Hari demi hari berlalu, semua berjalan seperti seharusnya. Sejak kejadian di club musicday itu aku jadi jarang berinteraksi dengan Ryan, bahkan di club musicand, Ryan tidak terlalu banyak bicara.
Eh, apa peduliku, toh, dia bukan siapa siapa, ya kan?
Dan juga Arga yang terlihat banyak tanda tanya dan beribu kecurigaan yang terbesit dipikiranku, terlebih dengan kejadian dimana aku harus mengikuti ucapan Arga dengan bersandiwara.
Eh?, tunggu, bersandiwara?, gunanya sandiwara tuh buat apa?, --- ah, aku harus minta penjelasan ke cowok itu.
Aku tidak tau akan bertahan sampai kapan, yang pasti aku sangat ingin menjelaskan sejujurnya dan menyelesaikan masalah yang akan bertambah parah jika dibiarkan begitu saja.
Ditambah teka teki Lucid yang belum aku pecahkan, sejujurnya aku masih gak percaya dengan pemikiran aku sebelumnya, karena kalo aku sampai salah nyimpulin tuh, teka teki, aku juga yang bakal rugi, jadi dibawa santai aja.
Tapi gw gak bisa santay woyyyyyy.
Next
Ah iya soal ka Nara, aku gak tau dia kemana, dimana, dengan siapa, dan bagaimana, aku tidak peduli. Karena aku tidak pernah lagi bertemu dengannya setelah insiden toilet itu, tidak ada gosip yang beredar tentang dirinya. Mungkin saja dia tertelan bumi / lenyap dari dunia ini, bisa jadi kan? Ya... Walaupun mustahil sih.
"Freyyyyyyyyyy...." teriak seseorang yang sepertinya tidak jauh dari posisiku berada karena lengkingan yang terdengar semakin mendekat dan membuatku reflek menutup telingaku.
Kemudian tanpa rasa bersalah ia langsung menjatuhkan tubuhnya kekasurku dan membuatku hampir mental jika saat itu aku tidak langsung pegangan dengan sprei pink favoritku, karena posisiku yang ada dipinggir ranjang dan ia melompat lompat diatasnya,
o me gat, dia pikir kasur aku trampolin?, dan sepertinya urat malunya sudah putus dengan bersikap sesuka hati dan tak peduli dengan omelan ku yang memintanya untuk menghentikan aksi konyolnya itu.
"Viviiiiii hen- eh, tikan, nanti kaa-aa-sur ku hancuu--uuur" Protes ku
Vivi kemudian berhenti dan duduk, aku memegang dadaku dan menetralkan nafasku, lalu menoleh ke Vivi yang senyum senyum sendiri dengan mata tertuju ke arahku, otomatis aku menaikkan satu alisku, kesambet? / gila?
Aku menggeleng cepat, gak, gak, gak mungkin.--- kabur ah, gw takut.
aku pun memilih untuk kabur dari hadapan Vivi karena tingkahnya seperti film boneka setan yang pernah aku lihat spoilernya, bertingkah seperti bocah, lalu senyum senyum sendiri. Sampai sebuah tangan meraih tanganku, siapa lagi kalo bukan Vivi pelakunya, "ko kabur sih?" tanya Vivi "sini, sini"
Aku membalikkan badanku dan mendekati Vivi.Sebuah suara menghentikan ku "Freyaaaa, ada Arga nih nyariin kamu..."panggil Ratih.
seketika tubuhku tercengang, pikiranku nge-blank, dan mataku tak berhenti menatap Vivi yang terlihat lebih terkejut.Dan pada akhirnya, kebohongan tetaplah kebohongan, dan akan terbongkar walaupun di rahasiakan, menyebalkan.
"Arga?" tanya Vivi yang pertama kali sadar dari keterkejutannya "ka Arga?"
Aku menggigit bibir bawahku, "a-a--" terpotong
"Freeeey..., arga nungguin ini, kamu turun makanya..." panggil Ratih lagi
Sumpah pikiranku nge-blank, aku tidak tau harus apa, dan ini resiko berbohong yang sudah seharusnya aku terima. Aku berdesis dan menghembuskan nafasku pasrah, "I-iy-ya buuuu, aku turuuuun, sebentar..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Mimpi dan Dia
RandomFreya, seorang gadis yang memaknai semua hal dengan kata bintang.. Hatiku seperti halnya angin terkadang berubah tidak tentu arahnya, terkadang aku tak mengerti tujuanku? yang aku tau, aku hanya tidak ingin merasakan bimbang dan bayangan yang mengh...