Kejujuran Hyungwon memberikan celah di antara mereka untuk menjadi semakin dekat. Seakan-akan terdapat pintu besar untuk Wonho memasuki hati Hyungwon.
Nyaris setiap hari Wonho selalu menyempatkan diri untuk datang ke fakultas kedokteran demi menemui Hyungwon. Tidak jarang Hyungwon beranjak ke fakultas bisnis hanya untuk melewati jam makan siang bersama Wonho.
Bahkan, keduanya selalu terlihat bersama di sepanjang jalan dekat kampus mereka saat matahari telah terbenam. Entah berdua berboncengan di atas motor besar Wonho ataupun berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam.
Ketika pecan olahraga pun, Hyungwon selalu hadir untuk menyemangati Wonho bertanding sepak bola. Begitu pula dengan Wonho yang selalu duduk mengamati Hyungwon yang mengikuti lomba basket.
Kedekatan itu terjalin selama berbulan-bulan, bahkan nyaris tidak ada rumor buruk yang menerpa mereka.
Tetapi, ketika tahun telah berganti, Wonho berada di kantin itu lagi. Menatap Hyungwon yang sibuk dengan segelas Ice Americano-nya. Pikirannya berlayar untuk menjadikan Hyungwon miliknya.
Sayang keberanian belum menyapanya. Bukannya apa, Wonho hanya merasa dia belum cukup pantas untuk bersanding dengan seseorang sesempurna Hyungwon.
Berbeda dengan Wonho yang menatapnya penuh pujaan, Hyungwon menghela napas. Pemuda itu justru diam-diam menunggu kapan Wonho akan mengajaknya untuk berkencan secara resmi.
Bukan hanya saling menggenggam tanpa ada ikatan seperti ini.
"Wonho, nanti malam kamu enggak ada acara kan?"
Pada akhirnya, Hyungwonlah yang mengajak Wonho berkencan terlebih dahulu.
"Hyungwon."
Hyungwon menoleh ke arah Wonho yang menjongkok di sebelahnya sembari memeluk bola basket. "Kenapa?"
"Jadi begini," Kalimat itu menggantung begitu saja karena Wonho belum bisa melanjutkan. Dehaman terdengar dari Wonho sekali lagi. Kali ini ia mendongakkan kepalanya ke arah ring basket yang berlatar belakang langit malam. "Aku ..."
Hyungwon menjadi gemas. Mungkinkah Wonho sedang kerasukan? Kenapa sulit sekali pemuda di hadapannya ini untuk berbicara? Apakah salah mengajak Wonho jalan-jalan di malam hari?
"Aku?" ulang Hyungwon agar Wonho melanjutkan kata-katanya.
Wonho menghela napas kemudian mengalihkan pandangannya. Menatap sepasang bola mata Hyungwon dengan penuh dambaan. Berharap pemuda di hadapannya paham tanpa harus dia menyampaikan kata-kata.
"Aku menyukaimu."
Senyuman Hyungwon merekah. Sungguh, apakah Wonho tidak mengetahui betapa lamanya Hyungwon menantikan kalimat itu terlontar dari seorang Shin Wonho?
Wonho berdeham kemudian, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdendang tanpa henti. "Jadi, mau ya Hyungwon jadi pacarku?" tanyanya dengan tatapan penuh harap ke arah Hyungwon.
Bola basket di pelukan Wonho sudah memantul menjauh ketika tangan Wonho mendadak lemas karena sebuah kecupan yang mendarat di bibirnya secara tiba-tiba.
"Iya, aku mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Kuas Satu Kanvas
FanfictionTentang sebuah kuas yang melukiskan perasaan Wonho dan kuas lainnya yang melukiskan senyuman Hyungwon. Biarlah kanvas mereka menjadi sebuah lukisan yang abstrak, dengan merah jambu sebagai warna dasarnya. ーhyungwonho.