---
Hari itu, di awal musim gugur, tepat di tanggal 13 Oktober, Hoseok terbangun dari mimpi panjangnya. Mengerjapkan matanya perlahan, membiasakan pandangan matanya yang masih berbayang. Menggerakkan tangan kanannya yang seperti direngkuh seseorang. Itu Namjoon yang tertidur pulas sembari menggenggam erat tangannya membuat Hoseok tertegun. Namjoon ada disini ? Menemaninya ? Sejak kapan ?
Bolehkan Hoseok berharap kalau sahabatnya itu telah memaafkan kesalahannya di masa lalu dan menerima segalanya dengan lapang dada ? Bolehkah dia bahagia sekarang ? Rasanya Hoseok ingin menangis tersedu sekarang. Dadanya terasa begitu sesak namun terasa menyenangkan. Beban yang dipikulnya terasa berkurang walaupun hanya sedikit. Tetapi, dia mensyukurinya.
Kembalinya sang sahabat dalam hidupnya sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia. Dengan gerakan pelan, dia mengusap puncak kepalanya Namjoon. Berharap si jangkung masih terlelap agar dia bisa leluasa menyalurkan rasa rindunya pada sahabatnya itu. Sudah lama sekali, mereka tidak menghabiskan waktu bersama. Hoseok rindu, rindu sekali. Perlahan, bulir air mata yang memupuk dipelupuk matanya meluruh di pipinya. Terisak tanpa suara karena rasa senangnya tidak terkira. Berharap selamanya akan seperti ini. Masih memiliki waktu lebih untuk bersama orang-orang yang ia kasihi. Tetapi, Hoseok cukup tahu diri. Itu adalah harapan besarnya yang mungkin tidak pernah terwujud.
Mendapatkan usapan lembut di kepalanya, membuat Namjoon terbangun. Mengerjap linglung kearah Hoseok yang kini tersenyum manis kearahnya dengan wajah basah."Hosiki, kau sadar ? Apa aku bermimpi?"
Hoseok menggeleng pelan membuat Namjoon nyaris berteriak keras saking senangnya, mendekap erat Hoseok yang kini larut dalam tangis harunya. Saling mendekap sambil terisak. Sesekali keduanya menggumamkan kata maaf untuk segalanya. Mereka memilih berdamai dengan hati mereka.
Seokjin melihatnya dengan senyuman lembutnya, mengusap puncak kepala Jeongguk yang mulai bertanya apa yang terjadi, mengapa Joonie hyungnya menangis dan dengan nada bergetar, Seokjin berkata,"Hosiki sudah sadar, Gukie dan dia tengah melepaskan rasa rindunya pada sahabatnya yang kembali dalam hidupnya lagi."
Jeongguk tertegun ditempatnya, sebelum ikut mendekap Hoseok yang terkekeh kecil mendengar isakan lirih adik kesayangannya yang terus menggumamkan kata rindu padanya. Namjoon mengalah, membiarkan Jeongguk sepenuhnya memeluk Hoseok yang memberi ruang kosong untuk si bungsu Jeon untuk ikut berbaring disampingnya, membalas dekapan bocah itu tidak kalah erat. Membisikkan sebuah kata yang membuat bocah kelinci itu semakin tersedu.
"Hosiki hyung juga rindu Gukie, rindu sekali."
Biarlah mereka tenggelam dalam euphoria, sebelum bersiap menghadapi badai selanjutnya yang bisa datang kapan saja untuk menghancurkan hidup mereka.
.
.
Ruang rawat Hoseok begitu ramai hari ini karena kedatangan para teman kerja paruh waktunya yang menjenguknya setelah mendapatkan kabar dari Seokjin yang mengatakan kalau dirinya telah bangun dari mimpi panjangnya. Jongin dan Taemin datang dengan sekeranjang buah dan kue kering nan lezat lalu Sehun yang membawakannya sebuket besar bunga mawar putih yang langsung mendapatkan cemooh dari Chen yang mengoloknya dengan kata bodoh karena tidak sepatutnya membawakan sebuket bunga mawar putih untuk seorang teman yang tengah sakit. Bunga mawar kan hanya ditujukan untuk seseorang yang di sukai. Oh Sehun tidak belok, kan ?
Ada kyungsoo juga yang lebih tenang dari yang lain, sibuk mengupas apel yang kini dia sodorkan pada Hoseok yang nampak sungkan menerimanya."makanlah, Hoseok-ah. Buah apel bagus untuk penyembuhanmu."
Dengan ragu-ragu, Hoseok menerimanya lalu berucap dengan nada lirih,"gomawo, Kyungsoo-ah."
Kyungsoo mengangguk, menampilkan senyuman yang membuat Hoseok teringat sosok sang kakak yang mempunyai senyuman serupa. Rautnya menyendu membuat Kyungsoo menatapnya khawatir,"kau tidak apa, Hoseok-ah ?"