iv. rasa manis di penghujung hari

4.2K 545 17
                                    

──── Lembayung senja dilangit cakrawala sebagai teman Juno melangkah menyusuri trotoar jalan dalam perumahaannya, ditangan kirinya tersimpan satu plastik ukuran sedang berlogo salah satu minimarket tempat Juno membeli makanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──── Lembayung senja dilangit cakrawala sebagai teman Juno melangkah menyusuri trotoar jalan dalam perumahaannya, ditangan kirinya tersimpan satu plastik ukuran sedang berlogo salah satu minimarket tempat Juno membeli makanan.

Bulir keringat yang semula membanjiri tubuh berlahan lenyap seiring datangnya angin sejuk membawa pergi lelah Juno seusai berlatih basket untuk pekan olahraga yang sekolahnya adakan, dengan Jeno yang nantinya mewaliki cabang olahraga archery tentunya.

Pintu kayu eboni di dorongnya perlahan, sekilas matanya melirik pada gumpalan lemak hidup di atas sofa ruang utama, "Kirain masih disekolah."

"Latihan ngga tadi?"

Jeno berdecak perlahan, pun tak berniat menyingkirkan lengan yang digunakannya menutup mata guna membalas tatapan sang kembaran.

"Males latihan." balasan Jeno tak ayal buat Juno mendengus pelan.

"Ihh bawa apa tuh?" seru Jeno.

Kali ini umpatan pelan Juno gaungkan, gerak tangannya bahkan ikut cepat sembunyikan plastik  dibelakang tubuhnya. Tak membiarkan Jeno tau isi di dalamnya yang bisa saja mengundang bahaya part sekian di rumah Bapak Juan Kaleandra.

"Pelit banget langsung diumpetin gitu!"

"Anak kecil ngga usah kepo, dah lu balik tidur gue mau mandi."

"Abang."

Dan katakanlah harga diri Juno tak lebih murah dari permen yang lima ratus rupiah hanya dapat satu biji, kala labium tipis Jeno alunkan panggilan abang tak ada lagi yang bisa pemuda yang lebih tua lima menit dari Jeno itu pertahankan.

"Coba panggil sekali lagi,"

Matanya menatap sinis kearah yang lebih tua, "Ngelunjak." amuk Jeno penuh dendam.

"Mau ngga? Abang abis beli soda sama mie nih." alis tebalnya Juno mainkan keatas dan kebawah, sengaja menggoda Jeno yang harga dirinya pun sama sama tak lebih mahal dari sekaleng minuman karbonasi dan makanan penuh kandungan natrium.

"Abang mau," lupakan semua gengsi dan harga diri seorang Jeno Kaleandra, karna menikmati jajanan yang Juno beli adalah hal yang utama.

Dan Juno Kaleandra hanyalah sosok kakak yang selalu senang kala berhasil menjadi menggoda ulung untuk adiknya, buat figurnya melepaskan tawa puas memenuhi ruang utama sampai air mata ikut andil dalam gelaknya, pun rasa sakit juga kram yang tak mau ketinggalan singgah diperutnya karna terlalu lama tertawa.









──── Dua porsi mie pedas dan dua kaleng minuman soda menjadi suguhan paling menggiurkan ditengah dua pasang mata putra kembar Kaleandra lihat sore ini, melupakan semua aturan dan larangan yang Bapak Juan ultimatumkan di rumah Kaleandra.

Dua bungkus mie pedas hasil kreasi Juno telah berpindah ke perut masing masing kembar Kaleandra, menyisahkan kaleng soda sisa setengah kepunyaan Jeno yang memang punya kapasitas menampung minuman haram itu.

"Buru abisin Jeno, bapak lu bentar lagi pulang." amuk Juno kembali disuarakan untuk kedua kalinya, bercampur degup jantung yang menggila karna minuman soda masih ditangan Jeno sedangkan jarum jam terus bergerak menuju waktu sang kepala keluarga kembali ke rumah.

"Demi Tuhan sabar kenapa sih, kan lu tau gue ga bisa cepet cepet minum minuman kaya gini."

"Udah tau engga bisa, kenapa minta coba."

"Dih siapa suruh ngasih," balasan Jeno buat Juno hanya mampu membalas sinis lewat tatapan, terlalu lelah beradu argumen dengan si juara satu lomba debat seangkatannya itu.

"Sinilah gue yang abisin."

"En—"

"Bagus. Terusin aja terusin, masih papa liatin."

Entah sejak kapan figur Kaleandra dewasa telah berdiri diambang pembatas antara dapur dengan ruang utama, bersandar pada sisi lemari berisi piagam penghargaan ketiganya sembari kedua tangan berlipat dada, pun tak lupa tatap tajam dilayangkan kearah keduanya.

"Eh hehe papa, kopi mau?" jangan tanya siapa oknum yang baru saja menggali makamnya sendiri, buat duda anak dua itu bergerak menjewer telinga Juno penuh kasih sayang.

"Tiga puluh menit. Kalian punya waktu tiga puluh menit buat ngehadap papa di kamar."

"Kembar dengar ngga papa ngomong apa." titah tegas Juan suarakan, sekalipun figurnya selalu bersikap layaknya ayah yang berkawan akrab dengan anaknya. Dan untuk urusan yang satu ini, Juan tak kenal ampun untuk kedua putranya.

Sampai langkah kaki Juan yang menjauh lebih terdengar sebagai bom waktu yang menunggu diledakan Juno dan Jeno.

"Lu sih."

"Lu lah."

Aksi salah salahan dimulai, tak lupa tangan keduanya ikut andil mendorong tubuh lawan disampingnya.

"Posisi squad, tangan lurus ke depan dan silahkan say sorry kalo kalian tau dimana letak kesalahannya."

"Jangan ngecheat Juno, majuan kamu." sungut Juan kala kelereng hitam dibalik bingkai kacamatanya menangkap posisi Juan yang menyentuh sofa.

"Kalian tuh ya,"

"Shhh pah tolong."



























To be contiuned. . .

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

twogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang