Remember

552 26 32
                                    

Tok-tok-tok

Kelopak mata wanita bersurai hitam sepunggung itu terbuka lebar. Menggeliat pelan, setelah kesadaran berangsur-angsur didapatnya, pikiran sang wanita hanya dipenuhi pertanyaan tunggal yang mendadak mencuat. Suara itu, darimana asalnya?

Haera menegakkan punggungnya perlahan. Gaun tidur putih masih memeluk tubuh rampingnya dengan lembut. Ia baru saja terbangun lagi dari tidur yang cukup  panjang. Sekilas menoleh ke samping ranjang king size tempatnya tadi merebah, ia hanya menemukan ketiadaan presensi sosok yang hampir tujuh tahun selalu berada di sisinya juga mengikat janji dengan bukti benda yang setia melingkar pada jari manisnya.

“Jimin?” Panggilnya lembut, ditengah kesunyian yang memenuhi atmosfer kamar.

Tok-tok-tok

Sepasang netra hitamnya langsung tertuju ke arah pintu kamar. Sangat jelas suara itu berasal dari luarsana. Sehingga, tanpa berusaha bertahan dengan rasa penasaran, Haera menyeret tungkai, membuka kenop pintu, sebelum perlahan berjalan keluar kamar.

Tok-tok-tok

Kini ia merasa napasnya kian memburu, tatkala suara yang sedari tadi menyapa telinganya semakin terdengar jelas tepat ketika langkahnya sampai di depan sebuah kamar. Suara tadi terdengar dari dalam sana.

Dilanda keraguan, tetapi ia tak bisa menahan keingintahuan yang sudah terlanjur tersulut, hingga tanpa sadar jemari tangannya telah memegang kenop pintu itu erat, siap mengetahui apa yang ada di balik benda kayu tersebut.

Namun, sebuah tepukan lembut lebih dulu mendarat dipundaknya. “Sayang, kau sudah bangun rupanya,”

Wanita itu segera menoleh, menemukan sosok pria dengan balutan kemeja hitam  tengah memandang hangat sambil tersenyum.

“Jim? Ta-tadi aku mendengar sesuatu dari—“

“Apa maksudmu?” Jimin dengan cepat menukas. Segera menggapai tangan pucat sang istri, membawanya dalam genggaman hangat. “Tak ada apapun, Hae. Ayo, kita sarapan, hm?”

“Tapi, Jim—“

“Stthh,” Sang suami malah menangkup wajah mungilnya, sebelum berujar rendah nan pelan, “Percaya padaku, tak ada apapun. Mungkin ... kau hanya kelelahan saja, Hae. Kita baru saja pindah rumah, dan beberapa bagian rencana yang kita sepakati berdua sudah setengah jalan ...”

Haera menunduk. Bukan main, pipinya serasa memanas.

Pemuda di depannya seketika terkekeh pelan, menanggapi reaksi sang istri bahkan ketika ia belum menyelesaikan kalimatnya. “Bagaimana bisa kau manis seperti ini?” Jimin kini menarik dagu Haera, membawa wajah mungil wanita itu mendekat, sebelum mendaratkan kecupan singkat pada bibirnya.

Masih dalam atmosfer hangat yang menjalar, pemuda itu kini menuntun Haera menuruni anak tangga. “Ayo, kita sarapan. Sandwich ekstra daging kesukaanmu sudah menunggu.”

▪︎▪︎▪︎

Mengunyah potongan-potongan kecil sandwich yang masih tersaji setengah pada piringnya, Haera menekan tombol-tombol yang terdapat pada remote untuk mengganti siaran televisi yang tengah tersuguh di depannya. Meski sedari tadi tak ada satupun hal menarik yang ia tonton dari balik benda tipis itu, pada akhirnya sebuah siaran berita menjadi tujuannya. Sambil menenggak jus jeruk, atensinya kini terpusat total pada suara pembawa acara siaran berita tersebut.

Odds and EndsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang