Puisi dan Bunga Terakhir

134 73 8
                                    

Ditengah heningnya malam di awal bulan Juli, aku tergumam di tengah nya, membaitkan puisi terindah untuk seorang wanita yang ku kenal sejak SMP.
Sebut saja Nanda namanya, gadis nan lugu dengan kepolosannya yang sekarang tidak mampu lagi untuk bersamaku di dunia ini.
Ya, karena satu kecerobohan dariku, yang membuatku menyesal seumur hidupku.
Dan saat puisi terakhir aku ingin persembahkan untuknya.

Cerita ini berawal dan berakhir bersama di bulan Maret.Waktu itu kami bertemu setelah lama terpisah 3 tahun lamanya, secara tidak sengaja bertemu di perpustakaan kota di saat aku ingin mencari referensi untuk redaksi di suatu majalah. Awalnya ragu-ragu kami saling pandang, sampai akhirnya dia menegurku lebih dulu .

"Rioo...Kamu rio kan??" tanya dia di balik senyuman.
"Iya... Maaf, kamu siapa ya? Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" jawabku sambil bertanya balik kepadanya.
"Ya Tuhan kamu lupa denganku rio?ini aku Nanda, teman kamu SMP.." jelas dia dengan penuh yakin.
"Hmm, bentar.. yakin kamu nanda? Wah, nampak beda kamu sekarang ya, sudah pandai berhias diri.." ujarku kagum melihat perubahan dratis dia, dulu tidak pandai berhias , sekarang seperti bidadari.

Setelah banyak bercakap, akhirnya kami teruskan acara reuni ini dengan tidak menyiakan waktu di sebuah restoran fast food. Bercanda kesana kemari sambil nikmati makanan kesukaan masing-masing. Dan akhirnya bertukar nomor WA. Dan tidak terasa waktu menunjukkan bahwa harus segera jemput adekku pulang sekolah.

"Nanda, maaf ya... aku harus jemput adekku plg sekolah, kapan-kapan kita sambung lagi ya" pamitku.
"Ohh, oke Rio.. makasih ya sudah nemenin aku 2jam ini, jangan lupa nanti WA ya" jawabnya.
"Siap, nona cantik...hehehe" candaku.

Lepas itu lansung aku tancap gas mobilku menuju sekolahan adek. Dengan bahagia buru-buru ingin cepat sampai rumah dan chattingan bersama Nanda. Setelah sampai, lansung menuju tempat tidur yang menanti untuk melanjutkan hal yang tertunda tadi di restoran.

Aku genggam HP dan mulai chattingan dengan nanda dan sepakat untuk ketemu yang kedua kalinya malam hari. Dan rencanaku untuk menyatakan cinta ketika kita bertemu.
Tidak perlu waktu yang lama, kertas surat yang paling cantik dan pena ku raih untuk menuliskan puisi pertama dan terakhir tersebut.

" Waktu boleh memudarkan sang masa.
Waktu boleh memudarkan kenangan.
Namun sang waktu tidak mampu pudarkan adanya kita...
Taukah kamu sejak dulu sampai sekarang rasa ini tersimpan rapi untukmu.
Ya rasa untuk memilikimu seutuhnya untuk sah bersama jalani hidup.
Lingkarkan cincin di jemarimu sebagai janji setiaku.
Akhh.. Apakah kamu mau? bersanding denganku yang jauh dari sempurna?"

Begitu isi puisi yang aku tulis, sederhana dan tidak istimewa sih. Terlipat rapi sudah di tambah sekuntum mawar sebagai hiasannya.

Setelah lama menunggu, tibalah waktunya untuk bertemu di tempat yang di tentukan.
Dengan sabar aku menunggu dan menunggu hingga 1 jam lamanya. WA tidak dibalas, telepon tidak diangkat. Sampai akhirnya ad telepon masuk ke HP dan ku angkat dengan harapan itu Nanda.
Tapi sayang itu bukan darinya, melainkan dari kakaknya, sambil menangis menyampaikan kalau Nanda di rawat di ICU dan koma.
Tidak bisa berkata apa pun, lansung aku menuju Rumah Sakit dimana dia dirawat sesuai petunjuk kakaknya. Sampai sana tanpa basa basi aku tanya.

"Nanda kenapa mbak? kok bisa masuk ICU?" tanyaku.
"Kamu Rio teman Nanda waktu SMP kan? yang pernah nolak dia dulu? asal kamu tau ya, setelah itu dia coba bunuh diri dengan minum obat-obatan, livernya rusak, gak bisa pulih, sekarang dia gini juga karena kamu, puaskan?" jawab kakaknya.

Aku bingung mau apa, tidak mampu untuk apa pun kecuali menangis sejadinya, gak peduli harga diri jatuh gara-gara menangis.

"Iya memang aku salah menolak dia sewaktu SMP, tapi juga sudah ku jelaskan kalau belum siap untuk pacaran dan mau fokus sekolah, tapi kenapa jadi seperti ini", jawabku.
" Mbak.. ku mohon ijinkan aku menemaninya sekarang, jujur aku sayang dia dari dulu, gk mau kehilangan dia.", lanjutku memohon.

Tanpa perlu persetujuan lansung saja aku nyelonong masuk kamarnya, sambil terus menangis ku peluk dirinya sampai akhirnya dia menggerakkan jarinya sedikit-sedikit. Saat itu juga aku menyerahkan puisi dan melamarnya, berharap mukjizat ada. Tapi sayang Tuhan lebih sayang padanya, saat itu juga dia menghembuskan nafas terakhir nya.

Terpaku aku disudut ruangan melihat orang yang aku sayang telah tiada gara-gara aku. Dengan penuh penyesalan aku langkahkan kaki pergi menjauh.

3 hari setelah pemakaman, aku beranikan datang ke makamnya sambil membawa puisi, dan bunga terakhir. Tidak cuma itu, sengaja aku beli cincin sepasang terukir nama Nanda Rio. Aku tinggalkan cincin atas nama Rio di pusara nya dan kusimpan cinicin atas nama Nanda untukku.

Bahagialah sayang, Tuhan bersamamu di Surga.
Aku selalu mencintaimu disini, semoga kelak kita berjodoh di dunia yang lain, karena dunia ini memang belum untuk kita..

Puisi dan Bunga TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang