6

107 8 0
                                    


Sudah seminggu lebih Nabila tidak melihat Dani yang biasanya jogging pagi saat ia berangkat sekolah. Dani juga jarang mengupload story whatsapp-nya . Hanya dua kali ia menguploade, itu pun keduanya hanya foto suasana di sekolahnya. Bukan Nabila peduli dengan Dani atau pun tertarik. Hanya saja Nabila belum pernah menemukan seseorang yang membuatnya mampu menumpahkan apa yang ada di dalam kepalanya.

Namun sejak saat itu pula Rehan selalu menawarkan tebengan ke Nabila. Hal itu membuat Nabila tidak enak hati dan senang di waktu bersamaan.

Walaupun Nabila tidak menunjukkan rasa tertarik kepada Rehan. Namun, cowok itu tetap berusaha mendekati Nabila. Sepertinya ia tipe cowok yang tidak gampang menyerah.

"Bil, lo dapet sesuatu tuh di laci," ujar Aulia melirik ke arah laci Nabila sedetik kemudian kembali membaca novel Bumi Manusia.

"Apaan?" tanyanya retoris seraya merogoh ke laci meja. Lacinya memang selalu bersih dari sampah. Laci itu hanya terisi ketika Nabila membawa bekal. Namun, hari ini dia tidak membawanya sebab Ibu bangun kesiangan. Hal itu ulah dirinya begadang menonton sinetron.

Yang Nabila dapatkan ialah selembar kertas.

2 Agustus 2019

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya kepentingan yang mendesak maka saya meminta Saudari untuk tidak langsung pulang. Saya Harap Saudari bersedia untuk menunggu saya di gerbang sekolah setelah bel pulang berbunyi.

Atas perhatian dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Rehan Ganteng Wicaksono

Itulah yang tertulis di dalam kertas selembar tersebut.

Memang dulu Rehan pernah mengatakan kalau ia akan mengirim surat karena Nabila yang tidak membawa ponsel ketika di sekolah. Bisa disimpulkan kalau Rehan adalah cowok yang bisa menepati apa yang pernah ia bilang walaupun membutuhkan waktu yang lama.

Susu UHT yang digenggam Nabila sudah habis, lantas ia buang di kotak sampah yang berada di depan kelas.

Pandangannya selintas menangkap kumpulan cowok di bawah pohon ketapang. Mereka menyanyikan lagu yang Nabila tidak tahu judulnya. Maklum saja ia tidak terlalu update dengan lagu lokal. Lalu tatapannya bersirobok dengan mata milik Rehan. Cowok itu pun tersenyum sembari melambaikan tangan kea arahnya. Gadis itu hanya tersenyum sekenanya. Setelah Rehan tidak melambaikan tangannya lagi, ia membalikkan badannya untuk kembali ke dalam kelas.

Aneh. Itulah yang ia rasakan saat ini. Tidak ada perasaan senang atau pun berdebar-debar saat cowok berlesung pipi itu tersenyum dengan manis ke arahanya atau ketika membaca surat yang berada di lacinya. Selain itu, saat ia tak sengaja bersentuhan fisik dengan Rehan, tidak aliran listrik yang terjadi seperti yang diceritakan oleh penulis-penulis novel romantis. Rasanya seperti bersentuhan dengan sepupunya Redo. Biasa and nothing happen.

Ia akui ketika melihat Rehan pertama kalinya, ia terpesona dengan senyum cowok itu yang seperti tidak akan sirna. Namun ketika sudah mengenal dan bertemu tiap hari, Nabila tidak terpesona lagi.

"Lo kebanyakan nonton film kali ah. Awalnya memang biasa aja. Tapi, coba deh nikmatin hubungan yang kalian buat. Nanti lama-lama lo suka atau pun sayang sama Rehan." Itulah nasihat yang diberikan Rani kepada Nabila ketika ia mencurahkan kejujuran hatinya mengenai Rehan.

Apabila berkaitan mengenai masalah hati, Nabila memang tidak sungkan bercerita. Namun apabila sudah berkaitan dengan masalah lainnya apalagi masalah keluarga, Nabila tidak akan berbagi. Yah, baru-baru ini si dia bisa bercerita masalah lainnya kepada Dani.

"Rehan si emang baik, nyaman, ganteng, dan selalu wangi. Yaa enggak heran juga si, dia kan anak hotel." Nabila memang tidak pernah pacaran. Namun ia pernah jatuh cinta seperti yang orang-orang bilang. Ia sudah berniat menyatakan perasaannya, namun cowok yang sudah berhasil membuatnya jatuh cinta itu sudah keburu pindah kota.

Saat jatuh cinta, hidup serasa penuh warna. Tidak hanya hitam dan putih saja ataupun abu-abu. Saat jatuh cinta perasaan-perasaan baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya akan muncul. Ketika bersama Rehan, Nabila tidak merasakannya.

"Ya makanya jangan sampe lo nyesel nolak Rehan. Toh enak kan deket sama cowok yang bisa anter jemput lo." Yang dikatakan Rani memang benar apa adanya dan Nabila pun menyetujuinya.

"Kalo gue pacaran karena pengen dianter jemput, mendingan gue pacaran sama abang Gojek aja." Sebelum Rani menjawab. Guru yang mengajar pelajaran Sejarah memasuki kelas. Lantas Nabila membalikkan badannya yang sebelumnya membelakangi papan tulis.

****

Sore itu Nabila menunggu Nabila di depan gerbang sekolah seperti apa yang diminta Rehan. Biasanya saat pulang sekolah, Nabila langsung jalan kaki karena Rehan yang belum pulang. Hal itu disebabkan ia harus piket hotel.

Setelah beberapa menit berlalu, Rehan akhirnya muncul dengan senyum khasnya. Pantas saja Rehan memilih jurusan perhotelan. Tanpa bicara Nabila langsung naik ke motor.

"Kita mau kemana Kak?" Hari ini Rehan membawa dua helm. Biasanya Rehan hanya membawa satu helm. Dan Nabila tidak memakai helm. Tentu saja dikarenakan mereka naik motor hanya seputaran sekolah sampai rumah Nabila.

"Liat aja nanti. Engga jauh kok."

Entah Nabila yang belum membersihkan kotoran di telinganya atau rehan yang berbicara dengan suara yang terlampau rendah. Hampir di setiap obrolan mereka di atas motor, Nabila tidak mendengar apa yang dikatakan Rehan. Cewek itu hanya menjawab "Iya." Atau "Ha." Berulang kali. Namun Rehan tetap sabar mengulangi kalimatnya atau pun mencari bahan obrolan.

Mereka sampai di sebuah taman danau. Pemerintah setempat menamainya Taman Ki Hajar Dewantara. Tempatnya memang tidak terlalu bagus namun dengan suasananya yang tenang berhasil membuat Nabila merasakan kedamaian.

Tempatnya memang tidak ramai namun Pemerintah Kota sudah menyediakan beberapa bangku taman dan juga hiasan bunga yang cocok untuk berfoto.

Rehan melempar beberapa batu kecil ke arah danau. Memang batu itu tidak melompat-lompat sebelum tenggelam ke dalam danau dan Rehan memang tidak berniat melakukannya seperti itu. Ia hanya suka melempar batu ke air yang sejauh yang ia bisa. Timbul rasa puas saat batu yang ia lempar mampu terlempar ke arah yang cukup jauh. Rasanya persis seperti berhasil mencetak goal atau ketika buang air kecil ketika ia sudah lama menahannya. He feels good doing those things.

Nabila hanya melihat Rehan melakukan hal tersebut. "Jadi ke sini kita ngapain Kak? Ngelempar batu?" apa yang dilakukan oleh Rehan membuatnya bosan setengah mati. Sedari tadi ia sudah melipat kedua tangannya.

"Saya enggak cukup menarik ya buat kamu?" Rehan tetap melempar batu ke danau. Rehan yang memboncengnya di motor dengan Rehan yang sekarang berbeda jauh. Sebelumnya cowok itu sangat aktif berbicara dan senyumnya tetap terpancar di wajahnya. Lain halnya dengan saat ini, ekspresinya datar.

"Maksudnya?" Nabila tidak tahu arah pembiacaraan ini.

"Kamu tahu kan saya sekarang selalu berangkat pagi karena kamu. Kamu tahu kan saya deketin kamu bukan Cuma temenan aja."

Sekarang cowok itu menghentikan kegiatan sebelumnya. Lalu menatap ke dalam mata Nabila. Cewek itu belum membuka mulutnya.

Semilir angin menyibakkan Rambut pendek sebahu Nabila dengan lembut.

"Aku tertarik kok sama Kakak," ungkap Nabila ketika Rehan berhenti menatapnya.

"Tapi... aku masih bingung dengan diriku sendiri. Aku masih belum thau perasaanku sendiri. Tolong kasih aku waktu Kak." Itulah yang bisa ia katakan sejujurnya dengan Rehan. Ia merasa bingung, hilang, dan tersesat dengan kehidupannya sendiri. Ada cowok yang baik hati dan yang ia cari selama ini namun perasaannya tidak bisa menerimanya.

"Oke." Rehan berjalan ke arah bangku taman lalu duduk di situ. Diikuti oleh Nabila. Mereka diam menatap danau yang tidak kalah diamnya juga.

Tentang NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang