Harga Diri

7 1 0
                                    

Brak......

Tangan Banu menggebrak meja. Nafasnya naik turun, mukanya merah padam menahan amarah yang tak kuasa dia bendung. Tangannya mengepal siap menghantam siapa saja yang ada di dekatnya.

  "Sabar mas... sabar !!" Istrinya menangis sambil memeluk suaminya.

"Aku sudah tidak sabar lagi bun, si karta sudah meremehkan aku, dia anggap aku ini apa !?"

"Sudahlah mas, yang penting keluarga kita tetap utuh, kita bisa mulai usaha lagi,anggap saja ini ujian mas."

" Usahaku dia srobot tidak apa apa bun, tapi si karta juga berusaha merayumu itu sudah sangat keterlaluan. Apa lagi si Karta terang terangan ngomong ke padaku kalau dia mau memberi modal dan mengembalikan usahaku lagi dengan syarat aku mau meninggalkanmu, apa tidak keterlaluan bun !?"
"Sesulit apa hidup kita, aku tetap mencintaimu mas, sedikitpun tak ada niat aku meninggalkanmu,  meskipun Banu memberiku uang yang melimpah, tak sudi aku menerimanya. lebih baik aku hidup miskin denganmu mas."

"aku percaya padamu bun, maafkan aku tidak bisa membahagiakanmu,"  sambil mendekap istrinya, Banu menangis, ia sebenarnya juga menyesal atas kelakuan dulu ketika masih kaya.

Sebenarnya Banu dan Karta sahabat karib sejak kecil. Tapi nasip mereka berbeda, Banu anak orang kaya, bapak Banu juragan cengkeh di desanya dan Banu penerus usaha bapaknya. Sedangkan Karta cuma anak petani cengkeh yang hidup pas pasan.
  Sejak masih sekolah Fatimah berpacaran dengan Karta. Tanpa ada angin dan hujan tiba tiba, Banu melamar Fatimah, tentu saja orang tua Fatimah menerima lamaran Banu,yang hidupnya lebih kaya dari pada Karta. Sedangkan Fatimah tidak bisa menolak keinginan orang tuanya.

Sakit hati Karta bermula dari sini, dia simpan sakit hatinya dalam hati, karta justru semakin lebih akrab sama Banu.
  Meskipun sudah menikah kebiasaan buruk Banu tidak berubah. Mabuk mabukan dan main perempuan adalah hobinya. Kebiasaan Buruk Banu di manfaatkan oleh Karta dengan mencarikan gadis gadis yang cantik dan menemani dia minum minum. Si Banu sampai lupa daratan, akhirnya usaha Banu jatuh Bangkrut.

Ternyata kebangkrutan Banu, campur tangan karta juga. Diam diam Karta, mempelajari pasar mana yang menopang ekonomi si Banu. Karena Banu sudah menganggap Karta sahabat baiknya dan rasa trima kasih Banu telah merestui Fatimah menjadi istrinya. Si karta di beri kepercayaan memimpin pengiriman  cengkehnya. Kelihaian Karta menukar cengkeh Banu yang kualitas bagus di tukar dengan kualitas jelek sangat rapi, akhirnya setiap pengiriman Banu di tolak semua oleh pasar. Sedang Karta berhasil membalikan nasib Banu, sekarang Karta menjadi juragan cengkeh tunggal di desanya.

*******

Pagi pagi Banu mengasah cluritnya, amarahnya sudah diubun ubun. Dia sangat marah pada Karta, sudah dianggap sahabat dan kepercayaannya, berani beraninya menginjak ijak harga dirinya.

Fatimah cuma bisa menangis, dia sudah berusaha menenangkan amarah Banu. Sebenarnya Fatimah masih mencintai Karta, tapi melihat anaknya masih kecil dan tak ingin ada pertumpahan darah,Fatimah sekuat tenaga mencegah banu.

"Mas eling...anak kita masih kecil, aku tidak ingin kamu ada apa apa."

"Tenang bun, Karta harus di kasih pelajaran, supaya tidak menginjak injak harga diri keluarga kita."

"Tapi mas...apa tidak ada cara lain, selain kekerasan."

"Kesabaranku sudah habis, bun."

"Demi keluarga kita mas, jangan kotori tanganmu dengan dosa."

"Dosa akan aku jalani bun, asal si Karta merasakan kepedihan hatiku ini."

"Apa mas, tidak ingin merebut kembali usaha kita seperti dulu, mas ?"

"Aku sudah tidak punya modal lagi bun, sedangkan karta membeli harga cengkeh dari petani sangat tinggi."

"Cari cara lain mas, asal jangan pakai emosi."

"Harus cari cara apa lagi bun, Karta sudah tau apa kelemahanku, huuufs..... bodohnya aku mengapa aku begitu percaya padanya."

"Mas....!!" Fatimah sudah tidak bisa melanjutkan kata katanya, ia cuma bisa menangis.

"Tenanglah bun, ini urusan lelaki, bunda di rumah saja, jaga anak kita."

"Aku takut mas..."

Banu pun memeluk  sambil mengecup kening istrinya, sambil berbisik,"Aku mencintaimu bun."

Fatimah tak kuasa membendung tangisannya.

  Di raihnya jaket kulit, serta  menunggangi motor king  kesayangannya, Banu cepat cepat pergi tanpa menghiraukan tangisan istrinya.
   Fatimah sudah tidak bisa mencegah lagi, di pandangi kepergian suaminya sampai tak nampak lagi kearah mana suaminya pergi, hanya suara motornya yang sayup sayup terdengar, yang tak lama menghilang.

****

Sampai di rumah Karta, Banu mengetuk pintunya, kebetulan simbok Karta sendiri yang membukakan pintunya.

"Karta ada mbok."

"Owh nak  Banu...Kartanya lagi mandi, silakan masuk nak banu."

"Iya mbok trima kasih."

"Sebentar, saya panggilkan Karta dulu."

"Iya mbok."

Tak lama kemudian muncul Karta.

"Hai, Banu tumben  mau main kerumahku, ada angin apa yang  membawamu kemari."

"Sudahlah Karta, jangan basa basi lagi, sebagai sahabat aku masih ada niat baik kepadamu, tapi dengan caramu, merayu istriku, kamu sudah menginjak injak harga diriku."

"Sabar dulu Banu, bukankah kamu yang merebut Fatimah dariku, apa kamu tidak sadar siapa yang lebih tulus mencintai fatimah."

"Omong kosong..!!" Mata Banu sudah merah padam, semakin muak liat muka karta yang senyum senyum seolah mengejeknya.

"Jika kamu mencintai fatimah, kenapa setiap hari, waktumu kau habiskan dengan perempuan perempuan di luar, apa kamu tau gimana sakitnya hati Fatimah, setiap hari suaminya pulang dalam keadaan mabuk dan lehernya bekas ciuman."

"Apa hakmu menghakimi hidupku."

"Jelas ada, kamu suami orang yang aku cintai, aku rela berkorban apa saja demi dia asal aku bisa hidup bersamanya."

"Munafik...!!!" Banu sudah tidak tahan lagi dengar ocehan Karta, di keluarkan clurit dari dalam jaketnya, dengan secepat kilat diayunkan ke tubuh Karta.

Cras..

Untung karta cepat menghindar, clurit Banu cuma mengenai pundaknya, darah segar memuncrat dari pundak Karta.

Cras...cras..

Aduuuhh...!!! Acgh...!!!

Bertubi tubi Banu membabat Karta. Tak mau mati konyol Karta melakukan perlawanan, di raihnya fas bunga dan di hantamkan ke Banu.

Acgh...!!!

Banu pun sempoyongan, di babat lagi Karta pakai cluritnya, dengan sisa tenaga Karta melawan Banu dengan tangan kosong.

Mendengar ribut ribut di ruang tamu, simbok Karta keluar, dilihat anaknya bersimbah darah dia pun keluar sambil minta tolong.

Ramai ramai orang datang kerumah Karta. Melihat Karta tergeletak tak berdaya warga yang datang, semuanya emosi, di tangkapnya Banu  dan di hajarnya ramai ramai.

Banu di seret beramai ramai keluar rumah, dia tergeletak tak berdaya di depan rumah Karta.
 
Simbok Karta menjerit histeris melihat anaknya mati. Mendengar jeritan dan kabar Karta mati warga bertambah geram, entah siapa yang mulai tubuh Banu di bakar hidup hidup.

Banu berteriak melengking menahan kesakitan, tubuhnya menggelepar merasakan sakit yang teramat sangat akhirnya Banu ambruk sudah tak bergerak lagi.
  Akibat kebodohan, menuruti nafsu dan emosi, akhirnya kedua sahabat itu mati karena harga diri.

Tamat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Harga DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang