatannya. Menulis puisi.

"Heol, kau masih menulis puisi Siyeon-ah?" Sua mengomentari kegiatan Siyeon.

"Ck minggir unnie. Ini bukan urusanmu!"

"Heol, aku ingin tahu bagaimana jika ada yang tahu hobimu ini." Sua masih menggodanya.

"Katakan saja. Aku tidak peduli," balas Siyeon cuek.

"Astaga, terkadang aku benci dengan sikap dinginmu ini." Sua mulai mengeluh.

"Pergilah jika kau tidak nyaman." kata Siyeon lagi.

"Mana mungkin aku meninggalkanmu di saat kau sendirian."

Siyeon menghentikan kegiatannya. Sua menutup mulutnya merasa salah bicara.

"Siyeon-ah ..." Sua panik melanjutkan kata-katanya.

"Aku tidak pernah merasa sendirian unnie. Jika kau ingin pergi, pergilah. Aku tak peduli." Siyeon langsung pergi begitu saja membuat Sua merasa bersalah.

"Astaga mulutmu Kim Sua." Sua mengacak rambutnya karena membuat Siyeon tersinggung

to be continue ...

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang