Satu minggu libur dari perkuliahan mampu membuat Dhena benar benar kalap tak tahu ingin kemana. Kedua temannya sibuk liburan, sedangkan abangnya dan adiknya pergi menemani papahnya perjalanan bisnis ke Bogor.
Yaampun, Dhena benar benar memiliki hidup yang flat dihari liburnya ini. Makan, minum, kerja, nemani mamanya nutup caffe, makan lagi, terus tidur lagi. Oh my god.
Ponsel Dhena yang berada disampingnya bergetar menampilkan adanya pesan masuk. Tertera jelas bahwa pesan itu dari mamahnya.
Mama ku😘: Na, jangan lupa beli roti bantal pesenan mama dari indomaret.
Dhena mendengus malas, sambil melihat jam yang tergantung didinding rumahnya. Waktu menunjukkan pukul 17.30 ini artinya Dhena harus segera menjemput pesanan mamanya dari indomaret depan komplek, sebelum mamanya pulang kerumah.
Dia beranjak dari atas sofa, sembari menguncir rambutnya yang sedikit acak acakan. Selanjutnya, dia bergegas keluar dari dalam rumahnya.
Tepat saat dia keluar dari dalam rumahnya, Dhena dapat melihat sosok tetangganya yang juga baru saja keluar dari halaman rumah. Dhena tersenyum lebar sembari berlari kecil menghampiri pria itu.
Dia Arka, yang juga ikut menatap Dhena datar. Setelah berada tepat dihadapan pria itu, senyuman Dhena makin melebar.
"Kak Arka mau kemana?" tanya Dhena manis.
"Gak usah sok manis, berlaku barbar ajah kayak biasa, aneh gue ngeliatnya." celetuk Arka sambil melanjutkan jalannya.
"Kak Arka kok jahat?" Dhena ikut berjalan disamping Arka dengan bibirnya yang mengerucut.
"Idih, kok gue jadi jijik sih liat lo sok manis," lanjut Arka geli melihat ekspresi Dhena.
"Kak Arka mau kemana?!" Dhena berucap dengan nada membentak, berbanding terbalik dengan nada bicaranya diawal, dia kesal.
"Nah, gitu lebih baik bar barnya nampak, kan," celutuk Arka sedikit terkekeh melihat wajah Dhena yang makin kusut.
"Gue gak bar bar!" seru Dhena kasar sambil melempar tatapan tajam pada Arka.
"Ini buktinya, mata lo kayak mau nerkam gue."
Entah mengapa, Arka benar benar menyukai saat dimana wajah Dhena dalam mode kesal, yang seakan menjadi hiburan baginya.
"Terserak kak Arka."
"Ada yang marah, nih?" tanya Arka menggoda Dhena.
"Enggak, kok."
"Yaelah, perempuan emang gitu, yah kalau lagi kesal terus ditanya pasti bilang 'terserah' kalau enggak bilang 'gak papa'." papar Arka tersenyum penuh arti, tangannya terangkat mengacak puncak kepala Dhena lembut.
"Ini udah mau hujan, lo mau kemana, sih?" kini Arka yang bertanya serius. Keduanya menatap langit sore yang makin berawan menandakan langit akan segera meneteskan air hujan.
"Ke indomaret, malah gak bawa payung lagi." cerocos Dhena khawatir hujan akan mengguyur tubuh mungilnya.
"Lo kenapa juga pake hot pants sama kaos tipis gitu?" ujar Arka menatap Dhena dari atas sampai bawah.
"Gue gak tau bakal datang hujan." jawab Dhena sekenanya.
Arka mendengus kasar sebentar, sebelum akhirnya melepas hoddie hitamnya yang langsung menampakkan dalaman kaos putih oblong pria itu
"Pake," titah Arka menyodorkan hoddie itu pada Dhena yang malah menjinjitkan alisnya.
"Terus kak Arka?"
"Pake ajah gak usah banyak tanya." titah Arka mengulang.
"Kak Arka suka banget, yah merintah. Gue cium baru tau!" kesal Dhena sambil menarik kasar hoddie milik Arka, yang langsung dipakaikan Dhena pada tubuhnya.
Senyum terbit diwajah tampan Arka yang mendengar ucapan asal ceplos dari gadis mungil disampinya itu. Entahlah, dia hanya ingin tersenyum mungkin.
"Hoddienya besar banget." lanjut Dhena memperhatikan tubuhnya yang tenggelam dalam hoddie milik Arka.
Arka sedikit terkekeh membenarkan ucapan Dhena. Bahkan celan hot pants gadis itu sudah tenggelam saking besarnya hoddie Arka.
"Daripada kedinginan,"
"Topinya dipake, hujan udah mulai datang." ucap Arka sembari bergerak menarik topi hoddie yang dikenakan Dhena, memasangkannya kekepala gadis itu. Hingga menutupi setengah dari bagian kepalanya.
Dhena yang mendapat perlakuan seperti itu hanya dapat menahan nafasnya, apalagi saat dada Arka mendekat kekepalanya. Membuat wangi lavender menyeruak dari pakaian Arka kerongga hidungnya. Posisi kedua nya seakan ingin berpelukkan.
.
.
.
Arka memperbaiki 1) telepon hybrid yang berada distudio kampusnya sembari menekan tombol off merah menandakan siaran telah usai.1) telepon hybrid yaitu telepon yang berfungsi untuk menghubungkan komunikasi antara penyiar dengan anak lain yang ingin berkomunikasi langsung pada sipenyiar.
Disisi lain, Cassha ikut memperbaiki letak headphone yang yang tadi dipakainya ketempat semula.
"Lo beneran naksir Dhena?" pertanyaan tiba tiba Cassha membuat kegiatan Arka terhenti, sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya, membuat pertanyaan Cassha tergantung diudara.
"Kalau emang lo naksir dia, gue ngalah, deh." kini Bargan yang menyahut, menghentikan sebentar kegiatannya pada layar komputer yang terhubung dengan audio mixer.
"Ini, nih, anak jaman milenial taunya cuman nyerah sebelum berjuang!" Cassha menimpali sambil menggeleng gelengkan kepalanya menghardik Bargan yang malah terkekeh.
"Bukannya gue nyerah bloon, gue emang becanda, kok, ngucapin yang kemarin." balas Bargan kembali berkutat dengan layar komputernya.
"Tipe cewek gue juga nggak kayak Dhena, gue suka sama yang depan belakang beda besarnya," ujar Bargan mengerling nakal kearah Cassha dan Arka, membuat kedua cowok itu berdecak.
"Bodoh!" umpat Cassha sambil menggeser setelan 2) studio transmitter link, menghentikan kinerja alat itu.
2) berguna untuk memancarkan program siaran radio, keseluruh pemancar ditempat yang berbeda beda.
"Sok iyah banget lo Cas, emang tipe lo cewek baik baik, liat tuh si Kiran sama si Ciras cebe cabean tingkat kakap yang udah dipegang sama om om." celetuk Bargan tak mau kalah, sementara Cassha memutar bola matanya malas. Mampu memancing kekehan dari kedua sahabatnya yang berkutat dengan tugasnya masing masing.
"Setidaknya gue milih cewek yang depan belakangnya sama," ujar Cassha malas.
"Sama sama besarkan?" Arka angkat suara ikut menghardik Cassha yang makin jengkel dengan sikap menyebalkan sahabatnya.
"Bodo amat, dah, apa kata lo berdua ajah." pasrah Cassha malas.
"Terus Khatlin termasuk tipe lo nggak? Dia besar depan belakang, tuh."
"Enaj ajah lo Gan, Khatlin mah cintanya hanya pada Arka seorang." cerocos Cassha yang lagi lagi memancing tawa Bargan.
Sekarang keadaan terbalik, Arka yang kini terpojok. Dasar teman teman laknat.
"Terus lo maunya yang gimana? Jepang? Korea? Indo? Eropa? Atau Amrik. Tinggal milih ajah diclub, nanti upahnya bisa kita cicil," Ucap Bargan ambigu, lagi lagi memecah tawa ketiganya.
"Gue, mah, bebas asal besar ajah gue udah Alhamdullilah." balas Cassha terkekeh mendengar gurauannya sendiri.
"Eh, BTW gimana, nih, sama si Khatlin? Lo gak lupakan Ar, permintaan terakhir Mila?" pertanyaan Cassha menghentikan tawa Arka. Tiba tiba sorot matanya mendingin saat nama seseorang yang tidak dia inginkan keluar dari mulut laknat Cassha.
Bargan melempar botol aqua didekatnya kearah Cassha meminta mulut pria tampan itu berhenti mencerocos.
"Sorry Ar,"
.
.
.
Plisss buat para reader yang setia, jangan lupa berikan votenya, karena saya butuh😅😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Adhena (Complete√)
Teen Fiction"Seharusnya gue tau Na, kalau lo itu hanya sebatas rubik, sulit buat ditebak. Kadang, semampu apapun kita buat susunan rubik itu jadi, tak berarti apapun. Malah rubik itu bisa makin berantakan." ucap pria itu dengan nada yang terdengar sedikit lirih...