MALAIKAT DARI PESANTREN
Siang itu, di pondok pesantren Banyuanayar Potoan Daya Palengaan Pamekasan, tepat di lantai I masjid jami’ PP Banyuanyar, sedang berlangsung acara pembekalan guru tugas. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun, para santri Kls XII SMA sederajat, baik yang program reguler atau intensif, yang sebentar lagi akan menjalani pengabdian ke masyarakat, wajib untuk mengikutinya. hal ini dimaksudkan agar ketika mereka sudah bergaul dengan masyarakat secara langsung dapat menjaga etika dan nama baik pondok.
Ketika acara sedang berlangsung, Aziz, salah satu santri terkenal alim dan waro’ yang berada tepat di barisan paling depan merasa sakit perut. Dia ingin pamit tapi merasa enggan untuk meninggalkan materi yang menurutnya amat berharga. Kebetulan temanya pada saat itu tentang amanah “Ingatlah wahai saudara-saudara kaum santri yang sangat saya cintai, bahwa setiap sesuatu yang ada di bumi ini adalah amanah. hidup, harta, bahkan ilmu yang sedang kita pelajari, adalah amanah yang harus kita jaga dan menggunakan hanya di jalan Allah.” Begitulah kata prof. Dr Jalaluddin Gunawan, dosen di UI selaku pamateri, amat indah terdengar di telinga Aziz, hatinya bagai bertaburan ribuan bunga yang semerbak menebarkan keharuman.
Sekuat tenaga dia menahan sakit perutnya agar hingga sampai selesai acara, tapi apa mau dikata, Aziz benar-benar sudah tidak tahan lagi, segera dia pamit ke bagian divisi guru tugas yang sedang menjaga untuk pergi ke kamar mandi tamu, jaraknya tidak terlalu jauh. Berjalan kaki beberapa menit saja sudah sampai, dia menuruni tangga dengan sedikit tergesa-gesa, di luar, udara terasa sedikit panas. Aziz tak menghiraukan, karena dia ingin cepat-cepat bergabung kembali ke pembekalan tadi, dia merasa sayang kalau harus ketinggalan materi yang amat berharga itu.
@@@
Sementara di waktu yang bersamaan, RKH Hasan syarqowi syafiuddin, biasa dipanggil KH Hasan, yang baru selesai berwuduk keluar dari kamar mandi tamu. Dia datang ke pondok pesantren Banyuanyar bersama anak perempuan dan menantunya, yang kebetulan mendaftar jadi PJGT di pondok pesantren Banyuanyar. baru pertama kali mereka mengambil guru tugas pada tahun itu. Kh Hasan berjalan santai keluar dari kamar mandi, dia tidak sadar kalau barang yang amat berharga miliknya sedang tertinggal di kamar mandi tempat dia berwuduk tadi.
@@@
Di sisi lain, Khumairoh, perempuan yang terkenal baik dengan kecantikan wajah seperti bidadari di pondoknya Annuqoyah guluk-guluk sumenep, berjalan keluar dari mobil abinya. Hari itu memang dia sedang pulang karena sakit dan baru sembuh. Mengurung di rumah sendirian dengan selang infus beberapa hari, membuatnya jenuh. Maka ketika abinya bilang mau pergi ke pondok pesantren Banyuanyar kontan dia mau ikut untuk sekedar menghilangkan rasa jenuh yang rasanya sudah berada di puncak. Khumairoh melangkah pelan, inginnya mau ke koprasi baju yang kebetulan berada tidak jauh dari arahnya berjalan. Ketika hampir sampai, tiba-tiba dari samping kanan ada orang yang menabraknya. Dia seorang laki-laki, dilihat dari raut wajah, nampak dia sedang terburu-buru.
“Adu...h maaf mba’, saya tidak sengaja, saya buru-buru!.” Ucap laki-laki itu sambil menundukkan wajah. Sekilas Aisyah melihat wajahnya, Terlihat teduh dipandang. dia mengangguk pelan.
Laki-laki itu kemudian melangkah sedikit berlari. Dada Khumairoh berdebar tatkala melihat wajah laki-laki itu secara sempurna. Tampan, bersih dan amat memesona. Khumairoh terpaku di tempatnya berdiri, untuk beberapa saat dia terbengong wajahnya seperti malaikat yang bersinar mengalahkan matahari. gumamnya dalam hati. Sementara itu, dari arah yang sama, Abinya berjalan sambil tersenyum.
“Hmm mau kemana anak Abi ini, kok keluar dari mobil?”. ucap Abinya. Khumairoh hanya membalas dengan senyuman sambil menggelengkan kepala.
“Khumairoh jenuh di mobil sendirian bi, Abi dan kakak tidak kunjung datang.”
“Tadi Abi masih ke kamar mandi. Kalau tidak mau keman-mana kamu tunggu Abi di mobil saja, Nanti abi nyusul, Ya?” Khumairoh mengangguk. Kemudian dia berjalan kembali dengan bayangan laki-laki yang tadi menabraknya. Jantungnya berdetak begitu cepat, seperti ada hawa dingin yang masuk kedalam jiwanya. Duh gusti, perasaan apa ini? Bisiknya dalam hati sambil terus berjalan.
@@@
Aziz sudah sampai ke kamar mandi. Dia amat ingin segera menunaikan hajat yang sudah dari tadi ia tahan. Dia masuk ke kamar mandi yang pintunya sudah terbuka. Lima menit lamanya Aziz menunaikan hajat. Rasanya amat ringan ketika sudah selesai.
Setelah bersuci, dia kemudian berwuduk dan berdoa kepada Allah sebagaimana doa yang telah ia pelajari selama mondok. Tiba-tiba, ketika ia mau keluar, matanya melihat sebuah tas bergelantung di tembok samping kirinya. Dia penasaran. Tas siapa itu gerangan?. Awalnya dia mau keluar dan mengabaikan tas itu. tapi dia teringat materi yang baru saja disampaikan prof. Dr Jalaluddin Gunawan tadi sebelum dia pamit keluar, “Ingatlah wahai saudara-saudara kaum santri yang sangat saya cintai, bahwa setiap sesuatu yang ada di bumi adalah amanah. hidup, harta, bahkan ilmu yang sedang kita pelajari ini adalah amanah yang harus kita jaga dan menggunakannya hanya di jalan Allah.” Kembali kata-kata itu tergiyang di telinganya. Dia sadar, bahwa tas itu adalah amanah yang harus dia bawa dan dikembalikan kepada pemiliknya.
Dengan begitu yakin, kemudian Aziz membawanya keluar. Tampa malu dia menanyakan kepada orang-orang yang berada di dekat tempat itu. tidak ada yang mengakui, hampir saja dia putus asa, kalau saja tidak ingat akan pentingnya mengemban amanah, karena amat lelah, kemudian Dia duduk di teras depan koprasi baju. Pikirannya menerawang, siapakah gerangan pemilik tas itu?
Iseng kemudian Aziz melihat kedalam koprasi, tampak di sana ada seorang laki-laki setengah baya memakai songkok putih dengan lilitan sorban di bahu , dia sedang melihat baju koko berwarna putih. Dalam angan Aziz mungkin saja orang itu tau siapa pemilik tas yang baru saja ia temukan. Dengan semangat yang kembali menyala kemudian dia masuk menghampiri laki-laki itu.
“Assalamualaikum Pak, maaf mengganggu, numpang tanya, apakah bapak tahu pemilik tas ini?” ucap Aziz sambil menunjukkan tas temuannya tadi. Laki-laki itu nampak amat terkejut.
“Walaikum salam. Hah!, ya ampun! Ini kan tas milik saya!. Dimana kamu menemukannya nak?”
“Di kamar mandi tadi pak. Mungkin bapak lupa membawanya” laki-laki itu hampir saja menangis. Dia membuka tas itu dan memeriksanya “Alhamdulillah, isinya masih utuh. Terima kasih nak , kamu orang yang amanah.” Aziz hanya mengangguk sambil menyunggingkan senyum. Dia memang tidak melihat isi tas itu, dan memang tidak ada niat sama sekali untuk melihatnya. Untunglah kalau isinya masih utuh.
“Tas ini amat berharga nak, saya amat berterima kasih pada kamu. Sebagai rasa syukur dan terima kasih saya, sudi kiranya kamu menerima ini walaupun tak seberapa nilainya” ucap laki-laki itu sambil menjulurkan beberapa lembar uang ratusan kepada Aziz.
