Studio latihan dipenuhi dengan suara dentuman musik yang begitu keras, suara komando dari salah seorang dari mereka begitu nyaring terdengar di indra ketiga gadis tersebut. Mereka tampak berlatih dengan bersungguh-sungguh.
Kecuali satu orang yang tampaknya masih tak setuju dengan keputusan ini.
"Jennie bukan gitu!" sentak Lisa membuat Jennie mendengus kasar.
Jennie berhenti dari pergerakan tari-menarinya. Mata tajamnya menatap mata Lisa lewat cermin, sebuah ungkapan yang sulit diartikan lewat ucapan.
"Kan gue bilang gak ikut, kenapa kalian maksa sih?"
Rose menyenggol Lisa yang tampak menyesal telah kelepasan berbicara. Dirasa suasana sedang sensitif-sensitifnya, Jisoo inisiatif mematikan sound musik di sudut ruangan.
"Lagian lo yang daritadi salah mulu" Lisa menggumam kecil. Namun tak dapat dihindari, Jennie masih bisa mendengar gerutuan tersebut.
"Lo bilang cuma gue?" Jennie tertawa dengan nyaring. Seolah ucapan Lisa barusan mengandung unsur komedi didalamnya.
Setelahnya Jennie melirik Jisoo tajam. "Urusin aja noh si tua, daritadi bikin gue kagok mulu"
Jisoo tertegun. Tak menyangka dengan ucapan Jennie barusan.
"Gue mau pulang" Jennie berjalan mengambil tas sekolahnya lalu segera berlari keluar.
Seketika raut wajah Rose berubah menjadi panik. Tanpa basa-basi ia segera mengejar Jennie walaupun tadi Jisoo dan Lisa sempat berusaha mencegahnya.
"Jennie!" ucapnya sambil berlari.
Seolah menuli. Jennie tak menggubris dan malah mempercepat larinya.
"Udah. Gak usah dikejer, lo bukan anjing" Jisoo menarik lengan Rose cepat yang membuat ia terduduk lemas.
"Salah gue ya Soo?"
Jisoo menggeleng.
"Harusnya gue gak maksain gini, childish banget emang"
Lisa yang baru datang memandang kepergian Jennie dengan raut wajah kecewa.
Perubahan sikap Jennie yang mendadak ini menimbulkan tanda tanya baginya, Jennie ketara jelas seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang lebih dari sekadar permasalahan lomba.
"Ada yang gak beres"
***
Jennie bersembunyi dibalik pilar. Tentu ia masih bisa mendengar obrolan Rose, Jisoo, dan Lisa dibelakangnya.
Ia tahu ia salah, tapi bukan begini alurnya. Jennie ingin menjauh sebentar. Hanya sebentar. Ia butuh istirahat untuk mengatur kembali hatinya yang terlalu payah.
Terkadang. Kita harus melerakan sesuatu yang berharga demi mengikuti kata hati sendiri. Bukannya Jennie terlalu egois, ini hanya soal logika yang sedang berbicara tentang rasa.
Jennie sendiri seolah merasa dijebak. Dituding tanpa kata seakan-akan ia adalah pelaku dalam ceritanya sendiri. Dimana ia pernah berada dititik terendah karena terlalu dikekang. Dan ketika ia sudah berada pada puncaknya, ia dipaksa harus berani menginjak kawannya sendiri.
Bukankah itu lebih seperti sebuah hukuman?
"Mau pulang bareng gue ga Jen?"
Atensi Jennie teralih.
Lelaki itu.
Tak disangka degupan jantungnya semakin berdetak cepat. Tatapan matanya menjadi canggung. Deru nafasnya tertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay -bp ikon
Fanfiction[masa revisi] Kadang ekspetasi tidak seindah realita, kadang nasi tidak seenak boled jawa. ❝Lo bukan Albert Einstein, apalagi Thomas alva edision, tapi kenapa lo bisa menemukan bagian terpenting di hidup gue?❞ "Apaan?" "Kamu" Sejenak laki laki itu t...