Sebuah emperan kelas menjadi saksi bisu di mana Wonho memeluk Hyungwon begitu erat di pertemuan kedua mereka.
Diam-diam Hyungwon bisa menyesap aroma mint dari tubuh Wonho. Aroma yang membuat citra Wonho terasa benar-benar maskulin di mata Hyungwon. Tanpa ia tahu, Wonho kini tengah melakukan hal yang sama. Menyesap aroma citrus Hyungwon yang terasa sangat menenangkan.
"Omong-omong aku suka aroma tubuhmu." Ucap Wonho sembari mengusap helai merah muda Hyungwon.
Sebuah senyum tidak terencana hadir di wajah kecil Hyungwon. Rona merah jambu menghiasi pipinya.
Kebanyakan orang akan selalu memuji wajah ataupun tinggi badannya, tetapi tidak pernah ada orang yang memuji aroma tubuhnya.
"Kau tersipu?"
Sepasang mata Hyungwon membulat seketika, terkejut dengan perkataan Wonho yang tepat sekali dengan apa yang dia rasakan saat ini.
Hyungwon lantas menggelengkan kepala dan mundur teratur untuk melepaskan pelukan antara mereka. Melukis jarak antara ia dan Wonho sembari menatap lekat-lekat ke pemuda yang berada di hadapannya. Memindai penampilan pemuda di hadapannya dengan penuh selidik.
"Maaf, orang asing, kau sedang mabuk ya?" tanya Hyungwon.
Wonho selalu merutuki dirinya sendiri akhir-akhir ini.
Sebagai orang asing yang baik, seharusnya dia tidak langsung memeluk orang lain di pertemuan kedua mereka. Seharusnya ia mengajaknya berkenalan, berbagi sapaan bukan berbagi kehangatan.
Helaan napasnya terdengar seirama dengan langkah kaki Wonho menapak melewati jajaran rak berisi buku-buku dengan beberapa debu di sekitarnya.
"Aku di perpustakaan dekat fakultasmu, iya-iya, buku Aristotelmi kan?" Jemari itu bergerak menelusuri jejeran buku di hadapannya. "Siapa? Aristoteler?" Bibir tebal itu terlihat sedikit lembab ketika sibuk melontarkan beberapa kata kepada seseorang yang tengah dihubungi melalui ponselnya.
Pemandangan tersebut cukup membuat niat Wonho untuk mengambil buku menjadi teralihkan. Wonho bergerak mendekat dan berdiri tepat di belakang tubuh tinggi yang nampak telah menyelesaikan panggilannya.
Pikiran pria bermarga Shin itu melayang menuju ingatan saat mereka bertemu. Melihat figure yang nampak sangat pas seandainya berada di dalam dekapannya ataupun seberapa nyamannya merengkuh tubuh itu.
"Perpustakaan bukan tempat untuk berpacaran, apalagi lewat telepon, fokus orang lain akan terganggu karenamu." Bisik Wonho kepada pemuda itu. "Lagipula, namanya Aristoteles bukan Aristotelmi ataupun Aristoteler."
Sial! Hyungwon lantas membalikan badan dan mundur beberapa langkah tanpa perkiraan sampai punggungnya menabrak rak buku di belakangnya. "Oh, hai, orang asing!" sapa Hyungwon dengan senyum kikuk di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kuas Satu Kanvas
FanfictionTentang sebuah kuas yang melukiskan perasaan Wonho dan kuas lainnya yang melukiskan senyuman Hyungwon. Biarlah kanvas mereka menjadi sebuah lukisan yang abstrak, dengan merah jambu sebagai warna dasarnya. ーhyungwonho.