“Halo malam” Sapaku dalam hati, tersenyum melihat beberapa gambar diri di ponel yang sedang aku genggam.Kutatap langit gelap penuh bintang yang tidak terlalu memancarkan sinarnya malam ini. Harum segelas kopi mewarnai udara malam ini. Sesekali tersenyum melihat bintang seperti meminta pertolongan untuk menyelamatkan cahayanya yang mulai redup.
Kutatap beberapa kali ponselku. Melihat gambar dirimu bersama teman-teman dan orang-orang barumu sedang bersenang-senang ternyata kali ini. Saat itu ternyata kamu telah bahagia.
Apakah tidak terbesit sedikitpun diriku dipikiranmu saat ini?
Apakah sebenarnya kamu juga diam-diam memikirkanku seperti aku memikirkanmu saat ini?
Oh Tuhan, mengapa pikiran ini datang lagi dimalam seindah ini.
Sudah, sudah, aku memecahkan lamunanku.
“Mau saya buatkan lagi kopinya?”Tanya seseorang yang tiba-tiba berada di hadapanku.
“Eh iya, tidak usah, tidak apa-apa kok”Kataku menolak tawarannya.
“Kopi tidak baik jika dibiarkan dingin terlalu lama, sama seperti perasaan, rasanya akan tidak nikmat lagi” Jelas laki-laki yang terlihat seperti barista di kedai ini.
“Oh ya? Saya tidak terlalu mengerti soal kopi”Kataku lalu tersenyum kepadanya.
“Saya maklumi, tapi kalau soal perasaan mengerti kan?”Tanyanya lagi.
“Hah?”Kataku.
“Bukan ingin mencampuri urusan orang lain, tapi dari tadi saya pandangin mbanya lagi bergelut dengan perasaan sendiri, perasaannya lagi ribet ya?”
Kali ini aku tersenyum “Jadi selama saya bergelut dengan perasaan saya, ternyata ada yang memandangi saya?”
Sudah pasti perkataanku membuat dia sedikit kaget lalu mejawab “Haha bukan itu maksud saya, saya tidak berani memandangi orang sembarangan tanpa seizin orang itu, takut…”Jelasnya.
“Takut apa?”
“Takut kalau jatuh hati”
“Hahaha”
“Kamu lucu juga”
“Saya Luna”
“Eh saya tidak menanyakan nama kok”
“Tapi dari perkataanmu tadi akan berujung bertanya persoalan nama kan?”Kataku.
“Ah saya tidak bisa berbohong ternyata” Kata laki-laki berkaos hitam barambut gondrong itu.
“Saya Lintang” Lanjutnya lagi.
“Wah bagus”
“Bagus apanya?”
“Namanya”
“Wah terima kasih, saya jarang bertemu dengan perempuan yang berani memuji nama saya”
“Jadi saya yang pertama? Padahal saya tidak suka jadi yang pertama loh” Kataku.
“Kalau gitu kamu yang terakhir”
“Segampang itu?”
“Tidak, harus pakai ujian dulu sih” Katanya lagi sedikit tertawa “Saya harus berdiri terus nih?”
“Oh silakan, silakan, kalau mau duduk”Kataku yang tersadar bahwa kami mengobrol dengan keadaan dia masih berdiri di hadapanku.
“Haha, lain kali saja saya duduk, masih banyak pengunjung yang harus saya bahagiakan dengan kopi saya” Katanya “Nanti kalau waktu kembali mendatangkan kamu kesini lagi baru saya akan duduk di bangku ini”Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka
General FictionBumi "Cinta itu tidak harus memiliki, kamu mencintai seseorang, tapi Sang Pencipta tidak mengizinkanmu untuk bersama dengan seseorang itu, lalu kamu bisa apa? Berharap sampai luka yang kamu dapat itu semakin parah? Cukup kamu relakan saja dia, bersa...