6.KIRAIN ORANGNYA

15 5 0
                                    

Hari demi hari telah berlalu. Lomba kini sudah di depan mata. Shalma serta anak paskibra yang ikut lomba disibukan dengan latihan dan latihan. Sekarang, persiapan mereka sudah matang. Baris berbaris yang kompak serta fariasi yang memukau dan menakjubkan sudah tertata rapi.

Besok, tim paskibra SMA Angkasa akan melaksanakan lomba di gedung olahraga yang jaraknya jauh dari sekolah membuat anak-anak paskibra di antar menggunakan mobil dari beberapa guru.

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Shalma mengikuti lomba paskibra. Selain olimpiade sains dan matematika, sejak kelas satu SMP Shalma sudah mengikuti paskibra. Shalma bersyukur saat ia ikut paskibra tak pernah kalah.

Kembali kepada Shalma dan anak-anak paskibra yang lain, kini mereka tengah di kumpulkan di ruang basket indoor untuk pembagian seragam.

Seperti biasa, karena tak ada Pingkan, Shalma duduk disebelah Fifi.

"Shal, katanya kostum taun ini beda lho," tutur Fifi.

"Ha, seriusan lo Fi" seru Shalma antusias.

Fifi mengangguk mantap.

Bersamaan dengan itu, Pak Dino dan Bu Sinta serta tiga orang lelaki datang. Tiga orang lelaki itu tak lain adalah Devan dan kedua temanya yang dipertintah untuk membawakan kostum anak-anak paskibra.

"Taroh disitu Devan" ucap Bu Sinta sambil menunjuk tempat untuk menaruh plastik yang berisi pakaian tersebut.

Setelah mengiyakan Devan dan dua temanya menaruh plastik hitam berukuran besar ke tempat yang di tunjuk Bu Sinta.

"Thank you, sekarang kalian boleh balik ke kelas,"

Kedua teman Devan sudah mengacir duluan keluar. Sedang Devan, bukanya pergi, Devan malah semakin mendekatkan dirinya dengan Bu Sinta. Memperkecil jarak antara dirinya dan Bu Sinta. Lalu Devan membisikan sesuatu.

"Bu, saya nggak mau balik ke kelas. Saya mau disini, mau nemenin Shalma bu"

Sudah bukan rahasia lagi jika Devan menyukai Shalma. Bahkan guru-guru pun sudah tau termasuk kepala sekolah.

Bu Sinta yang termasuk tipikal guru yang friendly dan tidak galak, tidak seperti Bu Iska. Bu Sinta terkekeh geli mendengar penuturan Devan.

"Mending kamu nunggunya disana. Daripada nunggu disini, nanti kena marah Pak Dino. Mau?"

Devan menggeleng. "Baik cikgu, Devan kesana dulu,"

Devan balik kanan lalu maju jalan, layaknya anak paskibra yang sedang baris berbaris. Bu Sinta hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli.

"Devan..Devan"

***

"BAA"

Shalma terjengit kebelakang. Jika tidak ada teman-temanya mungkin ia sudah terjatuh. Shalma berjalan keluar sambil mengelus dadanya. Jantungnya berdetak lebih kencang. Bukan karena gugup, tapi karena kaget.

"Kaget ya Shal,"

Shalma mendengus kesal.

"Lo tuh kaya setan tau nggak! Dateng tiba-tiba, ilang juga tiba-tiba"

Devan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ye maap,"

Shalma tak menggubrisnya. Ia terus berjalan dengan perasaan dongkol. Untung dia tidak mempunyai riwayat penyakit jantung. Coba kalo iya! Mungkin sekarang dia sudah terbaring lemah dirumah sakit. Dan itu semua terjadi karena Devan.

"Shal, jangan ngambek gitu dong. Senyum Shal senyum. Senyum itu gratis, tapi kenapa lo susah banget buat senyum,"

"Senyum gue mahal!" Ketus Shalma.

ShalmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang