[Bagian 19]

1.5K 379 51
                                    

Untukmu
Lelaki yang nyaris tujuh tahun mengisi hari-hariku

Rayhan, aku harap kamu masih ingat tentang hari dimana kita pertama kali bertemu. Aku harap kamu masih ingat bagaimana saat pertama kali kamu menjabat tanganku saat kita berkenalan.

Aku harap kamu tidak pernah lupa tentang hari itu. Saat itu, aku dan kamu masih memakai seragam. Kita baru keluar dari sebuah tempat fotokopi di dekat sekolah. Lalu saat kita mau ke motor, tiba-tiba hujan turun dan kita terjebak di depan tokonya.

Aku tidak pernah menyangka saat itu kamu akan memintaku untuk menjadi pacarmu.

Nyaris tujuh tahun menghabiskan waktu bersama kamu, aku kira aku adalah perempuan yang paling mengenal dirimu lebih dari aku mengenal diriku sendiri. Yah meskipun nyatanya tidak begitu.

Tapi, sejak sore itu melabuhkan hatiku pada seseorang, yaitu kamu. Caramu memperlakukan aku rasanya terlalu sempurna. Selama nyaris tujuh tahun kamu sama sekali tidak pernah menyakiti aku. Kamu menjaga aku sebagaimana kamu menjaga harga dirimu sendiri.

Ini adalah 25 Desember, dan itu artinya, hari ini seharusnya hubungan kita tepat tujuh tahun. Iya kan, Rayhan? Seharusnya kita pergi ke restoran favorite kita berdua, seperti enam tahun yang kemarin.

Aku ingat sekali, pada tahun keenam, aku berkata aku bosan makan di restoran favorite kita setiap kali kita merayakan hari jadi. Tapi, kalau seandainya aku dan kamu diberi kesempatan untuk bisa memutar waktu dan memperbaiki kesalahan, aku tidak akan mengeluh dan berkata bosan jika kita makan disana untuk yang ketujuh kalinya.

Kamu tau tidak, aku sama sekali tidak pernah memimpikan akhir yang seperti ini. Jangankan memimpikan, membayangkan pun aku tidak pernah.

Ini rasanya lebih pahit dari paracetamol yang sulit untuk ditelan itu. Kamu juga pasti tahu seberapa bencinya aku dengan rasa pahit. Karena itu aku tidak suka obat.

Rayhan, kamu ingat nggak? Waktu itu aku sakit, dan kamu rela nggak pulang cuma karena kamu mau jagain aku 24 jam dirumah. Aku masih ingat kamu memeluk aku setiap kali aku merengek karena tidak mau minum obat, aku masih ingat bagaimana kamu merapihkan selimutku setiap kali aku terbangun dari tidur atau bergerak sedikit saja.

Waktu kamu bilang kalau kamu mau lamar aku, rasanya mau bilang pada seluruh dunia bahwa aku adalah perempuan yang paling bahagia!

Aku sudah membayangkan hari dimana kamu akan menjabat tangan ayahku saat akad nikah, aku sudah membayangkan aku dan kamu akan berjalan di altar pernikahan menuju kursi pelaminan, aku sudah membayangkan kita akan tinggal di bawah satu atap yang sama nantinya, aku sudah membayangkan betapa menyenangkannya tidur dalam pelukmu setiap malam, dan melihat wajahmu saat pertama kali membuka mata.

Saat cincin itu melingkari jari, harapanku melambung jauh, sudah kubayangkan perutku kelak akan membesar, lalu setelah itu kita akan memiliki boneka hidup yang kelak akan memanggilku mama dan memanggilmu papa. Kita akan belajar mengasuh bersama.

Tapi hari itu, rasanya seperti mimpi buruk.

Perempuan itu datang menemui aku di sebuah kafe dekat sekolah kita dulu.

Disana, ia membawa bom waktu yang memporak porandakan seluruh harapan dan mimpi-mimpi yang aku bangun nyaris tujuh tahun bersama kamu.

Rasanya seperti disambar petir, seperti aku tenggelam di dasar samudera.

Sakit sekali Rayhan, aku nggak bohong.

Waktu itu, untuk sekedar menelan ludah dan berkedip rasanya sulit sekali. Seolah-olah dunia tidak ingin aku melewatkan satu detik momenpun untuk menikmati rasa sakit.

Napasku rasanya habis, paru-paruku kehabisan oksigen, dan tenggorokanku seperti tercekat.

Rasanya ingin marah pada Tuhan. Rasanya ingin menyalahkan keadaan. Rasanya ingin bertanya pada seisi bumi.

Salahku padamu apa?

Apa Rayhan, coba bilang, apa salahku? Apa kurangku?

Rayhan, aku minta maaf, mungkin banyak hal yang kurang dari aku sehingga kamu harus mencari perempuan lain untuk melengkapinya. Aku minta maaf belum bisa menjadi pendamping yang sempurna untuk kamu.

Dan jika akhirnya aku harus menyerah pada kita, semua aku lakukan bukan karena rasa cinta dan rasa sayangku padamu hilang digerus rasa kecewa. Tidak sama sekali

Aku tidak mau kamu salah paham.

Kemunduranku dari hubungan kita, keputusanku mengakhiri semuanya bukan karena semua perasaanku untukmu sirna begitu saja.

Semua semata-mata karena aku tidak bisa egois. Aku tidak bisa mengemis, memaksakan keinginan dan harapanku untuk terus bisa bersama kamu.

Sebab ada perempuan dan jiwa lain yang jauh lebih berhak atas kamu.

Ada hal yang lebih besar, yang harus kamu pertanggung jawabkan. Lahir dan batin.

Perempuan lain dan apa yang ada di dalam tubuhnya itu jauh lebih membutuhkan keberadaan dan kehadiran kamu dalam hidupnya saat ini.

Rayhan, terimakasih sudah mau bertanggung jawab atas semua yang kamu lakukan pada dia. Terimakasih sudah membuktikan bahwa kamu adalah laki-lakiku yang tidak lari dari masalah, terimakasih sudah membuktikan bahwa kamu berjiwa besar dengan mengakui kesalahan.

Biar bagaimana pun juga, aku bangga pada sikapmu.

Oh iya, seharusnya kamu menerima tulisan ini beberapa jam sebelum akad nikahmu. Melalui tangan papaku yang hari ini datang untuk menjadi walimu.

Selamat menempuh hidup baru ya, Rayhan...

Aku minta maaf, berjuta-juta maaf...
Aku tidak ada disana
Aku tidak bisa hadir
Aku belum sanggup jika harus melihat kamu menjabat tangan laki-laki yang bukan ayahku
Aku belum sanggup mendengar kamu menyebut nama perempuan lain dalam satu hembusan napas
Aku belum sanggup mendengar kata sah, dan bukan aku perempuan yang duduk di sisimu

Tapi sungguh, aku doakan semuanya lancar hari ini. Aku doakan semua yang terbaik untukmu, untuknya, dan untuk diriku sendiri

Aku cinta kamu, sama seperti dihari pertama kamu memintaku menjadi pacarmu tujuh tahun lalu.

Semoga apapun yang terjadi setelah ini, adalah apa yang terbaik menurut Tuhan.
Demi perempuan itu, dan anakmu yang masih ada dalam kandungan...

Aku lepaskan kamu

Terimakasih tujuh tahunnya, Rayhan. Aku beruntung pernah berjalan sejauh ini denganmu.

Tertanda,
Perempuan yang sudah mengikhlaskanmu

***

Author notes

Lagi-lagi ditulis dalam keadaan gabut dan ngga bisa tidur. Dan bodohnya juga pengen ngepost jam segini ehehehe

Jangan lupa vote dan komen okeeey!

Adain bab tambahan nggak nih??

Before We Were Stranger [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang