4

59 3 0
                                    

Akhirnya setelah lamanya perjalanan sampailah Divan dan Angel di kota. Angel terlihat sangat senang dan melompat keluar dengan cepat mengagumi gedung - gedung pencakar langit di sekitarnya. Tidak hanya Angel, Divan terlihat lebih lega saat akhirnya dia bisa turun dari bis. Masalahnya selama perjalanan, para penumpang terus menatap kearahnya dan Angel. Itu sangat memalukan.

"Wah indah sekali." Angel terpesona oleh gedung - gedung tinggi dihadapannya.

"Ayo kuantar kamu kerumahku." Divan menarik tangan Angel yang masih terpaku akan pesona gedung - gedung di depannya. Dan tarikan itu berhasil membuat fokus Angel teralihkan kepada Divan.

"Rumahmu dimana?" Tanya Angel dengan tangan yang masih ditarik Divan.

Divan memberhentikan taksi yang kebetulan kosong melintas di hadapannya. Sedangkan Angel menatap kearah mobil taksi dan tangannya secara gantian. Mungkin di dalam otak kecilnya sedang berpikir tentang kegunaan lain dari tangannya itu. Bisa memberhentikan besi berjalan. Mengetahui pemikiran itu membuat Angel gembira, karena ini merupakan pengetahuan baru baginya.

"Ayo masuk!" Divan mendorong Angel terlebih dahulu memasuki taksi, kemudian disusul Divan.

Saat sudah masuk di dalam, Angel merasakan kursi taksi yang lebih empuk daripada kursi yang ada di dalam bis tadi. Merasakan begitu empuk dan lembutnya kursi itu membuat pantat dan bagian atas tubuhnya melompat - lompat senang.

"Ya Tuhan.."

Ini adalah kesekian kalinya Divan mengeluh atas sikap dan tingkah laku Angel. Memalukan seperti biasanya. Lihatlah saat ini supir taksi itu sedang menatap tajam kearah Angel yang sedang melompat - lompat di kursinya.

Karena Angel tak kunjung berhenti dari aksi lompat - lompatnya, akhirnya Divan memilih merengkuh pinggang Angel agar berhenti melakukan sesuatu yang membuatnya malu.

"Diam! Dan duduklah dengan tenang." Divan mengatakan dengan penuh penekanan sambil menatap wajah Angel. Angel yang mendapati tatapan itu hanya menurut dan duduk dengan tenang.

Divan melepaskan nafasnya kasar, dia menyesali keputusannya menyetujui permintaan si nenek. Lalu bagaimana kehidupan Divan selanjutnya? Jika masih ada Angel di sisinya.

***

Tak banyak waktu yang dihabiskan untuk sampai dirumah Divan. Divan segera menarik keluar Angel dari dalam taksi setelah memberikan bill kepada supir taksi itu.

"Ini rumahku..."

Divan mengatakan sambil memandang kearah pagar tinggi dihadapannya. Jelas tidak terlihat bentuk rumah Divan yang sesungguhnya, karena tingginya pagar di hadapannya kini.

"Kau tinggal di dalam pagar?" Angel bertanya dengan polosnya, sambil menatap iba kepada Divan. Merasa kasian karena harus tinggal di dalam pagar.

"Astagaa"

Merasa menyesal Divan membawa Angel kerumahnya. Bagaimana jika mamanya tidak menyetujui Angel tinggal dirumahnya? Kemungkinan terburuknya, Angel akan disiksa layaknya pembantu. Untuk papanya, jelas akan menerima Angel. Terlebih lagi papanya sedang dinas diluar negeri sehingga tidak bisa datang dalam waktu - waktu dekat.

"Ayo masuk." Divan kembali menarik pergelangan tangan Angel.

"Apakah kau akan memberitahu cara masuk kedalam pagar? Itu begitu sempit sekali." Angel menatap ketebalan pagar di hadapannya. Ia mulai membayangkan dia memasuki pagar itu. Pikirannya sudah berfantasi dengan liar, bahkan dia berpikir tubuhnya akan mengecil seperti semut untuk bisa memasuki pagar.

"Aku tidak tinggal di dalam pagar. Rumahku ada di balik pagar ini." Dengan sabar Divan menjelaskan letak rumahnya yang sebenarnya.

"Syukurlah aku tidak perlu menjadi semut." Angel mengusap dadanya tanda bersyukur.

The Girl of Forest Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang