Chapter 15

2.6K 201 14
                                    


Jangan lupa vote & Komen
Happy reading!

-------------

Naruto mendesah lelah, setelah apa yang ia lakukan semua itu tidak sedikitpun membuat Boruto maupun Hinata memaafkannya. Duduk di atas perahu sambil merenung seakan membuat otaknya tak bisa berpikir jernih. Ia ingin sekali mengajak mereka piknik dengan sisa uang yang ia punya hasil dari bekerja di perusahaan Haruno.

Naruto akui ia masih memiliki banyak uang di tabungannya, dengan uang itu ia ingin membahagiakan keluarga kecil nya dengan mengajak mereka jalan-jalan mungkin. Waktu yang ia punya hanya tinggal beberapa hari lagi, tapi semua waktu yang terbuang tak memberinya sedikitpun perubahan. Naruto bingung , ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia hanya bisa melampiaskan kesedihannya dengan menangis di atas perahu ini.

Melamun di atas perahu yang mengapung di tengah laut, Naruto terlihat seperti orang yang sedang putus asa. Berharap akan ada hiu yang menerkam nya disini, mungkin dengan seperti itu ia akan diperdulikan. Bahkan tidak hanya Hinata, tapi semua warga juga akan mencari jasad nya.

Naruto kembali mendayung perahunya untuk menepi, pria itu benar-benar kacau sekarang.

"Mommy, kemana pria itu pergi?" Boruto yang sedari tadi tidak melihat keberadaan Naruto merasa heran lalu bertanya pada Hinata yang sedang menidurkan Key di kamar. Sama hal seperti sang mommy, Hinata juga tidak tahu kemana Naruto pergi.

"Oya mommy, hari ini les di mulai pukul 5 sore sampai 8 malam. Aku pulang jalan kaki saja." ujar Boruto memberitahu Hinata.

"Kamu itu masih kecil Bolt, nanti mommy yang jemput," larang Hinata tidak setuju. Masa iya sih bocah Sd di biarkan pulang malam sendirian, mengingat lokasi rumah mereka yang berada sedikit jauh dari tempat les Boruto dan juga sepi sangatlah tak aman. Siang hari saja para penjahat berani memulai aksinya apa lagi malam hari?

Boruto yang mendengar itu mau tak mau hanya mengangguk pasrah.

Naruto baru saja kembali, ia melempar senyum hangat, namun Boruto berjalan melewatinya begitu saja. Sedangkan Hinata, wanita itu membuang muka nya. Dengan ragu Naruto melangkah maju mendekati istrinya, safirnya menatap lekat Key yang tertidur pulas tepat di samping Hinata, pria itu menjatuhkan bokongnya ke lantai, tangannya dengan canggung mengelus surai Key, memandang bayi mungil itu dengan sendu. "Waktu ku tinggal beberapa hari lagi..." Hinata diam tidak menghiraukan, wanita itu menyibukkan dirinya dengan merapikan popoknya Key.

Naruto yang menyadari itu lagi-lagi harus tersenyun kecut, ia menghembuskan nafasnya pelan. "A-apa kau belum bisa memaafkan ku?" suara bariton itu menyadarkan Hinata. Membuatnya langsung mendongak, menatap tajam safir Naruto yang memandangnya sendu.

"Apa kau memikirkan tentang anak yang sedang ku kandung saat itu?" Kali ini pertanyaan Hinata yang membuat Naruto bungkam, pria itu diam seribu bahasa dengan pandangan lirih. Terlambatkah baginya untuk memperbaiki segalanya?

"Kau tahu Uzumaki-san, aku bingung harus menjawab apa pada anak-anak ketika kau tidak pernah lagi mengabari kami. Mereka hanya bisa memandang mu, membayangkan mu pulang dan tidur bersama mereka. " Hinata menghentikan kalimatnya, ia menetralkan deru nafasnya sejenak. "Sore itu Yamato menelpon, kau tahu betapa bahagianya aku dan anak-anak saat mengetahui bahwasanya kau ingin menemui kami? Tapi ternyata, rindu dan pengorbanan kami di balas dengan tragedi. Tragedi yang begitu menyakitkan..."

Hinata tidak bisa lagi menahan air matanya, hatinya begitu perih, sudah cukup ia menyimpan semua kepedihan ini. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari sebuah pengkhianatan, ia benar-benar kecewa kepada Naruto, pria itu sudah mempermainkan cintanya. Dan sekarang, dia datang untuk mempermainkan perasaan putrinya? Hinata tersenyum sinis, ia menghapus jejak air matanya kasar.

-Pursuing a Dream- |EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang