10. Perasaan Setiap Wanita

461 27 3
                                    

Setiap wanita, punya sudut pandangnya sendiri untuk menjelaskan bahagianya, ketika duduk disana.

-Bunda Agiswara-

2 minggu kemudian..

       Aku menghabiskan waktu dua minggu ini untuk mengurusi bakery bunda. Dari toko utama sampai cabang kesepuluh. Tak hanya itu, aku juga sibuk membantu persiapan pernikahan kak Argi dan Billa. Arzen juga tidak kemana-mana selama dua minggu ini, dia hanya pergi memancing dengan ayah, sesekali ikut denganku ke bakery dan hal lain seperlunya. Dia juga ikut serta dalam persiapan pernikahan kak Argi.

Dan hari ini adalah hari yang kak Argi dan Billa tunggu-tunggu. Hari inilah Billa secara resmi akan menjadi kakak ipar ku, istri dari kakakku.

Akad akan dilangsungkan di masjid pesantren paman Abdul ---ayahnya Billa. Billa adalah anak seorang kyai besar yang memiliki banyak santri. Rumahnya pun tak jauh dari suasana pesantren. Ayah Billa dan ayahku sudah bersahabat sejak lama. Mereka teman satu pesantren, satu kamar malahan. Dan sekarang hubungan mereka akan semakin dekat yaitu, besan.

"Kak Argi.." aku memasuki kamar kakak. Sang pemilik kamar kulihat sedang telentang di atas kasurnya. Dia jadi nikah nggak sih?

"Kak, kok malah tiduran sih?!"

"Nervous, dek!" jawabnya dengan lesu. Wajahnya pun terlihat pucat.

"Ya ampun.. kemarin aja sok-sokan. Bilangnya nggak bakal grogi, bakal lancar. Mana buktinya? Belum apa-apa udah nervous duluan," ejekku. Dan wajah kak Argi semakin memucat.

"Tapi, ini beda dek! Kakak takut, tapi aduh--- nggak bisa dijelasin deh pokoknya."

"Sini-sini, berdiri!" Aku menarik tangannya agar berdiri. Menghadapkannya pada kaca. "Percaya diri dong. Billa udah nunggu kakak. Masa mau gagal nikah?" Aku memakaikan jas hitamnya.

Kak Argi mengatur nafasnya. Wajahnya sudah sedikit membaik. Dan mulutnya kulihat komat-kamit. Merapal beberapa doa.

"Argi, aku masuk ya." Suara terdengar dan muncul sosok Arzen dari ambang pintu.

"Sudah siap?" tanya Arzen sambil melangkah mendekat.

"Bismillah!" Kak Argi menjawab yakin diiringi anggukan kepala.

Kami bertiga keluar dari kamar. Rombongan keluarga akan segera datang ke tempat akad. Semua keluarga besar hadir. Sudah ada 2 bus besar yang siap mengangkut kami semua.

Butuh waktu 40 menit untuk sampai di rumah Billa dari rumah kak Argi. Kak Argi yang meminta semua acara diadakan di rumahnya saja. Biar sekalian syukuran rumah baru katanya.

"Kalau di Maroko pesta pernikahannya seperti apa, Zen?" tanyaku pada Arzen.

"Menikahlah denganku, biar kamu tau," jawabnya asal dengan tampang datar tanpa dosa.

"Iihh.. nggak mau. Nanti aku kamu jadiin yang keempat dong. Sorry lah yaww...!!"

"Kalau dijadikan yang pertama mau?"

"Nggak mau juga. Soalnya kalau pertama, akan ada kedua, ketiga dan seterusnya."

"Eum.. kalau yang pertama dan terakhir. Bagaimana?"

Salam Untuk Arzen [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang