11. Hari Terakhir

355 57 0
                                    

Gue berjalan keluar ruangan bersama Celine dan Rayyan yang berjalan di antara gue dan Celine. Gue menghela napas sejenak dan tersenyum lega sembari berjalan menuju lapangan depan, tempat di mana gue biasa berkumpul dengan yang lain.

Rasanya sedikit bebas, mengingat hari ini ujian akhir semester gue telah selesai. Liburan akan datang, dan setelah itu otak gue di paksa bekerja lebih keras karena akan ada lebih banyak ujian yang menunggu.

Celine memajukan kepala dan menatap gue dengan alis berkerut saat menuruni tangga, di ikuti Rayyan yang juga sama penasaran.

"Lo kenapa?" Celine satu langkah berjalan mendahului, "Sesenang itu ujian selesai?"

"Iya!" pekik gue dengan senang.

"Lo mulai sinting kayaknya,"

Sejak minggu lalu dimana teman-teman gue datang dengan tiba-tiba ke rumah, gue memang tidak banyak berkomunikasi. Hanya bertemu di sekolah setelahnya dan berbicara mengenai pelajaran dengan mereka, tidak sebebas seperti biasanya.

Gue balas tersenyum semakin lebar, membuat Rayyan menggaruk pelipisnya dan Celine yang meringis kasihan.

Mengabaikan gue yang tersenyum sepanjang jalan, Rayyan menyusul Celine dan berjalan berdampingan membuat gue mendengus kesal karena di tinggalkan.

"Woi, setia kawan dong. Tega banget ninggalin gue jalan sendiri!!"

Celine menoleh dan menjulurkan lidahnya, mengejek, membuat gue segera berlari kecil mengejar mereka dan memaksa berjalan di tengah, merangkul Rayyan yang tinggi, yang membuatnya jadi sedikit merunduk dan merangkul Celine, membuat cewek itu teriak tertahan.

Gue mengabaikan rengekan mereka dan lanjut berjalan lurus menuju lapangan depan, tempat di mana Mirza dan Gitta menunggu.

.

Gitta berdecak pelan saat melihat Rayyan, gue dan Celine yang berjalan mendekat ke arahnya, dia mengoceh pelan karena gue keluar kelas cukup lama tadi.

"Kalian kenapa lama banget?" tanya Gitta dengan garang.

Celine meringis kecil dan mencoba menjelaskan, "Duh, Git pelajaran terakhir kita itu tadi fisika, ya kali bisa di kebut..., yang ada ngawur semua jawabannya." membuat gue dan Rayyan mengangguk setuju.

Rayyan duduk di samping Gitta, menghadap ke arah lapangan di ikuti Celine di sebelah kiri Gitta dan gue di sebelah Rayyan.

"Si Mingho kemana?" Rayyan memutar kepalanya, mencari keberadaan temannya, berharap bisa di lihat oleh jangkauan mata. "Gue kira lo sama dia udah jambak-jambakan di sini," tuduh Rayyan, menatap Gitta lagi.

"Iya, Mingho mana? Biasanya dia yang paling ribet ngomel." gue meneruskan.

Gitta menghembuskan napasnya pelan dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi tunggu itu.

"Nah, itu dia yang bikin gue misuh-misuh nungguin kalian.. gue sendirian di sini, dari tadi."

Gue, Rayyan dan Celine kompak menoleh menatap Gitta, seakan gak percaya dengan apa yang di ucapkan Gitta. Karena biasanya, si Mirza itu orang yang paling semangat kalau kita berlima mau jalan bareng atau sekedar duduk minum es seribuan di warung Bu Nur, tapi sekarang malah ngilang.

"Lah, gimana? Terus kita jalan berempat doang nih?" Celine bertanya memastikan.

Gitta mendengus kesal, "Yee... yang ada kita di ambekin sama dia."

Rayyan berdiri dari duduknya, mengomando kita untuk ikut berdiri. "Yaudah, kita tunggu si Mingho di warung Bu Nur aja."

Gue dan Celine mengangguk, kemudian berjalan menuju warung Bu Nur, membiarkan Rayyan dan Gitta yang berjalan menuju parkiran untuk mengambil kendaraannya.

Possessive Bro • JaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang