June 2016, Jung' Mansion, Seoul
Satu hal yang aku pikir sudah benar-benar hilang saat aku bersama dengan Jaehyun adalah mimpi buruk.
Semenjak tinggal dengan Jaehyun, semua kekhawatiran di kepalaku mendadak hilang. Namun, ada suatu hal yang aneh. Aku kembali mengalami mimpi buruk malam ini.
Yang ku ingat tadi aku menjerit keras. Sepertinya itu lah yang membuat Jaehyun datang ke kamarku saat ini. Aku tidak yakin aku menjerit dalam mimpi atau benar-benar berteriak di dunia nyata. Tapi, aku sangat yakin Jaehyun benar-benar datang, bukan mimpi.
Pria itu berjongkok di tepi ranjang seraya menggenggam tanganku. Aku tak berani untuk membuka mataku, tapi aku bisa merasakan lampu meja di sampingku dinyalakan.
"Ini aku, Yeona. Kau baik-baik saja."
Itu lah yang aku dengar. Jaehyun bergerak meraih tubuhku, mendekapku lembut seraya mengusap puncak kepalaku. Aku tidak pernah tahu jika dengan cara sesederhana ini dapat membuat hatiku tenang dengan cepat.
Aku tak bosan mengatakan ini; aromanya membuatku kembali mabuk.
Aku membalas pelukannya dan membawa wajahku tenggelam di dadanya. Jika bisa, aku ingin terus hidup diiringi oleh wangi vanila milik Jaehyun.
Jaehyun bergerak melepaskan rangkulannya. Ku pikir ia akan kembali ke kamarnya. Ternyata ia hanya ikut membaringkan tubuhnya di sampingku. Setelah memastikan tubuhnya nyaman, ia kembali memelukku.
"Aku akan terus berada di sini, okay? Aku tidak akan pergi."
Oh, baiklah. Sepertinya ia tahu aku sempat khawatir dia akan meninggalkanku. Aku sangat lega saat dirinya tidak meninggalkanku dengan segala ketakutan di kepalaku. Aku kembali memimpikan cambukan menyakitkan itu.
Pelukan Jaehyun semakin erat kala aku berusaha mendekatkan diriku padanya. Kini di antara kami benar-benar tidak ada jarak. Aku bahkan bisa mendengarkan detak jantungnya yang menggila.
Huh, aku pikir Jaehyun adalah orang yang tenang. Sepertinya aku salah.
"Itu hanya mimpi buruk, Yeona. Kau baik-baik saja. Selama ada aku kau akan baik-baik saja."
Ya, ku pikir juga begitu.
Kami sudah tinggal bersama hampir dua bulan lamanya. Kami pun sering melakukan hal-hal menenangkan seperti ini. Dan lucunya, aku sama sekali belum pernah melihat wajahnya. Jika hanya siluetnya saja, setiap hari aku melihatnya.
Tetapi, untuk wajahnya? Aku belum siap.
Mungkin aku memang terlalu egois. Aku pikir mungkin Jaehyun yang selama ini menenangkanku adalah 'dia' yang menyamar. Walaupun, yeah, aku tahu itu tidak mungkin.
Pikiran lamaku mengenai bagaimana setiap orang bisa menyamar menutupi semua keberanianku untuk menatap wajahnya.
Saat ini, berkat Jaehyun, aku bisa berpikir jernih. Aku bisa merubah pemikiranku tentang semua orang di dunia ini jahat berkatnya. Dan juga, karenanya pula aku ingin segera bisa menatap wajahnya.
Atau mungkin ini saatnya? Ini mungkin terlalu mendadak bagiku. Tetapi, aku akan mencobanya.
Tanganku yang semula melingkar di pinggang Jaehyun mengendur. Aku perlahan mengangkat kepalaku untuk dapat menjangkau wajah Jaehyun. Jaehyun pun terlihat menundukkan kepalanya, seolah menyambutku.
Aku tak bisa untuk tidak terkejut dengan apa yang ku lihat di depanku. Kamar ini memang tidak begitu terang. Tetapi, terima kasih pada lampu meja dan bantuan sinar bulan aku dapat melihat bagaimana rupa Jaehyun di depanku.
"J-Jaehyun?"
Sosok di depanku tersenyum lebar. Tangannya yang semula terdiam di punggungku dapat kurasakan bergerak mengusap kepala belakangku.
"Ya, ini aku. Kau mengucapkan kata pertamamu. Aku sangat senang namaku lah kata pertamamu."
Dugaanku tidak pernah meleset. Dari suara, sentuhan, dan perlakuan Jaehyun padaku, aku dapat mengansumsikan jika Jaehyun adalah orang yang sangat tampan.
Dan di sini lah aku, terpaku pada visual Jaehyun yang lebih cocok diberikan pada malaikat daripada manusia.
Tanganku terangkat dan mendarat ke pipi yang membentuk ceruk kecil itu. Aku menyukai bagaimana senyuman Jaehyun bisa menciptakan lubang di kedua pipinya.
"Jaehyun," cicitku seraya menusuk lesung pipi itu dengan telunjukku.
Jaehyun tertawa kecil, menampilkan deretan gigi rapinya padaku. Tangan raksasanya itu bergerak mengambil tanganku yang masih bergerak menusuk-nusuk pipinya. Tanganku itu diarahkannya untuk memeluk pinggangnya lagi.
"Ya, Yeona. Aku ada di sini untukmu."
Kepalaku kembali menubruk dada bidangnya. Ya, aku sudah tahu Jaehyun memang sosok yang sempurna sejak pertama kali ia memelukku di mobil.
***
Parastudio, Seoul, February 2019
Aku meatap sekilas tanganku yang saling bertautan di atas pangkuanku. Tersenyum tipis saat ingatan mengenai Jaehyun terputar begitu saja di kepalaku secara beriritan.
"Sikapnya, suaranya, sosoknya. Aku sangat percaya dia bukan lah manusia. Dia adalah jelmaan malaikat. Bahkan berkatnya, aku bisa mengatakan kata pertamaku. Itu keajaiban. Jung Jaehyun adalah keajaiban."
Next Chapter >>
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFECTION - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished-Bahasa Baku] His affection cures. But sometimes I think, it would be better if I'm never cured. ⚠️ The story may trigger some of the reader. Be mature and read at your own risk⚠️ Genre: angst, short story, romance, sensitive psychology con...