Chapter 7 : Übermasch

386 67 0
                                    

"Hati-hati Yeonjun-ah!" seru ketiga sahabatnya.

Yeonjun tersenyum sambil melambaikan tangannya sampai ketiganya menghilang dibalik tikungan. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, pemuda itu berpikir untuk segera pulang. Jadi ceritanya, setelah kelas malam yang melelahkan itu, Yeoreum mengajak ketiga pemuda Choi menikmati malam sambil menyanyi di tempat karaoke selama satu jam.
Sebenarnya hanya Yeoreum, Soobin, dan Beomgyu saja yang bernyanyi. Yeonjun hanya sesekali tersenyum ketika melihat tingkah konyol para sahabatnya kemudian kembali pada sifat pendiamnya.

Bukan karena tak mau bergabung, tapi pikiran Yeonjun saat ini sedang berkecamuk, mencoba untuk berteori tentang misteri rambut abu-abunya. Apalagi soal perkataan Soobin di kafetaria sekolah, Yeonjun masih memikirkannya sampai sekarang.

Pemuda itu tampak cemas ada apa-apa pada dirinya. Sebab baru saja ia merasakan rasanya punya teman. Baru saja juga ia jatuh cinta, ia ingin menikmati masa mudanya dengan hal-hal wajar. Maka dari itu, ketika Yeoreum membujuknya untuk sejam lebih lama berada disana Yeonjun tak mau, karena ia berniat untuk menanyakan hal ini pada sang nenek.

"Aku pulang!" seru Yeonjun ketika ia masuk kedalam rumahnya.

Tak lama, datang seorang wanita tua yang selalu setia dengan kurva melengkung pada bibirnya, "Ya Tuhan, Halmeoni menunggumu lama sekali. Kenapa baru pulang?"

"Tadi bermain dengan teman," jawab Yeonjun sambil melepas sepatunya.

"Teman?"

Yeonjun tersenyum, "Ne, aku punya teman disekolah baruku."

Sang nenek memberikan senyum terbaiknya, seolah senang dengan apa yang menimpa cucunya, "Woah, bagus kalau begitu. Perlahan, penyakitmu akan sembuh. Ya sudah, ayo makan!"

Yeonjun menuruti perintah neneknya. Pemuda itu lekas duduk diruang makan kemudian mengisi perutnya. Rasa penasaran itu semakin kuat, beberapa pertanyaan hampir keluar dari ujung lidahnya. Tidak nyaman.

"Halmeoni," panggil Yeonjun.

"Hm?"

"Dari mana asal ... rambut abu-abuku?" tanya Yeonjun hati-hati, takut menyinggung sang nenek.

Raut wajah nenek berubah, setiap kali Yeonjun menanyakan hal ini, mimiknya terlihat bingung seolah-olah sedang mencari alasan. Pemuda itu benar-benar cemas jika sampai membuat neneknya tersinggung. Masih ingat kan bagaimana efek penyakitnya?

"Sudah pernah kuberitahu, rambut itu tumbuh dari lahir," jawabnya.

"Tapi, kata teman-temanku, ini aneh. Rambut abu-abu dan mataku aneh. Apa tidak akan terjadi apa-apa padaku?"

"M-maksudm-mu apa? Jangan bergurau, kau tidak punya penyakit dalam," lanjut nenek tergugup.

Yeounjun memutar otaknya, mencoba memproses input jawaban dari sang nenek. Pertanyaan selanjutnya, "Lalu, dimana orang tuaku?"

Uhuk-uhuk!

Belum ada satu detik, Nenek terbatuk ketika mendengar pertanyaan dari Yeonjun. Sontak pemuda itu memberikan air minum pada nenek.

"Mian, Halmeoni. Jika kau tak mau memberi tahu juga tak apa," kata Yeonjun.

Nenek menggoyangkan tangannya, "Aniya, mungkin saatnya kau tahu semuanya."

Helaan napas berat terdengar begitu jelas ditelinga Yeonjun. Pemuda itu mendapati perubahan mimik sedih diwajah keriput sang nenek. Ia menunggu nenek mulai menguatkan diri untuk berbicara.

"Orang tuamu...,"

"Mereka...,"

Yeonjun mendapati mata nenek berkaca-kaca. Salahkan Yeonjun menanyakan hal ini? Ada apa dengan orang tuanya?

Crown || Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang