CH 01

10 0 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 10 kurang 3 menit. Oh, Tuhan, percepatlah waktu agar aku tidak lama merasakannya.

Aku harus segera duduk di atas kasur, atau dia akan memakiku lebih dari ini. Oh, atau mungkin akan menyiksaku seperti dulu. Di saat aku tidak naik ke atas kasur, ia justru menendangku hingga perutku terasa sakit. Aku tidak mau lagi mengakuinya sebagai Ibuku.

Derap langkahnya terdengar memburu. Aku yakin Ayah tidak akan mendengarnya. Tentu saja, Ayah berada di kamar atas, kamarku berada di ujung lorong. Mustahil Ayah mendengarnya.

Tidak lama, pintu kayu kamar terbuka. Terlihatlah sosoknya. Matanya sembab, rambut coklatnya acak-acakkan.

"Zoey Almiranda Azalea," panggilnya.

Aku yakin dia akan memaki mataku.

"Matamu terlalu buruk di wajahmu."

Oh, ayolah. Tidakkah kaulihat rambutku yang coklat indah ini? Atau kulit putihku yang menjadi idaman banyak lelaki? Atau bintik-bintik di pipi merahku yang lucu ini? Kenapa kauhanya melihat mataku saja?

"Seharusnya kautidak pernah lahir."

Dan seharusnya kautidak pernah melahirkanku. Sungguh, aku benci.

Kurasa seharusnya aku tidak bebisik dengan kata-kata seperti itu. Karena tamparan yang diberikannya, dua kali lipat lebih sakit dari biasanya.

"Apa katamu? Kau yang seharusnya tidak perlu ada di dunia ini! Sungguh, aku bingung kenapa John begitu menyayangimu."

Tamparan, cacian, hinaan, semuanya dikeluarkan olehnya. Tidak ada satu kata kasarpun yang terlewati dari mulut hinanya itu. Dia menambah luka dan lebam di tubuh ini. Walau aku sudah mengobatinya pada siang hari, rasa sakitnya tetap terasa.

Air mataku keluar dengan derasnya. Ini bukan sakit fisik, ini sakit hati. Rasanya patah hati terbesar adalah ini. Rasanya cermin yang berguna telah dipecahkannya. Walau bisa diperbaharui, tetap saja, ia takkan bisa kembali sempurna.

Oh, Tuhan, bukankah Engkau Maha Adil? Lalu kenapa ujian sebesar ini datang padaku?

Aku berbisik pada saat ia sudah selesai memperlakukanku dengan tercela itu. Aku rasa, ia akan kembali lagi bila ia mendengarnya dengan jelas.

Kali ini tangan kananku terasa sangat sakit. Aku takut melihatnya, kalau-kalau berdarah. Tapi, rasa penasaranku memenuhi hasratku. Kulirik tangan kananku.

Apakah dia tadi melukaiku dengan pisau juga?

Who am I? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang