Jungkook kembali memejamkan matanya dengan jemari yang kini kembali menyentuh jendela dengan salju yang turun semakin deras diluar sana. Ia mencoba mencari suara pria yang mencari Taehyung begitu terdesak.
"Ku yakin dia melakukan penerbangan ke Oslo—Dia pasti berada ditempat ini"
Jungkook membuka matanya dengan tatapan begitu dingin dan juga tak bersahabat, ketika ia menyakini bahwa suara lantang itu memberikan tanda bahwa bahaya akan segera datang. Ia kembali melangkahkan kakinya keluar kamar itu, bermaksud untuk berpindah kekamar sosok Kim dengan alasan yang bisa ia pikirkan nanti.
Namun, Jungkook terhenti ketika ia mendapati sosok Kim yang tengah menatap keluar jendela,memperhatikan setiap kristal yang terjatuh disana dengan tatapan begitu sendu, bahkan pria itu tak menyadari bahwa dirinya datang.
Malam semakin larut dengan Taehyung enggang untuk tertidur karena harus memejamkan matanya, yang berarti mengundang setiap bayangan bahaya mengenai kehidupan orang lain yang bahkan tak dikenalnya.
Taehyung terdiam, mencoba untuk memikirkan takdir yang dibicarakan oleh legenda, memikirkan suara ketika dirinya tenggelam 5 tahun lalu, dan juga bertanya- tanya apakah Jungkook adalah takdirnya, jika seperti itu maka tidaklah adil bagi Jungkook yang bahkan berada diantara nyata dan tidak nyata.
Taehyung, pria itu kini kembali meneteskan air amtanya, kembali merasakan penyesalan yang dilakukannya 2 tahun lalu, sikap bodohnya yang datang tanpa berpikir lebih dulu hingga Jungkook membunuh dirinya sendiri.
Ia menundukan pandangnya, mencoba menggenggam kaca yang kini berembun karena deru nafasnya, mencoba menghilangkan udara yang terasa begitu dingin dan juga mencekam karenanya.
"Maafkan aku—" Lirihnya.
DEG
Taheyung tersentak dengan pandangannya yang kini terangkat, ketika matanya kini tertutup oleh jemari yang terlihat cukup lentik dan sosok Kim mengetahui siapa pemilik jemari itu.Jemari yang selalu digenggamnya setiap malam, jemari yang selalu dihangatkannya ketika udara semakin terasa dingin. Hingga harum itu terasa, harum yang memberikan ketenangan setiap harinya, membuatnya kembali melupakan penyesalannya dan juga rasa amarahanya mengenai pembebasan pembunuh yang tak berguna.
Jungkook menutup mata itu begitu lembut dengan pandangannya yang kini tetutup oleh tekuk leher Taehyung. Dirinya kembali maju selangkah ketika mendengar deru nafas yang kembali tidak stabil, karena tangis.
"Apa hyung dapat melihat sesuatu?" ucap Jungkook yang mendapatkan gelengan kepala begitu lemah dari Taehyung dengan senyum untuk menahan tangisnya, hingga Jungkook kembali menarik jemarinya.
"Hyung bisa melihat sesuatu?" ucap Jungkook yang kini menyentuh pundak Taehyung agar pria itu tetap menatap keluar jendela dan tidak berbalik untuk menatapnya.
"Tentu saja—" ucap Taehyung dengan suaranya yang sedikit gemetar. Jungkook merasakanya, deru nafas penuh dengan penyesalan.
"Begitu juga dengan hati—Jika hyung terus menutupnya, maka hyung tidak bisa melihat apapun, hanya kegelapan yang tersisa didalamnya" ucap Jungkook yang kemudian mundur satu langkah menjauh dari Taehyung.
"Namun, Jika hyung membukanya, lihatlah—hyung dapat melihat keindahan didalam salju sekalipun" ucap Jungkook hingga Taehyung kembali tersentak dengan pernyataan itu, pernyataan yang terdengar begitu lembut bersatu dengan raut wajah cerah milik Jungkook, sama seperti yang dilihatnya 5 tahun lalu, tak ada yang berubah—Segalanya penuh dengan ketulusan.
"Lalu—" ucap Jungkook yang kemudian membalikan tubuh Kim hingga menghadap kearahnya dan pandangan mereka terkunci satu sama lain.
"Lihatlah sekeliling—Bahkan dibelakangpun akan selalu ada seseorang yang siap membantu jika hyung terjatuh—Ada aku—" ucap Jungkook yang membuat Taehyung kembali membulatkan matanya dan menjatuhkan keningnya pada bahu sempit pemuda itu.