“Terima kasih pak. Saya tidak bisa menerima ini. Itu hanya kebetulan dan memang sudah kewajiban saya untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Itu adalah amanah yang harus saya pertanggung jawabkan. Saya ikhlas melakukannya” Ucap Aziz takdzim sambil menelungkupkan tangan di dadanya. bergetar hati Laki-laki itu. Air matanya jatuh. Dia seperti melihat malaikat di depannya. Baru sekarang di era yang penuh dengan kebohongan ini menemukan orang yang hati dan jiwanya jelmaan malaikat. Jujur dan sikapnya yang sopan tak akan ada tandingannya.
“Semoga Allah merahmatimu nak” ucapnya sambil memandang haru pada Aziz, berapa bulir air mata tampak menggenang di pelupuk matanya.
@@@
Aziz sudah kembali ke tempat pembekalan tadi. Hatinya terasa damai karena sudah membantu orang tadi. Semoga saja amal yang dia perbuat diterima di sisi Allah, agar nanti ia dapat memetik manisnya keimanan di kehidupan yang akan datang. Pembekalan hari itu pun berjalan dengan begitu indah. Karena materi yang disampaikan tentang amanah dan keikhlasan. Hati Aziz bagai dedaunan yang sudah melewati musim gugur yang begitu panjang. Terasa tenang dan damai.
Tinggal beberapa bulan lagi hari tugasan akan sampai. Dia harus benar-benar fokus dan giat belajar agar dapat menjaga amanah yang diembankan ke pundaknya. Dia tidak ingin mengecewakan pondok tercinta yang selama ini sudah mengajarinya arti keikhlasan dan kesabaran.
@@@
Sementara itu, sejak pulang dari pondok pesantren Banyuanyar dan kembali ke pondoknya Annuqoyah, Khumairoh sering melamun sendirian. Dia selalau teringat pada wajah laki-laki yang tidak sengaja menabrakya dulu di PP Banyuanyar. Seakan wajah itu sudah mengakar dan mulai tumbuh menaburkan benih-benih rasa cinta. Ya!, Khumairoh memang sudah jatuh cinta pada laki-laki itu. namun apalah yang bisa ia lakukan. bagaimana dia akan mewujudkan cintanya sementara Laki-laki itu tak ia kenal. Maka hanya doa dan air matalah yang setia menemaninya. Setiap hari dia selalu berdoa, bermunajat kepada Allah agar dipertemukan kembali dengan laki-laki itu dalam ikatan suci dan belaian Ar-Rahman.
@@@
Waktu berjalan begitu cepat. Tampa terasa hari yang ditunggu-tunggu oleh santri Kls XII sederajat PP Banyuanyar telah sampai. Yaitu hari pemberangkatan guru tugas. Aziz adalah salah satu dari mereka. Wajahnya berkeringat, penasaran ingin tahu PJGTnya. Menurut keterangan yang didapat, dia ditugas di daerah sergang batu putih PP Raudlatussyabab Sumenep. Dengan nama PJGT KH Kholid. Awalnya Aziz mengira PJGTnya sudah sepuh. Karena rata-rata yang menjadi PJGT semua udah lanjut usia. Tapi ketika bertemu, ternyata PJGTnya masih muda. Sekitar 30 tahun umurnya. Dan lagi yang membuat dia agak gerogi, ternyata dia merupakan guru tugas pertama untuk PP Raudlatussyabab pada saat itu. panas dingin rasanya. Aziz kemudian pamit setelah beberapa saat berbicara dengan kedua orang tuanya. Terlihat air mata kebahagiaan jatuh dari pelupuk mata mereka. Mereka nampak bahagia dan bangga karena telah berhasil dengan jerih payah membiayai anaknya sampai selesai mondok.
Kemudian Aziz mencium tangan kedua orang tuanya sambil minta didoakan agar sukses dalam menjalani amanah pondok yang sedang ia emban. Lalu dia dan PJGTnya berjalan menuju tempat parkir. Angan Aziz tak menentu. Orang tua, tempat tugas, teman satu perjuangan, semua bercampur jadi satu. Ketika sampai di parkiran, terlihat PJGTnya masuk ke sebuah mobil Avanza berwarna putih mengkilat. PJGT Aiziz hanya sendirian menjemputnya. Maka sejak saat itulah tugas Aziz untuk mengemban nama baik pondoknya dimulai.
