Bagian 3: Kamu datang untuk pergi

5 0 0
                                    

Matahari sangat menyengat hari ini, membakar dahaga siapapun yang berada di Kota kembang ini. tak sesejuk seperti biasanya. Aku sedang duduk menikmati teriknya matahari hari ini sambl mendengarkan beberapa lagu di ponselku menggunakan earphone.

Can’t you see?

Can’t  you see?

That you want someone that I’m not

Yes I love but I can’t

So I am letting you go now and baby one day

When you finally found what you want

And you’re ready to open your heart to anyone

Don’t push people away again

Easier, I know but it’s also very lonely

I love you, but I’m letting go…

Lagu ini sangat menyakitkan pikirku.

Tiba-tiba ponsel ini berdering dan menghentikan lagu yang sedang terputar sekarang.

Halo, Bumi?
Tanyaku ragu-ragu dan bertanya buat apa dia meneleponku lagi.
Halo, di mana?
Di rumah sakit, kenapa?
Aku di bandara nih.
Hah? Bandara mana?
Bandung.
Hah? Ngapain?
Mau ketemu kamu.

Perkataan itu mampu membuat udara Bandung kembali sejuk dan mengembangkan senyumku 180 derajat.

Mau di jemput? Atau gimana?
Jemput dong
Tapi aku masih 30 menit lagi baru bisa selesai tugas
Yaudah aku tungguin di bandara, aku cari makanan dulu deh
Oke, jangan kemana-mana nanti hilang
Baik Luna.

Aku segera menutup ponselku dengan hati sebahagia ini.

Akhirnya kita bertemu Bumi.

Akhirnya semesta mengizinkanku unuk bertemu dengan Buminya.

Apakah ini pertanda baik? Apakah ini jawaban atas segala pertanyaan dari perasaanku selama ini?

Oke baiklah aku tidak ingin memikirkan itu, yang terpenting saat ini aku bertemu dengan Bumi.

Seusai pekerjaanku, aku meminjam mobil Ria untuk pergi ke bandara dan sudah pasti aku harus mengantarnya pulang terlebih dahulu, dan sudah dipastikan dia ikut bahagia mendengar kabar bahwa aku akan bertemu dengan Bumi yang selama ini dia dengar namanya menjadi tokoh utama di ceritaku.

Aku melaju menuju Bandara, tidak aku pikirkan penampilanku saat ini seperti apa, sudah jelas aku sangat bahagia ingin bertemu dengannya.

Setelah sampai diparkiran dan selesai memarkirkan mobil aku langsung menuju tempat yang sedang  Bumi tempati untuk menungguku.

Di mana?

Tanyaku lewat telepon karena tidak bisa menemukan Bumi di Bandara yang seluas ini.

“Di sini”Seseorang memanggilku dan melambaikan tangannya dari sebuah kedai roti yang terdapat di bandara itu.

“Apa kabar?”Tanyaku saat tiba di hadapannya.

Iya, di hadapannya tepat di hadapannya, bukan bayangannya lagi yang aku lihat sekarang tapi Bumi yang asli dengan kaos putih yang dipadukan dengan jaket levis itu, dan dia tersenyum kepadaku.

“Baik, kamu?”Tanya Bumi balik.

“Allhamdulillah baik”Kataku yang mencoba menyembunyikan mimik wajah bahagiaku kepadanya saat ini.

“Bagus deh”

“Kenapa tiba-tiba ke sini?”Tanyaku.

“Kamu sih enggak mau pulang”

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang