2: Kala Itu

6 2 4
                                    

***

Suara Erika memecah pagi yang sunyi, tepat ketika ia ingin keluar untuk menyapu halaman depan, ia dikagetkan dengan sebuah keranjang yang sudah berada di depan rumahnya.

"Rio! Rio!" panggilnya sedari tadi tidak ada yang menghiraukan.

"Haduh! gimana ini?! Mana Rio nggak keluar-keluar!" geramnya.

"Rio! Sini cepat! Rio!" mungkin ia kini sudah tak abis pikir dengan laki-laki itu, kenapa sedari tadi ia tak mendengar bahwa ada yang memanggilnya padahal sebelum Erika keluar ingin menyapu halaman depan ia dapati Rio yang berstatus suaminya itu sedang meminum kopi buatannya di ruang tengah sambil melihat siaran berita di televisi.

Apa ada masalah dengan kedua telinganya yang sudah menua bukan kah dia sudah diperintah Erika untuk membersih kan kedua telinganya dari kemarin? sungguh Erika nampak sudah tak bisa bersabar lagi menunggu Rio keluar untuk memberitahu semua dan menyuruhnya untuk melihat ini.

Setelah terdiam beberapa saat, Erika pun membawa ke dalam rumah, sebuah keranjang tadi yang berisikan bayi perempuan. Entah apa yang dipikirkan perempuan itu hingga membawanya ke dalam rumahnya.

Setelah ia masuk dan mengunci rapat-rapat pintu rumahnya yang waktu itu rumahnya belum mempunyai pagar, sehingga bisa saja kalau keranjang yang di dalamnya ada bayi perempuan itu adalah hasil penculikan? Bisa saja kan? Dia yang tak tahu apa-apa dituduh mencuri bayi perempuan diusianya yang hampir senja dengan alasan kesepian? Karena memang benar ia kesepian, ia tidak mendapatkan buah cintanya dengan Kakek Rio yang telah
menikahinya hampir 35 tahun. Ia mendambakan bayi tapi tidak dengan seperti ini. Tapi, tidak akan ada yang tahu rencana semesta ke depannya seperti apa, bukan?

Setelah mengunci pintunya rapat-rapat, dan melihat suasana dari jendela untuk memastikan keadaan sekitar apakah ada yang melihatnya, setelah ia memastikan semua aman, dan menutup gorden jendela yang berwarna biru muda itu, diapun meletakkan pelan-pelan -karena bayi perempuan yang tertidur pulas takut terbangun dan menangis- keranjang yang berisi bayi perempuan itu di atas kursi kayunya di ruang tamu.

Tangan dan kakinya terus bergetar. Sedari tadi ia mondar-mandir nampak berpikir. Entah kenapa, mungkin dia sedang ketakutan. Mendengar suara Rio yang khas, suaminya yang umurnya diatas dia 6 tahun. Ia pun menoleh dan mendapati Rio di usianya yang telah senja yaitu 61 tahun yang sudah pantas memiliki cucu, sedang Erika yang berumur 55 tahun sudah pantas dipanggil nenek. Rio berdiri dari kursi tuanya, tentu yang sedari tadi telah ia duduki sambil menikmati kopi di pagi hari. Entah akan kemana, mungkin akan ke kamar mandi. Atau hanya sekadar berdiri lalu duduk lagi. Ruangan tengah itu, jika dilihat dari ruang tamu memang langsung terlihat hampir separonya terlihat, karena hanya ada pembatas tembok sedikit.

Tak perlu menunggu aba-aba, Erika yang sedari tadi sudah geram akan dibuatnya langsung menghampiri dan menyemprotnya dengan suara halus.

"Kamu ini ada apa? Pagi-pagi sudah teriak-teriak," semprotan Erika didahului oleh pertanyaan Rio.

"Kenapa kamu tidak keluar-keluar?" kata Erika dengan suaranya yang memasuki usia senja.

"Memangnya ada apa? Kalau aku keluar di pagi buta seperti ini yang ada aku bisa terserang flu. Kamu tega?" Rio duduk di tempat awal.

"Jangan alasan. Bilang saja telingamu sudah sedikit tidak berfungsi," ledek Erika dengan sedikit tertawa.

"Kalau tidak berfungsi, sekarang aku tak akan menanggapi omonganmu kan?"

2G: Gan and GenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang