coffee shop

763 113 27
                                    

Hobi Junhui akhir-akhir ini adalah rajin berangkat kerja dan sebisa mungkin aktif dalam melayani pelanggan. Apalagi pelanggan yang datang tiap pukul 2 siang, dengan rambut hitam potongan mullet, mode pakaian yang stylist, dan memiliki senyuman paling manis di dunia. Mungkin orang-orang bakal mengira Jun menyedihkan, cuma bisa memandang dari sekat meja dan senyum-senyum tidak jelas. Tapi hei, itu kenikmatan tersendiri, kan?

Jam dinding yang berdetak membuat Jun geregetan sendiri untuk menunggu sampai jam 2 datang. Pemuda ini masih enggan mencari tahu apa penyebab ia sangat bersemangat kalau sudah menyangkut pelanggan setia yang satu itu. Ada sesuatu tentangnya yang bisa dengan mudah membangkitkan mood Jun. Dan yang lebih menyedihkan lagi, Jun tak pernah tahu siapa nama pemuda itu.

Bukan bermaksud menjadi pengecut. Tapi siapa, sih, yang tak bakal merasa risih jika ada orang yang tiba-tiba SKSD dan ingin sekali tahu namanya? Daripada dapat kemungkinan kehilangan pelanggan kesayangan, lebih baik menikmati dalam diam. Dan ketika jam menunjukkan menit-menit terakhir menuju jam dua, Junhui tak bisa menyembunyikan antusiasmenya.

Lonceng pintu yang bergemerincing sudah cukup membuat Jun sangat senang. Pemuda itu selalu datang tepat waktu. Kalaupun tidak pas, jeda waktunya hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Hari itu pun, dia datang dengan wajah cerah seperti biasanya, seolah sinar matahari telah tertanam dalam kulitnya. Kali ini ia pakai beanie di kepalanya, dengan balutan sweater jumbo dan skinny jeans robek yang sedikit mengekspos pahanya. Damn boy, jantung Jun berdetak sangat kencang. Tangannya membawa sebuah buku seperti biasanya. Ingin rasanya Jun berbasa-basi dan sekedar bertanya apa yang suka ia baca itu, but he rather not, somehow.

Pemuda ini berjalan mendekat ke meja kasir dan menjelajahi papan menu dengan matanya yang bersinar indah. Oke, Junhui, berhenti menatapnya, tenangkan dirimu. Ia mengangguk tanda sudah tahu mau pesan apa lantas menatap mata Jun yang bergerak gelisah. Ini sudah ber-ratus kalinya ia menatap pemuda itu tepat di mata. Tapi tak sekalipun dia bisa mengenyahkan rasa gugup dalam tubuhnya.

"Hei," sapanya selagi tersenyum.

Sepertinya jantung Jun berhenti berdetak beberapa detik yang lalu. Ia memutuskan kontak mata agar menjaganya tetap fokus dan hidup.

"Seperti biasa?" tanya Jun, sepenuhnya menahan matanya untuk tak menatap anak itu lama-lama. Pemuda manis itu mengangguk.

"Oh, boleh aku tambah kue persik?" tanyanya.

"Tentu," jawab Jun.

Ia menyerahkan struk pembayaran seraya mempersilahkan pemuda itu menunggu beberapa menit. Jun beranjak ke belakang lalu berteriak tanpa suara sambil senyum-senyum tidak jelas. Wajahnya sampai merah padam. Ini lebih parah dari kemarin. Perasaan itu kian mengambil alih tubuhnya.

"You look even more creepier," cibir Wonwoo. Ia menyerahkan nampan berisi secangkir matcha latte panas dan sepiring kue persik yang lezat.

"What can I do after all?"

"Just ask his name, you coward!" dengus Wonwoo sebal. Dia tahu sekali sikap aneh Jun yang makin lama terlihat makin tak waras. Tiap menerima pesanan, ia pasti bakal jadi sangat senang dan bisa seheboh gadis yang lagi pubertas.

Selagi menerima nampan itu, Jun menghela nafas. "Aku tidak takut. Hanya saja, bagaimana kalau dia malah tidak menyukaiku?"

"Jangan bilang begitu kalau kau bahkan tak mencobanya!"

Wonwoo memberikan sepiring chocolate bomb cake lalu mendorong Jun agar keluar dari ruang staff. Ruangan yang damai itu bakal tercemar kalau anak ini ada di dalam.

"Loh, kue cokelatnya buat apa?" protes Jun. Wonwoo berdecak sebal.

"Jangan meremehkan cokelat, sobat. Dia punya efek yang besar. Sudah sana!"

Coffee Shop | Junhao [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang