"Jikalau saya jatuh cinta pada pandang pertama. Tolong sadarkan saya, bahwa itu hanya kekaguman semata"
°°°°
"Sadewa, hati-hati di sana.. Jangan di ambil hati perkataan orang kaya di sekolah baru kamu nanti. Acuhkan mereka, jangan ikuti arus nakal anak-anak kota"
Bintang berhambur di luasnya malam. Seakan merentangkan tangan untuk memeluk dinginnya kelam.
Saya menatap gelap di luar sana, melalui jendela kereta yang kini memecah sunyi
dengan suara roda-roda besinya.Teringat pula perkataan Bunda Maryam tadi sore saat mengantar saya ke stasiun, begitu liarkah di luar sana, apakah saya bisa menjaga diri saya ini dari kenakalan masa kini? Itulah yang saya takutkan juga khawatirkan. Anak dari desa ini tak tahu apa-apa mengenai yang namanya 'kota' hanya pernah lihat sekali dalam televisi.
Macet.
Yang saya simpulkan tentang kota.
"pokoknya kamu harus jaga mental juga diri kamu Sadewa, kata bunda kamu ini anak pintar, bisa memilah mana yang benar mana yang salah"
Saya menyemangati diri saya sendiri. Tujuan saya ke kota adalah untuk menempuh pendidikan bukan untuk menikmati hura-hura di sana, yang menanti para awak muda.
°°°°
Sudah sampai.
Saya keluar dari rumah si kereta yang dengan senang hati mengantarkan saya jauh-jauh dari desa terpencil ke kota yang sangat besar ini.
Saya mengambil ponsel butut yang kata orang bilang 'ketinggalan jaman', apa peduli saya. Yang penting bisa digunakan untuk telepon juga sms bunda di desa sana."Halo pak, saya sudah di stasiun, ohh bapak sudah di luar? Oh ya ya saya menuju kesana sekarang" saya akhiri panggilan saya dengan Pak Darman, petugas yang diminta menjemput saya untuk mengantar ke sekolah baru yang akan menjadi tempat bernaung ilmu baru.
Saya menengok kanan-kiri mencari seseorang degan ciri-ciri yang sudah di sebutkan. Gemuk, pendek, putih, dan katanya ganteng. Saya tidak tahu definisi ganteng yang sebenarnya. Di desa banyak wanita yang melamar saya, kata mereka saya ganteng. Padahal saya tidak kaya mau kasih makan apa jika saya nikah muda dengan salah satu diantara mereka. Menurut saya, ganteng saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan para wanita juga gadis-gadis ber-make up tebal itu.
Mobil warna merah, ah itu disana. Dengan bapak-bapak sesuai ciri-ciri. Saya menghampiri bapak tersebut,
"Permisi,Pak Darman?" sapa saya ramah.
"Astagfirullah Masyaallah" Saya melihat Pak Darman terkejut saat melihat wajah saya.
"E-eh iya mas, saya Darman, situ siapa ya?"
Akhirnya ketemu juga Pak Darman, saya menghela napas lega.
"Saya Sadewa pak, siswa yang mendapat beasiswa untuk sekolah di SMA Swasta Harapan Bangsa" jelas saya pada Pak Darman yang kini mengamati saya dari atas hingga bawah.
"Masyaallah mas, saya kira situ artis atau model luar negri lho! Habis ganteng maksimal kaya gini" Pak Darman masih memandangi saya dari atas hingga bawah, apa ada yang salah dengan tubuh saya?
KAMU SEDANG MEMBACA
SADEWA
Teen FictionNama saya Sadewa. Hanya Sadewa, tidak kurang dan tidak lebih. Jatuh cinta pada gadis yang terbilang 'liar'. Namun wajahnya yang bagai bidadari itu mampu membius saya seketika. Saya berusaha menghindar, namun hati saya malah berusaha mendekat. Athen...