21

47 6 0
                                    


Lomba Keterampilan Siswa tingkat kota/kabupaten sudah berlalu satu minggu lalu. Belum ada kabar siapa yang memenangi lomba tersebut. Nabila juga tidak terlalu mengharapkan menjadi juara. Terpilih menjadi peserta LKS saja sudah menjadi kebanggan tersendiri. Ia tahu apabila berekspetasi menjadi juara, nantinya ia yang akan kecewa dan akhirnya ia sendirilah yang menyakiti dirinya sendiri

Selama seminggu itu juga Rehan tidak lagi menghubungi Nabila. Padahal tiap malam Nabila menunggu Rehan menelpon ataupun mengirim pesan. Nayatanya cowok itu sama sekali tidak mengubunginya padahal online. Nabila bertanya-tanya kenpaa ia tidak membalas chat-nya samapi-sampai gadis itu tertidur.

Siang itu guru yang mengajar pelajaran sejarah tidak masuk tanpa meninggalkan tugas. Jam kosong pun diisi dengan kegaduahan di kelasnya. Walaupun di kelas tersebut hanya sedikit cowok, namun kegaduhan malah dua kali lipat terjadi yang disebabkan oleh cewek-cewek yang suka berbicara keras dan tertawa lebar sambil menggebrak-gebrak meja.

Aulia yang duduk di sampingnya sedang membaxa buku seperti biasa. Sedangkan Rani asyik dengan ponselnya. Nabila pun hanya menopang dagu bosan.

"Eh, ini cowok lo kan Bil?" tanya Revina yang duduk di sebelah Rani. Gadis itu menunjuk foto yang berada di instagram.

Nabila mengangguk lemah ketika melihat foto tersebut. Foto Rehan yang merangkul pinggang cewek. Kedua orang itu tersenyum lebar seolah-olah mereka adalah orang yang paling bahagia. Cewek yang dirangkul Rehan bernama Meisya, satu jurusan namun berbeda kelas. Nabila mengetahuinya dari akun mengunggah foto tersebut.

"Mungkin mereka temen deket lah Bil. Mereka juga satu tempat PKL," tutur Rani menghibur Nabila. Seingatnya Rehan belum pernah menceritakan mengenai Meisya.

Beberapa minggu yang lalu Rehan menyuruhnya menghapus foto dirinya di instagram. Namaun, hari ini ia malah asyik berfoto ria dengan cewek lain.

"Nabila suruh ke kantornya Bu Dwita sekrang." Rani menunjukkan pesan whatsapp yang ada di grup kelas.

Dengan kepala yang penuh pertnayaan, Nabila berjalan sendiri ke arah kantor. Kepalanya menunduk. Lorong yang sepi takkan membuatnya menabrak seseorang.

Sesampainya di kantor pun suasananya sama denan lorong sekolah saat ini, yaitu sepi. Nabila hanya mendapati Bu Dwita yang sibuk dengan sesuatu di mejanya. Guru tersebut membenarkan kecamatanya yang melorot lalu mendongak. "Eh sini-sini Nabila, selamat ya."

Nabila pun langsung duduk di kursi kosong yang biasanya diperuntukkan untuk tamu. Begitu pula dengan Bu Dwita. Raut wajahnya sumringah menatap Nabila.

"Selamat untuk apa ya Bu?"

"Selamat ya kamu juara pertama LKS tingkat kota."

Butuh beberapa detik nutk Nabila mencerna perkataan tersebut. "Ini bukan prank seperti id youtube kan?" tanya Nabila bodoh. Ia mendadak teringat prank tidak wajar yang ia tonton di youtube tadi malam,

"Dikarenakan sekolah kita selalu mendapat juara pertama untuk LKS tingkat kota, jadi kamu enggak dapet piala dan tidak diumumkan saat upacara. Tapi kamu dapat uang transport." Bu Dwita pun menyerahkan amplop dan piagam penghargaan.

Nabila menatap tak percaya dengan piagam pengharagaan yang tertulis namanya serta terdapat tulisn juara pertama.

"Kak Aulia dapet juara berapa Bu?" tanya Nabila ketika kesenyapan menyelimuti mereka.

"Aulia dapat juara ketiga. Oh ya, besok kamu langsung latihan LKS ya."

"Secepat itu?"

"Iya. Ibu dapat kabar kalau LKS tingkat provinsi diadakan tiga minggu lagi."

"Baik Bu."

Nabila keluar dari kantor dengan perasaan bahagia bercampur tak percaya. namun, yang terpenting adalah dia tidak masuk kelas. Tidak kepanasan di kelas ataupun menahan kantuk ketika guru menerangkan.

Ketika lorong sepi Nabila membuka amplop. Ternyata terdapat empat lembar yang seratus ribu. Untungnya mengikuti lomba akdemik di sekolah selain mendapat pengalaman berharga adalah menjadi kebanggaaan diri sendiri dan orang lain, piagam penghargaan dan juga uang.

Sesampainya di kelas. Nabila tidak mendapati satu orang pun. Jam dinding menunjukkan pukul satu lewat lima belas menit yang berarti waktunya jam pelajaran simulasi digital. Kemungkinan anak-anak di kelasnya sudah pergi ke lab komputer. Ia pun menyelipkan piagam di buku besar dengan hati-hati, lalu diikuti dengan amplop yang berisi uang. Di setiap kelas di sekolahnya terdapat CCTV sehingga ia tidak perlu khawatir apabila suatu hal berharga di tasnya akan dicuri.

***

Hubungan Nabila dan Ibu membaik. Gadis itu memang tidak bisa merajuk dalam waktu yang lama. Ditambah lagi tinggal salam satu rumah. Selain itu, dikarenakan Ibu yang terus mengajak bicara Nabila sehingga secara perlahan-lha Nabila pun luluh dan tidak marah lagi.

Semenjak mengatakan kalau Nabila akan megikuti lomba, Ibu tidak menyuruhnya menyapu ataupun mencuci piring. Tetapi makanan yang di bawah tudung sajitidak berubah taitu sayur seadanya yang tidak pas di lidah Nabila. Banyak orang bilang bahwa masakan yang paling enak adalah masakan Ibu atu rumah. Namun itu tidak berlaku bagi Nabila. Ia memilih membeli nasi bungkus di Mpok Inem.

"Bu aku dapet juara satu lomba yang aku bilang waktu itu," ucap Nabila sembari membuka kulkas untuk mengambil air dingin. Di dalam kulkas tersebut hanya terdiri botol-botol air putih. Tidak ada yang lain. Pemandangan kosong itu sudah biasa. Kulkasnya terisi penuh ketika bulan ramadhan saja.

"Terus kalau menang dapat apa?" ibu sedang menjagut baju daster di kursi dekat dapur. Ia tidak memkai mesin jahit, hanya memaki benang dan jarum.

"Dapat piagam dan uang."

"Lumayan dong. Kalau mau, kamu bisa belanja makanan ataupun keperluan dapur. Ibu lagi enggak punya duit. Bapak juga enggak punya."

Nabila menaruh kembali botol minum ke dalam kulkas. Ia mendesah lalu berpikir sejenak.

"Iya nanti aku beli." Sebenarnya Nabila ingin sekali membeli sepatu yang ia lihat di toko pinggir jalan.namun, apa salahnya sekali saja membeli keperluan keluarga bersama yang lebih penting.

Tentang NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang