20 | Rindu & Ragu (17+)

103K 3.1K 68
                                    

Deva langsung menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah Adara. Dirinya baru pulang dari Bandung dan satu-satunya tempat yang ia ingin tuju bukanlah rumah tetapi dimana Adara berada.

Deva sudah mengatakan pada Dewita jika malam ini dia tak pulang dan menginap di rumah Xavier.

"Permisi!"

Pagar yang menjulang tinggi itu menghalangi Deva melihat rumah Adara.

"Permisi!!" serunya, lagi.

"Iya, sebentar."

Dennies membukakan pintu pagar bagi Deva.

"Lho, sudah pulang?" tanya Dennies.

"Sudah, Om. Ini baru balik. Dara ada?" tanyanya, tak sempat basa-basi.

Dennies mengangguk. "Ada. Ayo masuk."

Deva mengekor. Dia lega karena malam ini bisa bertemu dengan kekasihnya setelah kemarin dibuat uring-uringan karena tak dapat kabar dari Adara.

Deva duduk di sofa yang biasa ia tempati bersama Adara dan Dennies.

"Dev, kamu sudah pulang? Nggak jadi Senin?"

Adara muncul dianak tangga dengan senyum mengembang. Begitu pun dengan Deva, dia beranjak dari sofa dan memeluk Adara erat. Sesaat mereka saling menikmati kerinduan masing-masing.

"Kamu kemana aja kemarin? Aku whatsapps nggak dibalas, aku telepon juga nggak diangkat," tanya Deva, setelah melepas pelukan mereka.

"Ponselku jatuh terus mati. Sekarang lagi di service," kata Adara.

"Kukira kenapa."

Melihat raut khawatir Deva, Adara kembali melingkarkan tangannya dipinggang pria itu. Dia menghirup aroma Deva dalam-dalam. Aroma khas pria sekaligus aroma favoritnya.

"Kok kamu nggak langsung pulang? Ini udah malam banget lho," kata Adara.

"Aku mau pulang tapi bukan ke rumah," kata Deva.

Adara mengangkat kepalanya yang tadi ia sandarkan ke dada pria itu. Dia menatap Deva ingin tahu.

"Terus kemana?"

"Kepangkuan kamu," bisik Deva, disertai senyuman jahil dari bibirnya.

Sontak Adara langsung memukul lengan pria itu.

"Nggak jelas kamu," ujar Adara.

Dia memilih beranjak ke dapur dan membuat minuman untuk kekasihnya. Sementara senyum Deva tak surut-surut karena berhasil menggoda Adara.

Deva melangkahkan kakinya ke dapur juga. Dia memeluk Adara dari belakang padahal wanita itu tengah sibuk berkutat dengan gelas dan kawan-kawan.

"Dev, nanti Om Dennies lihat," kata Adara, ketika ia rasakan bibir Deva menjamah kulit mulus lehernya.

"Mana nggak ada siapa-siapa," sahut Deva, masih melanjutkan aktivitasnya.

"Tapi nanti kalau dia tiba-tiba muncul gimana? Nggak enak tahu dilihatnya," ujar Adara. Dia menggerakan bahunya supaya Deva menjauh dari dirinya.

"Dienakin aja."

Deva memasukkan salah satu tangannya kebalik kaus longgar yang dipakai Adara. Jari-jarinya menyentuh setiap inci kulit Adara.

"Deva!" Adara menyentak saat dirasakan jemari Deva mulai bermain terlalu jauh.

"Apa, sayang?" Deva mendaratkan ciumannya ke pipi wanita itu.

"Kamu nakal banget sih," ucap Adara.

Deva terkekeh. "Memang."

Pria itu semakin erat memeluk Adara. Dia hanya ingin dekat dengan gadis itu, baginya sudah cukup untuk merasa tenang karena bisa melihat Adara.

Because Of You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang