Eleven

3.9K 275 59
                                    

Aroma obat-obatan menyeruak memenuhi rongga hidung. Hari ini Alea menjenguk Aeris sambil membawa sekeranjang buah.

"Bagaimana kabar Kakak?"

"Kabarku jauh lebih baik karena kamu. Terima kasih banyak, Alea."

"Kak Aeris sudah tahu kalau aku yang mendonorkan darah untuk Kakak?"

Aeris tersenyum. "Iya, Anne yang memberitahu. Kalau tidak segera mendapat donor darah, mungkin aku tidak bisa berbicara denganmu lagi. Terima kasih banyak, Alea"

"Sama-sama. Aku senang bisa menolong Kakak."

Aeris kembali tersenyum, selain memiliki paras cantik, Alea ternyata gadis yang sangat baik. Sungguh sangat beruntung lelaki yang akan menjadi suaminya kelak.

"Kak Aeris mau buah apel? Alea kupasin, ya?"

"Tidak perlu repot-repot. Aku bisa mengupasnya sendiri," tolak Aeris halus.

"Bagaimana mungkin Kak Aeris bisa mengupas apel dengan tangan diinfus?"

Aeris refleks melihat tangan kanannya. Gadis itu memang kesulitan menggunakan tangan kanannya karena diinfus. Waktu sarapan pun dia terpaksa meminta tolong Leon untuk disuapi.

Wajah Aeris tiba-tiba terasa panas karena teringat tidur satu ranjang bersama Leon semalam. Lelaki itu bahkan memeluknya dengan erat.

"Kenapa wajah Kak Aeris memerah?"

"Tidak apa-apa," jawab Aeris malu-malu. Apa wajahnya sekarang memerah hanya karena memikirkan Leon?

Astaga!

Alea mengambil satu buah apel di atas meja. Tubuh gadis itu menegang saat melihat jam tangan Rolex yang tergeletak di samping vas bunga. Jam tangan itu terlihat sangat tidak asing di matanya. Mirip sekali dengan jam tangan milik mantan kekasihnya.

"Ada apa, Alea?"

Alea tergagap. "Tidak ada apa-apa."

Alea mendadak gelisah. Gadis itu mengupas buah berkulit merah itu dengan perasaan tidak karuan sambil sesekali melirik jam tangan Leon.

'Tidak mungkin jam tangan itu milik Leon, Alea. Jam tangan itu tidak hanya ada satu di dunia, jernihkan pikiranmu. Itu pasti bukan milik Leon,' batinnya.

"Ah ...." Alea meringis karena jarinya tidak sengaja terkena pisau.

"Kenapa jarimu bisa terluka, Alea?" Aeris panik karena takut melihat darah.

Alea meringis sambil menekan ibu jarinya yang berdarah. "Kak Aeris punya tisu?"

Aeris mengangguk. "Itu di sofa."

Alea pun beranjak untuk mengambil tisu. Namun, perhatian gadis itu tiba-tiba teralihkan pada kemeja putih yang tergeletak di ujung sofa. Kemeja putih itu mirip sekali dengan kemeja yang dia berikan ke Leon. Wangi kemeja itu pun sama dengan aroma tubuh Leon.

Tubuh Alea menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak melihat tulisan 'A&L' di bagian kerah. Singkatan dari namanya dan Leon. Alea sekarang benar-benar yakin kemeja itu milik Leon karena dia sendiri yang membuat tulisan tersebut.

Kenapa kemeja Leon ada di kamar Aeris? Ada hubungan apa mereka?

"Alea!"

Alea tergagap karena mendengar suara Aeris. Gadis itu segera menaruh kemeja Leon kembali di sofa.

Menikah dengan Keponakan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang