Figurnya sama seperti kebanyakan gadis remaja lainnya. Rupa pun tidak berbeda. Hanya satu hal; sesuatu yang ada di dalam kepalanya. Menjadikan dirinya tidak lebih dari sekedar sosok yang lebih mirip seperti bocah. Pengucapannya juga terkendala. Setiap hari melalui hari-harinya dari belia hingga beranjak remaja dengan duduk di depan taman yang ada di tempat penampungan, mengumbar senyum lebar-lebar mengharapkan akan ada rumah yang mau menampung sosoknya yang terbelakang.
Lima belas tahun lamanya berharap, tidak pernah gentar meski terkadang ada rasa iri terbesit manakala menyaksikan satu persatu teman yang ada di tempat penampungan disambut oleh rumahnya, menyisakan dirinya yang masih selalu berharap dan terus berharap.
“H-hari ini apa ada rumah yang mau menampung kita ya?”
Bermonolog kecil, mengajak berbicara sang boneka kesayangan lusuh yang ada di pangkuan. Duduk seperti biasanya di tempat harapan; menunggu dan terus menunggu.
“Hana?”
Menoleh cepat saat suara seseorang memanggil, spontan tersenyum kian lebar saat melihat sosok yang sama-sama dibesarkan di tempat penampungan, melambaikan tangan antusias dan menepuk-nepuk satu tempat kosong di sampingnya menyuruh sosok tersebut untuk menempatinya.
“K-kak Jeno!” sapanya riang, kedua kelopak matanya melengkung membentuk bulan sabit sempurna bibir kecilnya terbuka menampilkan deretan giginya yang rapi.
Pemuda disampingnya ini namanya Jeno, memiliki jarak tiga tahun berbeda usia, sama-sama memiliki nasib kurang beruntung walaupun harus diakui pihak yang sesungguhnya memiliki nasib jauh lebih beruntung adalah pemuda itu. Sosoknya teramat baik; satu-satunya sosok yang tanpa merasa jijik ingin berteman padanya.
“Menunggu rumah lagi?”
Anggukan semangat diberikan, “I-iya!”
Mendudukkan diri tepat di sampingnya, Jeno menghela napas sesaat, mengayunkan kakinya pandangan tertuju pada kaki-kakinya yang mengayun bebas.
“Untuk apa menunggu rumah, sementara disini adalah rumahmu. Aku dan tempat ini adalah rumah, Hana.”
Menurunkan lekungan bibir, kepalanya ia miringkan, mengerjap beberapa kali, tidak mengerti atas apa yang baru saja keluar dari bibir pemuda di sampingnya ini; Jeno dan tempat ini adalah rumah?
“B-bukan!” sanggahnya buru-buru, menggeleng cepat, memasang raut wajah serius, “R-rumah seperti teman-teman yang lain! Mereka dijemput rumah!”
Jeno memilih diam, pemuda itu mengerti, Hana sangat mengharapkan penuh akan sebuah rumah seperti yang lainnya, termasuk dirinya sendiri yang sudah sering kali mendapatkan rumah namun kerap kali menolak hanya untuk sosok gadis di sampingnya ini.
Keduanya lantas saling terdiam, Hana tetap mengulas senyum lebar-lebar sembari mengamati ke arah gerbang panti asuhan barangkali hari ini harapannya terwujud, ada rumah yang datang untuk menampungnya sedang Jeno dalam diamnya pemuda itu menatap Hana, jalan pikiran gadis ini tidak bisa disalahkan pikirnya, keadaannya jauh berbeda dari dirinya.
“K-kak! R-rumah!”
Jeno mengerjap, mengalihkan atensinya saat mendengar pekikan senang dari Hana, gadis itu menarik-narik lengan pakaiannya, menunjuk ke arah gerbang yang terbuka dan sebuah mobil yang masuk ke pekarangan panti asuhan. Pemuda itu reflek bangkit dari duduknya disusul oleh Hana yang juga berdiri dari tempat duduknya sebelum akhirnya seruan dari kepala panti asuhan yang menyuruh mereka semua untuk berkumpul di ruang penyambutan tamu membuat kedua orang itu turut pergi ke tempat yang disuruh oleh kepala panti asuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME
Fanfiction[M] Sosoknya terbelakang, setiap hari mendambakan sebuah rumah yang mau menampungnya dan disaat apa yang diharapkannya tersebut benar-benar terjadi, sejatinya bukanlah sebuah rumah yang didapatkannya tapi sebuah neraka sesungguhnya menyambutnya.