Jungkook mengusap surai Taehyung begitu lembut, dirinya dapat mengerti perasaan takut, penyesalan, bahkan kepedihan bercampur disetiap deru nafas Kim Taehyung setiap harinya.
Jungkook tahu, ada sebuah siluet kerinduan namun pedih ketika Taehyung menatap maniknya, ia pun tahu ketika sosok Kim tertidur bergumam memanggil namanya, dan juga sebuah kalimat yang membuat hatinya terasa hangat "Saranghae, Jungkook-ah".
Namun, Jungkook bungkam, tak bertanya ataupun membicarakannya karena dirinya tak ingin sesuatu yang buruk terjadi karena kalimat yang mungkin dapat membuat Taehyung semakin jatuh, ia hanya ingin bersama untuk waktu yang lama.
Taehyung menarik Jungkook dalam pelukannya, mencoba menahan isak tangisnya hingga membuat nafasnya berkali- kali tertahan. Ia meremas baju piyama Jungkook seolah memberitahu bahwa dirinya merasa ingin hanyut dan menghilang
Kim Taehyung, sosok yang terlihat kuat namun rapuh didalamnya. Ia merasakan bahwa Jungkook yang begitu hangat adalah sosok yang sama dengan pemuda 5 tahun lalu, pemuda yang tersenyum ditengah lapangan dengan jantungnya yang lemah, hingga Taehyung dapat bertahan hidup dalam kehidupan fantasi dan tekanan kehidupannya.
"Maafkan aku—Maafkan aku" Lirih Taehyung hingga Jungkook pun kini ikut menahan tangisnya, mendengar kalimat sederhana yang begitu lirih. Hatinya tak dapat berbohong, bahwa Jungkook merasakan hatinya yang berdenyut ketika mendengar tangisan itu.
"Aku memaafkannya—apapun itu" ucap Jungkook yang kemudian membalas pelukan itu, membalasnya begitu hangat dan menghilangkan atmosfir dingin yang masuk melalui celah jendela.
Taehyung tak dapat lagi menahan tangisnya, dirinya kembali terisak ketika malam dengan salju yang turun begitu lebat, tak lagi terisak dalam mimpi ataupun sendirian. Kini dirinya terisak dalam pelukan hangat dan aroma manis yang seolah menyelimutinya.
Sejak kembalinya Jungkook dalam hidupnya, walaupun dengan cara yang bahkan masih tak masuk diakalnya, hidupnya seolah bersinar dalam kegelapan Tromso, dirinya yang kembali hidup dalam sungai yang membeku.
"Jangan menangis—Aku memaafkan apapun itu" ucap Jungkook dengan suaranya yang gemetar dan kini menyembunyikan wajahnya pada tekuk leher Taehyung.
Taehyung terdiam tak sanggup mengatakan apapun lagi ketika sosok dihadapanya yang bahkan tak bisa mengingat apapun dapat menerima permohonan maafnya, bahkan ketika Taehyung pun tak bisa memaafkan dirinya sendiri.
"Maafkan lah dirimu sendirimu hyung—agar kau bisa merasa bahagia tanpa pahit—Karena ada aku disini" ucap Jungkook yang merasakan bahwa Taehyung semakin mengeratkan pelukannya.
"Terima kasih untuk segalanya—Terimakasih telah kembali—" ucap Taehyung yang kini menangis begitu pilu, dikuti oleh Jungkook yang entah kenapa ikut dalam tangis itu, bersatu pada patahan kayu yang dibakar dalam perapian.
.
.
Jimin merebahkan tubhnya pada sebuah kasur berukuran kingsize itu, berdiam diri dalam sunyi dan juga sepi karena salju turun cukup lebat membuatnya tak bisa menjelajahi Tromso saat malam, padahal aurora borealis akan terlihat sangat indah.
Jimin melirik kearah jendela dengan tirainya yang belum terututp, hingga membuatnya kembali hanyut dalam perkataan sosok Kim di toko roti tadi. Ia memejamkan matanya sejenak, mengingat suara bahkan cara langkah yang dikeluarkan oleh seseorang yang dicarinya, sejak 20 tahun lalu.
"Noona—Apa aku salah?" gumamnya yang kemudian tenggelam dibalik selimut tebal itu.
"Aku tidak merasa bahagia—" gumamnya lagi.
"Kumohon—Katakan jika aku benar—"
"Katakan—"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon In Tromso [TAEKOOK]
Romance[SELESAI] [ TAEKOOK X MINYOON ] "Ketika horizon itu kelabu tanpa cahaya, ketika kristal itu terus membasahi jalanan dan toko roti persimpangan dengan aroma manisnya, dan juga ketika angin musim dingin itu berhembus layaknya deru peringatan begitu di...