Chapter 41: The Night Stroll

308 39 10
                                    

Arrange meeting sama representative dari Mel-U, checked.

Ngingetin Ivonne buat bikin time table science workshop, checked.

Sorting data prospect and not prospect, checked.

Ngajuin cuti buat pulang Agustus    ?

Gue membuang satu per satu post-it note yang berjajar di samping laptop yang masih terbuka. Note terakhir membuat gue berhenti dan memandang lebih lama. Indira baru saja mengabari kemarin bahwa pertunangannya, juga tanggal kepulangan gue ke Jakarta, harus ditunda sampai Agustus karena Mas Agustino harus menyelesaikan pekerjaan yang tidak bisa diundur.

Sebenarnya bukan itu yang membuat gue berhenti memandangi post-it note itu. Dalam diam gue memikirkan ketibaan gue di Jakarta nantinya. The people I'm about the face. Bapak, ibu, Indira, Mas Agus, and.. him.

Dia, yang satu kalimatnya beberapa hari yang lalu hampir merobohkan pertahanan diri yang gue bangun berbulan-bulan lamanya.

I don't have time for this stupid shit.

Kesibukan ini mengharuskan gue untuk 100% fokus, nggak pake tapi-tapian. Orang-orang di negara ini nggak bisa diajak kompromi tar-sok kayak di Indonesia. Kesendirian gue, literally, mewajibkan gue untuk mandiri tanpa enak-enakan nunggu Indira yang ngasih aba-aba, seperti keperluan dan kebutuhan flat, misalnya.

One new message..

+6110xxxxxxx  17.50
Halo, Indrika ya? Save nomer saya, ya. (Ezra)

Alis gue terangkat otomatis melihat pesan yang baru masuk. Mas Ezra biasanya hanya menghubungi langsung ke kantor, atau melalui Doni jika ada kepentingan. Now that Doni's business is over with me, why..?

Indrika 17.52
Hi, Mas! :) Saved ya.

Mas Ezra  17.52
Terima kasih, Indrika.

Indrika 17.53
Makasih apanya nih, mas? Hehehe

Mas Ezra 17.53
Makasih udah disimpen.
Nggak penting ya? He..
Lagi kerja?

Indrika 17.55
Iya, sejam lagi baru selesai. Mas?

Mas Ezra 17.55
Lagi off. Maaf ganggu, lanjutin kalo gitu ya :)

Gue nggak membalas lagi dan melanjutkan scrolling email yang tersisa untuk dibereskan hari itu. Hape gue kembali bergetar saat membereskan meja dan menyiapkan tas.

Mas Ezra 18.40
Indrika, sorry. Belum pulang kan? Saya di cafe seberang kantor kamu.

Indrika 18.40
Belum mas, ini siap-siap.
Mas mau ketemu kah?

Mas Ezra 18.41
Boleh? Kalo kamu nggak keberatan aja sih.

Setelah checkout dari mesin presensi gue langsung menyebrang ke blok depan kantor di mana beberapa cafe dan kantor lain berderet.

Mas Ezra menunggu dengan jaket tebal berwarna hitamnya di sebuah kursi di luar cafe. Dia terlihat memainkan hapenya.

"Mas.." gue menegurnya.

"Hey!" senyumnya membalas sapaan gue. "Kamu nggak dingin pake gitu aja?" dia memperhatikan trench coat gue yang nggak setebal jaket yang dia kenakan.

"Nggak kok, heheh.." sebenernya dingin, but I did it for style. Kan gue nggak pernah lama-lama di luar ruangan juga.

"Kalo gitu di dalem aja ya, saya tadi sengaja duduk di sini biar bisa lihat pemandangan jalan."

Gue menarik salah satu kursi di hadapannya. "Nggak apa-apa, di sini aja."

November RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang