Pagi hari seperti ini Ica dan Pranjasa sudah berada di sebuah ruangan yang memang terlihat bersih dan sangat insentif. Dimana gadis malang dan lemah itu terduduk di atas ranjangnya. Mereka datang secara sengaja untuk menemui Putri dari sahabat mereka, mungkin tidak lagi karena wanita seperti Riana tidak termasuk lagi bisa Ica panggil sebagai teman. Sangat tidak layak rasanya untuk sekedar disebut manusia. Bagaimana bisa dirinya sekejam itu terhadap Ayana putrinya sendiri.
Mata Ica terlihat sembab dan memerah, mereka tidak tega melihat Ayana yang sampai sakit karena terlalu banyak masalah yang dia hadapi. Meskipun itu bukan alasan satu-satunya mereka menangis, ada sesuatu yang sangat mereka khawatirkan. Putra mereka, Abian.
"Aya sayang, kamu nurut yaa. Kamu balik lagi tinggal di rumah tante." bujuk Ica untuk yang kesekian kalinya. Sudah tidak terhitung lagi dirinya mengatakan hal yang sama. Namun nihil, Ayana menolak dengan sopan.
"Aya di rumah temen aja tante, gapapa kok. Aya juga bakal sering-sering main kok nengokin tante, janji deh."
"Kita lebih tega kalo kamu tinggal sama kita Ayana, kita juga sekarang sama aja orang tua kamu juga." Kali ini Pranjasa yang angkat bicara. Sungguh ia juga sangat khawatir dengan gadis yang sudah ia seperti putrinya sendiri.
Namun sama saja, Ayana tidak mengiyakan. Ayana merasa dirinya sudah sangat merepotkan. Dirinya sadar telah banyak membebani semua orang yang ada disekitarnya. Tidak lagi, dia akan membuktikan bahwa dia juga bisa mandiri dan bangkit kembali.
"Gak papa kok, om tante. Ayana cuma pengin belajar mandiri aja. Aya juga udah anggap kalian orang tua Aya sendiri. Sekarang Aya mau belajar lebih mandiri dan cari kebahagiaan Aya sendiri."
Disaat itu juga, seorang suster datang bersamaan dengan Gaura yang masuk ke dalam ruangan Ayana. Gaura terlihat senyum sekilas ke arah Ayana kemudian menatap wanita bernama Ica dengan cemas.
"Tante Abian, dia---" Pekiknya tersekat.
Suaranya tersekat begitu Pranjasa meletakan jari telunjuknya di depan bibirnya sendiri.
Tentu saja mereka sadar dengan apa yang dimaksud Gaura sesungguhnya. Wajahnya berusaha tenang meskipun sesungguhnya sangat tegang.
"Aya, bunda pamit ya. Kabarin bunda kalo ada sesuatu ya sayang." Ica mengecup ujung kepala Ayana untuk berpamitan. "Ken tolong ya, kamu jagain Ayana." kemudian melirik Ken dan pemuda itu mengangguk ramah sebelum mereka benar-benar keluar dengan terburu-buru.
Tentu saja Ayana tidak bodoh melihat mereka yang panik setelah kedatangan Gaura. Begitu juga dengan Ken yang sama terlihat panik namun berusaha ia tutupi sebisa mungkin.
Mata Ayana seolah bertanya kepada Ken tentang apa yang terjadi sebenarnya.
"Gak ada apa-apa kok, Lo tenang aja." jawab Ken kelewat santai.
....
Disinilah Abian berada sekarang, berbaring di sebuah ruangan serba insentif. Di rumah sakit yang sama dimana Ayana berada saat ini, hanya saja keadaan Abian yang sekarang tidak Ayana ketahui.
Setelah dua bulan lalu Abian divonis sakit leukemia, Saat ini adalah kali pertamanya dia akan menjalani tindakan Kemoterapi.
Berbeda dengan Ken, dan teman-teman lainnya yang justru sudah berada didekat Abian. Mereka tentu lebih awal tau tentang hal seperti ini. Hanya saja mereka sepakat untuk tidak memberi tahu Ayana. Mengingat gadis itu sudah menghapi banyak sekali masalah sampai sakit, mereka tidak mau menambah beban pikiran Ayana lagi.
"Aya udah baikan?" Tanya Abian lemah.
"Pikirin diri lo sendiri dulu, gak usah mikirin Aya." ketus Baskara yang kesal sendiri melihat Abian yang sok kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Novela Juvenil"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...