Panji akhirnya pasrah ketika akar pohon itu pun terputus oleh beratnya dan tanpa perlawanan tubuhnya meluncur deras ke mulut jurang yang menganga lebar siap menelannya. Matilah aku, batinnya.
Dia memejamkan mata berpikir seberapa dalamkah jurang ini saat tubuhnya yang kurus itu terhempas kuat oleh gravitasi bumi. Waktu terasa lambat, dia tak juga sampai ke dasar. Kenapa? Apakah jurang ini terlampau dalam? Dia mengira kecepatan jatuhnya lebih dari seratus kilometer per jam mengingat tak ada penghalang apapun disana. Entah berapa detik berlalu, rasanya begitu lama ia melayang, sebelum akhirnya tubuhnya menghantam tanah cukup keras. Sakit menyebar di seluruh tubuhnya. Tubuhnya sempat terguling beberapa kali lalu terhenti. Ia merasa lengannya tertahan oleh sesuatu entah apa. Kepalanya berdenyut keras dan amat sakit. Ia sempat melihat sebuah bintang jauh di atasnya sebelum semua jadi gelap dan kesadarannya menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRASASTI
Historical Fiction"Ranggadewa Jnanaloka Ratuning Puranggahu Manggala Jnanawangsa Aben sirna krudating bhuwana Ing kedhaton Purana" Kalimat itu terpahat pada sebuah batu besar di tepi sungai pada tempuran yang mengalir tenang. Namun itu bukan kalimat pemujaan kepa...