Kubuka mataku perlahan, ku lihat pemandangan sekitar. Suasana sudah berubah total, dari yang sebelumnya persawahan dan rumah-rumah, kini gedung-gedung yang menjulang tinggi dimana-mana, aku baru sadar ternyata ini yang pernah di katakan Bu Yasmin sebelumnya, ini adalah gedung pencakar langit.
Aku tersenyum melihatnya, tak kusangka aku benar-benar melihatnya. Ku kira hanya ada di dongeng-dongeng tentang gedung pencakar langit, ternyata memang nyata, bangunannya seakan-akan menembus langit, sangat tinggi.
Kalau kalian mengatakan aku kampungan, aku memang dari kampung, sehingga ketika melihat seperti ini saja sudah girang.Mobil yang kutumpangi mulai memasuki hamparan tempat sampah, inikah yang di katakan pakde adalah markas, markas tempat sampah maksudnya. Tapi tidak, mobil masih melaju, ada sebuah bangunan terbengkalai, sepertinya sudah lama tidak dipakai, bangunan itu sepertinya megah sekali tapi mobil yang kutumpangi masih saja belum berhenti, tak lama setelah itu bunga-bunga mulai bermunculan, taman bunga yang sangat luas, dan tibalah didepan air mancur, mobil yang kutumpangi mulai memelan. Ada sebuah terowongan dan mobil kami memasuki terowongan itu, hingga nampak sebuah gerbang yang menurutku jelek, mungkin sebentar lagi akan habis dimakan rayap.
Tak ku sangka, setelah mobil kami memasuki gerbang, terbang terbuka otomatis, aku kagum sekali, aku menghadap ke belakang, walaupun mobilku sudah Melawati gerbang aku masih melihatinya dan di balik gerbang tua yang tadi, ternyata sebaliknya gerbang itu amat mewah, mobilku mulai memasuki garasi yang sangat luas, di depannya terdapat bangunan rumah yang sangat mewah, megah, mungkin kalau di kampungku seperti satu kampung rumah ini.
"Selamat datang Elang di markas kami". Kata Pakdeku membuat aku yang sedang takjub dengan markasnya ini menoleh.
"Bagaimana markas kami Elang?". Tanya pak de.
"Luar biasa Pakde, seperti istana saja Pakde".
Pakde tersenyum dengan jawaban yang ku berikan " makanya kamu jangan meremehkan markas Pakde".
Aku malu karena perkataannya, aku menunduk.
" Sudah, ayo kita masuk". Kata pakdeku.
Kami mulai memasuki rumah istana itu, pintunya terbuka otomatis, kami mulai melangkah memasukinya. Ada sebuah pintu, pintu itupun terbuka sendiri, lalu kami masuk, ternyata di dalamnya cukup sempit, seperti sebuah persegi panjang bentuknya, tiba-tiba saja pintunya sudah terbuka kembali, dan kami keluar dari benda itu.
" Tono". Kata pakde memanggil seseorang.
Orang yang sudah cukup tua, datang berjalan ke arah kami, kepalanya memakai blangkon seperti orang Jawa.
" Sudah kamu siapkan kamar Untuk Elang?". Tanya Pakde ku.
"Sudah tuan". Jawabnya dengan gugup.
"Nah, Elang kamu istirahat saja dulu yah".
Aku hanya mengangguk, kemudian datang seorang pelayan Pakde dan mengantarku ke kamar.
Kamarku sungguh luas sekali, setara dengan rumahku yang di kampung, aku segera menaiki kasurnya, baru sekarang aku menemukan kasur yang sangat empuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penguasa Negeri
General Fiction😊Follow and vote sebelum baca, terus komment setelah baca🙏 Cerita Ini Hanya Fiktif Belaka. Jika Ada Kesamaan Nama Tokoh, Tempat Kejadian Ataupun Cerita, Itu Adalah Kebetulan Semata Dan Tidak Ada Unsur Kesengajaan Elang, seorang anak dari kampung...