@@@
Jam menunjukkan pukul 12:00 Wib. Aziz baru sampai ke tempatnya mengabdi. Sebuah kamar di persiapkan untuknya.
“Ust Aziz sholat dulu, setelah selesai sholat, nanti kita pergi sowan ke kiai sepuh” ujar PJGTnya ketika dia baru turun dari mobil. Aziz hanya mengangguk takdzim. Dalam hati ada sedikit rasa canggung karena baru pertama kali dipanggil Ust, dia merasa amat tidak pantas kalau dibandingkan dengan ilmunya yang tidak seberapa.
Kemudian Aziz merebahkan diri di kamar yang sudah ditunjukkan oleh sang PJGT. Angannya masih tidak tenang. PJGTnya tadi bilang setelah sholat akan pergi menemui KH sepuh. berarti yang ia anggap PJGT tadi bukanlah pengasuh dari podok tempat mengabdinya sekarang, akan tetapi masih ada yang lebih sepuh. Dia benar-benar panas dingin, penasaran sama KH sepuh di sana, jangan-jangan KH sepuh ini orangnya keras. Ngeri dia membayangkan. Namun kembali ia meneguhkan hati, bahwa setiap sesuatu itu datangnya dari Allah.
setelah rasa capeknya sedikit reda, Aziz kemudian mengambil wuduk, dia sholat dengan kekhusuan yang amat sangat. Untuk beberapa lamanya dia tenggelam dalam ibadah pada rabnya yang maha agung, mencoba bertaqorrub dan memohon perlindungan, karena masih belum tahu seperti apa sebenarnya kondisi tempat ia mengabdi sekarang, memohon agar diberi yang terbaik.
Selesai sholat, Aziz kemudian berdoa agar dijauhkan dari cobaan yang bisa membuat dia melanggar aturan yang sudah ditetapkan dari pesantrennya.
“Assalamualaikum, Ust Aziz, mari pergi menemui KH sepuh” dari pintu, PJGTnya sudah berdiri. Pintu memang dibiarkan terbuka. Aziz menjawab salam sambil kemudian mengangguk. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali berbicara satu atau dua hal, mereka menuju ke tempat KH sepuh dari pondok tersebut. Tak lama kemudian, di ruangan pojok yang dihiasi dengan tulisan kaligrafi arab, Aziz melihat sebuah kamar, di sisi pintu paling atas, dia melihat sebuah nama terpampang jelas di sana, mungkin itu nama KH sepuh. RKH Hasan Syarqowi Syafiuddin.
“Ust duduk dulu di sini, biar saya kasih tahu KH sepuh dulu.” Ucap PJGTnya sambil mempersilahkan Aziz duduk di sofa ruang tamu. Kemudian PJGTnya melangkah ke kamar yang tadi dilihat Aziz, mengetuk pintu dengan begitu sopan.
Aziz semakin panas dingin, Apa gerangan nanti yang akan dia bicarakan kalau sudah bertemu dengan KH sepuh. Seorang paruh baya kemudian keluar, sebentar berbincang dengan PJGTnya. Aziz terhenyak ketika melihat orang yang dibilang KH sepuh. Dia pernah melihatnya. Bahkan pernah berbicara. Aziz kemudian menundukkan kepala. Seakan tak ingin dilihat oleh KH sepuh tersebut. Terdengar suara langkah kaki menghampiri Aziz. Kemudian duduk di sofa yang berada tepat di depannya.
“Apakah kamu guru tugas dari PP Banyuanyar itu?” tanya KH sepuh belum sempurna melihat wajah Aziz yang masih menunduk. Mendengar suara yang amat ia kenal, membuat jantungnya nyaris berhenti. Dengan amat pelan dia kemudian mengangkat kepala. Menghadap KH sepuh.
“Enggih KH. Saya guru tugas yang dari PP Banyuanyar” ucapnya takdzim. Melihat wajah Aziz secara sempurna, KH sepuh nampak terkejut, pikirannya jauh menerawang ke masa silam, dimana kejadian itu sudah beberapa bulan berlalu dan selalu membayangi angannya.
Wajah itu?, wajah yang sedang ia lihat sekarang adalah wajah kejujuran yang telah menolongnya. Wajah yang hampir setiap hari ia harapkan agar dapat menjadi bagian dari keluarganya. Dan sekarang, dia berada di hadapannya, menjadi guru tugas?. Ya! Dialah Aziz, orang yang telah menyelamatkan tas berisi uang lima ratus juta untuk digunakan sebagai biaya pembangunan madarasah.
Kejadian itu terulang kembali di memori KH sepuh, dimana dulu Aziz dengan keikhlasan hati dan kebersihan jiwanya mengembalikan tas yang amat berharga ketika tertinggal di dalam kamar mandi tamu PP Banyuanyar. KH sepuh benar-benar haru. Karena doanya dikabulkan oleh Allah. Dia yakin, di tangan orang seperti Aziz inilah santrinya akan menjadi lebih baik.
Dengan air mata berlinang KH sepuh itu kemudian memeluk Aziz, PJGTnya Aziz yang melihat itu bingung sekaligus terharu, karena baru pertama kali melihat KH sepuh yang merupakan mertuanya menangis sambil memeluk orang yang sekalipun tak pernah ia tahu.
“Engkaukah malaikat itu nak? Allah telah mengabulkan doaku agar suatu saat engkau dapat menjadi bagian keluarga ini.” KH sepuh melepaskan pelukannya. Kemudian memandang ke PJGT Aziz.
“Tahukah kamu guru tugas ini menantuku?” yang ditanya menggeleng.
“Dialah yang aku sebut orang yang mempunyai hati seputih malaikat. Dialah yang telah menyelamatkan tas yang akan digunakan untuk membagun madrasah ini.” Ucap KH sepuh masih dalam suasana keharuan.
PJGT aziz tercegang, mertuanya memang pernah cerita tentang orang yang menolak diberi hadiah dengan alasan ikhlas melakukannya. Dia sempat salut. dan sekarang orang itu berada di depannya, akan menjadi pembimbing dari santri-santrinya nanti.
Sementara itu, aziz menundukkan kepala, dia merasa terharu, orang yang pernah ditolong ternyata adalah pengasuh dari tempatnya dia mengabdi sekarang. Dunia memang sempit. Padahal sedikitpun dia tak pernah membayangkan akan bertemu dengan orang yang tak pernah ia sangka akan bertemu kembali. Tapi lihatlah!!, sekarang dia sedang bertatap wajah dengannya, Allah memanglah dzat yang maha kuasa. Subhanallahwalhamdulillahwallahuakbar.
@@@
Sudah beberapa minggu ini Khumairoh tak tenang pikirannya. Kemaren orang tuanya mengunjungi dia ke pondok. Bukan apa yang membuat dia tak tenang, tapi permintaan Abinya yang ingin menjodohkan dia dengan lak-laki pilihannya. Dia merasa galau, hidup rasanya tak lagi berarti. Bayangan laki-laki yang dulu pernah menabraknya kini benar-benar talah terpatri dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dia benar-benar sudah jatuh cinta pada laki-laki itu. Sejatinya dia masih menunggu, akan tetapi permintaan orang tua juga tak bisa ia abaikan. Dia tidak ingin mengecewakan orang yang selama ini telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Akhirnya dia hanya pasrah kepada Allah. Mengharap menjadi yang terbaik bagi keluarga dan dirinya sendiri. Lima hari lagi akan tiba perjodohan itu, berbarengan dengan Haflatul Imtihan di rumahnya. Dia memang seorang neng. Putri seorang ulama’ tekemuka. Kini hanya air mata yang setia menemaninya setiap hari.
@@@
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah satu tahun Aziz Menjalani tugas dengan sangat baik tampa sedikitpun melanggar aturan yang ditetapkan dari pondoknya. Nanti malam adalah perpisahan antara dia dan santri-santri yang selama ini telah ia didik dengan kesabaran dan ketulusan hati. Antara sedih dan bahagia di hati Aziz. Sedih karena harus meninggalkan tempat yang sudah satu tahun banyak mengukir kenagan di memorinya. Bahagia karena telah menyelesaikan tugas dengan baik. Besok dia harus pulang. Sekarang dia lagi beres-beres memasukkan semua kitab dan baju ke dalam tas. Disaat sedang lagi asyik berkemas, tiba-tiba Abdul, seorang Khodim di pesantren itu datang sambil tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Maaf Ust Aziz dipanggil kanjeng kiai di ndhalem” ucapnya sedikit terburu-buru. Aziz segera menyelesaikan pekerjaan. Kemudian dia melangkah pergi ke tempat KH sepuh biasa bersantai. Di ruang tamu, terlihat KH Hasan sudah menunggunya. Setelah memanggil salam dan mencium tangan KH, Aziz kemudian duduk.
“”Nak aziz. Selama satu tahun kamu mengabdi di sini. Tampa sedikitpun masalah yang kamu perbuat. Saya bangga padamu. Sekarang saya memanggilmu ke sini, tiada lain untuk membicarakan sesuatu yang amat penting. Bahkan ini bisa menyangkut masa depan pondok ini.” Aziz menunduk tampa bersuara. Dia hanya mendengarkan ketika KH Hasan langsung memulai percakapan.
“Begini Nak Aziz, sejak saya bertemu pertama kali denganmu di pondok pesantren Banyuanyar, merasa salut dengan ketulusan hatimu, Benar-benar Sulit mencari orang yang memiliki hati sepertimu. Dan sungguh saya amat merasa berat melepasmu besok untuk meninggalkan pondok ini. Maka kalau kamu setuju, dengan penuh harap, Maukah kamu kalau saya jodohkan dengan anakku?”. Aziz hampir saja pingsan mendengar pertanyaan itu, dijodohkan? Apakah dia tidak salah dengar?.
“Maaf kiai, saya tidak mengerti maksud kiai?” suaranya sedikit tergagap, memastikan kalau dia memang tidak salah dengar.
“Ya, aku ingin menjodohkan kamu dengan anakku yang baru lulus dari pondok. Gimana, apakah kamu mau?” lama Aziz termenung. Beberapa saat kemudian berkata kembali
“Maaf kiai, bukan saya tidak mau, tapi saya harus bicara dulu dengan orang tua saya, karena ini bukanlah perkara main-mainan, ini menyangkut hidup dan masa depan saya” mendengar itu KH Hasan tersenyum.
“Mereka sudah setuju nak Aziz, tinggal kamu?”.
Kemudian KH Hasan memanggil istrinya. Dari pintu ruang tamu keluar dua orang perempuan dan satu orang laki-laki setengah baya. Yang satunya pastilah isrti kiai. Tapi yang membuat Aziz terkejut adalah dua orang yang bersamanya. Ternyata adalah orang tua Aziz sendiri. Kapan mereka ada di sini?.
“Sejak tadi pagi orang tua kamu sudah ada di sini, saya menyuruh Khodim untuk menjemput mereka. Dan masalah tadi sudah kami bicarakan, mereka sangat setuju dengan itu. Tinggal kamu sekarang, apakah setuju atau tidak?” Aziz benar-benar tidak percaya. Orang tuanya tersenyum dan mengangguk kemudian, menandakan kalau mereka memang benar-benar setuju.
“Tapi saya masih belum tahu putri kiai, bagaimana saya akan memberi jawaban?” ucap Aziz gemetar. Kiai Hasan kembali tersenyum
“Dalam islam, diperbolehkan laki-laki melihat perempuan yang akan dikhitbahnya. Kamu tenang saja nak aziz dia ada di sini” KH Hasan kemudian melirik istrinya seraya memberi isyarat untuk menjemput putrinya. Hati Aziz sekarang benar-benar tak karuan. Dia panas dingin. Dia masih belum kepikiran ke situ, tapi mengapa harus secepat ini?.
Beberapa saat kemudian dua orang perempuan keluar. Yang tak lain istri kiai dan anaknya. Perempuan yang dibawa istri kiai itu menunduk, hatinya tak karuan, dia benar-benar berada dalam kesedihan. dia sudah mempunyai calon sendiri, yaitu laki-laki yang tidak sengaja pernah menabraknya. Tapi permintaan orang tuanya juga tak dapat ia tolak. Maka siang itu dia seperti orang yang sedang menunggu hukuman, air mata mengalir dari wajahnya yang begitu menawan. Dia tidak mau melihat laki-laki pilihan orang tuanya. Pasrah dan tunduk yang hanya bisa ia lakukan.
“Khumairoh, angkatlah wajahmu, biarkan calon suamimu melihat wajahmu secara sempurna” ucapan Abinya amat halus namun buat dia rasanya seperti suara petir yang membumi hanguskan harapan yang selama ini sudah ia pupuk dengan penantian. Dengan amat berat dan beberapa bulir air mata yang mulai mengalir dia angkat wajahnya. Hancurlah semua harapan. Dia merasa tuhan tak adil, padahal selama ini dia sudah setia berdoa dengan kesetiaan dan harapan. Mengharap pertolongan yang maha penolong. Tapi ternyata semua doanya tiadalah arti, karena tuhan sendiri tak mendengar doanya, lantas kemanakah dia akan minta pertolongan kalau tuhan sendiri tak mendengar doanya?.
Wajah Khumairoh sudah basah dengan air mata, kini dia sudah sempurna menghadap laki-laki pilihan orang tuanya, maka pada saat itulah, saat ia menatap wajah itu jiwanya melayang, jantungnya berdetak amat sangat kencang, hampir saja dia jatuh pingsan, air mata yang tadi mengalir deras seketika berhenti dan bibir yang pucat seketika bersinar memancarkan cahaya kebahagiaan. Wajah itu, adalah wajah yang selama ini selalu hadir dalam angan dan mimpinya. Dialah Aziz, laki-laki yang pernah tidak sengaja menabraknya ketika dia berkunjung ke PP Banyuanyar, dan wajah itulah yang selama ini selalu ia sematkan dalam tahajjud dan tahyatnya. Dan sekarang, dia sedang berada di hadapannya, tubuhnya panas dingin, gemetar menunggu tanggapan orang yang sedang ia harapkan. Sementara itu, Aziz sendiri tenggelam kedalam pesona kecantikan bidadari yang sedang berada di hadapan dia sekarang. Untuk beberapa saat ia terbengong tidak berkedip.
”Bagaimana Nak Aziz, apakah kamu mau menerima dia sebagai calon istrimu?” pertanyaan dari KH Hasan membuyarkan lamunannya. Dia tergagap dan menundukan pandangannya. Dadanya bergetar, selaksa cinta Nampak sudah mengisi penuh hati dan jiwanya.
“Saya merasa tidak pantas bersanding dengan orang yang amat sempurna kiyai. Bagaimana saya akan menjawab sementara saya tidak tahu apakah dia sungguh mau kepada saya atau hanya patuh pada KH?, Maka untuk itu saya serahkan saja padanya. Kalau dia mau maka saya pun menerima dengan hati saya yang sekarang sedang berdebar.” Ucapan itu amat lirih, berat, namun penuh makna. Mendengar itu KH Hasan tersenyum, dia tahu apa yang sedang Aziz rasakan, karena bagaimana pun dia juga pernah muda. Lalu dia palingkan wajah pada anaknya yang terlihat menunduk
“Khumairoh anakku, sekarang terserah padamu, berilah jawaban? Silahkan, tidak usah malu” Khumairoh mengangkat wajah, dengan air mata yang mulai mengalir kembali dia berkata.
“Abi, yang karena Allah aku patuh padamu, selama ini sebenarnya Khumairoh sudah punya pilihan sendiri, dia selalu Khumairoh impikan untuk menjadi imam Khumairoh, sampai semua harapan itu sempat pupus ketika Abi datang ke pondok dan mengatakan bahwa Khumairoh akan dijodohkan dengan laki-laki pilihan Abi, remuk redam rasanya hati ini bi,” air mata Khumairoh nampak mengalir, semua orang yang ada di sana terkejut, Aziz mengangkat wajah, KH Hasan Nampak geram.
“Jadi selama ini kamu sudah berpacaran, Abi tidak pernah mengajarkanmu melakukan hal seperti itu Khumaroh, Abi kecewa padamu!!” KH Hasan memalingkan wajah, amarahnya sudah memuncak, hampir saja dia menampar Khumairoh kalau saja tak ingat dia anaknya. tangis Khumairoh makin jadi, dia terkejut dengan perkataan Abinya, dia beranjak dari tempat duduk, kemudian bersimpuh di kaki KH Hasan, ibu Khumairoh terkejut, dia berusaha mencegah tapi Khumairoh sudah sempurna bersujud di kaki Abinya.
“Maafkanlah Khumairoh jika sudah mengecewakan Abi, tapi tolong dengarkan dulu penjelasan Khumairoh bi. Demi Allah Selama ini Khumairoh tidak pernah berpacaran dengan siapapun, laki-laki yang Khumairoh impikan adalah orang yang pernah tidak sengaja menabrak Khumairoh ketika berkunjung bersama Abi ke PP Banyuanyar dulu, setiap hari dan malam Khumairoh selalu mengingatnya abi, dialah yang selama ini selalu hadir dalam mimpi dan angan Khumairoh. Dan tahukah Abi? Siapa laki-laki itu?, dengan hati yang masih bergetar dan detakan jantung yang masih belum berhenti ini, Khumairoh katakan bahwa laki-laki itu adalah laki-laki yang sekarang ada di tengah-tengah kita, dialah laki-laki pilihan Abi, orang yang pernah tidak sengaja menabrak Khumairoh, dialah yang selalu Khumairoh impikan Abi, dan dengan sangat bahagia Khumairoh menerimanya sebagai imam Khumairoh dalam mengarungi samudra yang fana ini, dan siap untuk selalu menjadi temannya di dunia maupun di akhirat nanti, Khumairoh siap mengikutinya kemanapun dia pergi, bahkan kalaupun harus menjalani kehidupan ini dengan berbagai rintangan, Khumairoh siap menemaninya bi” senggukan Khumairoh membuat KH Hasan terharu, dia menyesal sudah marah kepada anaknya, dia amat bahagia karena ternyata pilihannya adalah pilihan anaknya juga. Air mata seketika jatuh mengikuti air mata anaknya. Dia kemudian memegang lengan Khumairoh dan menyuruhnya untuk bangun, dengan air mata yang masih mengallir deras, KH Hasan berkata
“Anakku, maafkanlah Abimu ini kalau sudah salah sangka padamu, Abi sangat bahagia mendengar keputusanmu, Berbahagialah karena calon suamimu adalah jelmaan malaikat, dialah sianar yang berkemilau memancarkan sinar keimanan dan ketakwaan, dia juga yang pernah abi ceritakan padamu yang sudah menolong abi dulu ketika tas abi tertinggal di kamar mandi itu, insyaallah kamu akan muliya hidup bersamanya”KhumIroh kemudian memeluk Abinya dengan perasaan yang amat bahagia, air mata masih sempurna mengalir dari matanya yang sudah sembab.
Sementara Aziz baru sadar kalau perempuan yang dijodohkan kepadanya ternyata adalah orang yang pernah ia tabrak dulu. Dia memang tidak pernah melihat wajahnya secara sempurna, karena dia tidak ingin rasa cinta kepada Rabnya dikalahkan oleh rasa cinta kepada sesama hamba. Baru sekaranglah ia dapat melihat secara sempurna. Yang tampak di hadapannya adalah jelmaan bidadari yang amat menyejukkan hati. Berkali-kali ia lantunkan tahmid, memuji keagungan Allah yang sudah melimpahkan rahmatnya. Saat itulah benih cinta yang amat indah bersemi di hati keduanya. Orang tua Aziz memandang haru, mereka ikut berpelukan karena anaknya mendapat yang terbaik. Sementara ibu Khumairoh ikut memeluk suaminya. Untuk sejenak ruangan itu legang, hanya dipenuhi hawa keindahan cinta. Air mata seakan menjadi hiasan. Seketika itu Aziz menjatuhkan diri, bersujud syukur kepada dzat yang telah memberinya nikmat begitu besar. Sampai akhirnya pertemuan itu berakhir dengan keputusan, pernikahan Aziz dan Khumairoh akan dilangsungkan pada tanggal 22 november 2017 di masjid agung sumenep. Begitu besarnya nikmat Allah yang telah ia limpahkan. Fabiayyiala irbbikumatukadziban Maka nikmat tuhan yang manakah yang kamu dustakan?.
@@@
Begitulah Allah membalas perbuatan
Hamba yang berada di jalannya.
Itu hanya sebagian kecil nikmat yang di berikan
Di dunia.
Lantas seperti apakah nikmat
yang akan di berikan di akhirat?
Wallahu a’lam.
Kita akan tahu kalau kita berada dijalannya.
@@@