"Udah di airport. Mau drop baggage." gue menjawab telepon sambil mendorong trolley berisi koper.
"Good. Nanti nyampe sini jam 5-an sore kan? Jam 7 lah ya keluar imigrasi bagasi segala macem?" sahut Indira.
"Ho oh. Ibu sama Bapak udah di rumah mak?"
"Udah 2 hari yang lalu nyampek."
"Nanti gue ada yang jemput kan?"
"Naik aja kereta bandara kan bisa?"
"Jahat banget sih lu 5 bulan nggak ketemu gue ditelantarin!"
"Hahaha iya iya, ntar mas yang jemput ya. Safe flight.."
Gue menutup telepon Indira sambil membereskan bagasi. Setelah itu gue menuju ruang tunggu dan menata bantal di sofa lounge sambil menanti boarding. Jakarta, I'm coming at last! Setelah menunda dua bulan karena engagement Indira mundur akhirnya gue bisa pulang juga. Kangen buryam deket lampu merah, kangen nasi goreng pengkolan deket rumah, kangen jus semangka yang biasa dibeliin Jefri, kangen macet karena di sini sepi, kangen........
"Harus banget di-push sampe akhir Agustus?" gue bertanya dengan kesal saat dua minggu sebelum jadwal keberangkatan awal, Dira menelpon gue.
"Iya, bener-bener nggak bisa. Mas harus ke luar kota. Kan nggak papa pesawat lu direschedule?"
"Nggak papa tapi ada additional fee-nya.."
"Cuti lu bisa kan di-cancel? Ntar gue yang tambahin pesawatnya, nggak usah khawatir."
"You know that's not the problem.." gue menghela napas.
"It's not? So what is?" tanyanya, entah pura-pura nggak tau atau emang nggak tau.
"Gue udah kangen banget pengen makan buryaaaaam.."
"Hahaha! Lu homesick? Ngaco bener kek ABG baru dilepas kuliah aja." tawanya tanpa rasa berdosa.
"Homesick mana peduli umur?! Lagian gue lebaran nggak ketemu kalian trus ini masih molor lagi.." sahut gue emosi. Gue emang business trip ke sana kemari tapi benar-benar pergi meninggalkan Jakarta adalah hal pertama dalam hidup seperempat abad gue. Jangan salahin kalo gue cengeng.
Gagal sudah imajinasi gue saat itu untuk segera menghirup udara penuh polusi. Belum lagi barang belanjaan berupa titipan Paw-Paw dan Tim-Tam se-tas penuh yang udah gue siapin berhari-hari lamanya. Untung gue belum packing baju juga.
Now the wait is finally over. I'll be home in a few hours.
"Final call for passenger Qantas Airways, destination to Perth, please board to gate number..."
Samar-samar gue mendengar pengumuman bandara saat itu. Airport. Final call. Ulet sagu di dada gue mulai menggeliat menciptakan sensasi yang udah lama nggak muncul.
I drown myself in my music playlist and turn the volume louder to distract the unnecessary brain activity.
*
Jakarta, 7 hours later.
Segera setelah mendarat gue mencari toilet untuk mengganti turtle neck dan jaket yang gue kenakan dengan T-shirt lengan pendek sebelum gue biang keringat kena perbedaan suhu. Winter di Melbourne memang nggak sampai bersalju, tapi suhu 8 derajat celsius memiliki selisih lebih dari 20 derajat dengan suhu Jakarta rata-rata setiap harinya. Badan gue suka langsung gatal-gatal kemerahan kalo kena perbedaan temperatur yang signifikan. Gue mengabari Indira kalo baru aja mendarat.
Kurang lebih sejam kemudian gue berjalan ke arah arrival gate setelah proses imigrasi dan klaim bagasi.
Mas Agus 18.54
Tunggu langsung di arrival ya. Masih inget mobil gw kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
Literatura Feminina"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?" ujarnya ketus. Indrika memandang laki-laki yang membangunkannya dari last call pesawat yang hampir membuatnya ketinggalan penerbangannya ke Bangkok tadi. Punggungnya perlahan...