02

13K 920 15
                                    


"Chondrosarcoma atau sering di sebut Kanker Tulang yang menyerang bagian sel tulang rawan seperti lengan atas, bahu, rusuk, panggul dan juga paha. Namun untuk kasus Nata, Kanker tersebut menyerang pada daerah bahunya. Penyebabnya bisa jadi karena faktor genetik atau pun luka, dan menurut gue, Nata menderita penyakit ini karena faktor cedera yang ia pernah alami sebelumnya." Jelas Adi kepada Naufal dan Cantika.

Air mata terus menetes dari kedua mata Cantika, sedangkan Naufal hanya dapat terdiam. Orang tua mana yang tidak terpukul dengan berita yang di sampaikan oleh seorang Dokter, sebenarnya bukan berita ini yang ingin mereka berdua dengar, tapi sepertinya Tuhan tidak memberikan mereka kesempatan untuk mendengarkan kabar baik.

"Mu...mungkin pemeriksaan yang kemarin salah Di, coba cek lagi, gue yakin anak gue sehat, dia bakalan baik-baik aja!" Kata Naufal sedikit membentak.

Adi mengangguk. "Gue berharap sama dengan apa yang lu harapkan, tapi maaf, gue udah coba berkali-kali untuk mengeceknya dan hasilnya tetap sama."

Cantika semakin terisak. "A..apa hiks Nata bisa sembuh?"

"Kita bisa melakukan beberapa cara untuk mencegah sel Kankernya agar tidak meluas, kita bisa mencoba Kemoterapi dan Radioterapi."

"Apa setelah melakukan semua itu Nata akan sembuh total?"

"Fal, kemoterapi dan radioterapi bukan untuk menyembuhkan sel kankernya secara total. Semua pengobatan itu untuk mencegah penyebaran sel kanker yang berada si bahu Nata. Fal, gue mohon bujuk Nata, kasih tau Nata."

"Gimana gue bisa ngasih tau Nata, kalo kabar buruk kaya gini?! Gue belum siap liat reaksi dia, apalagi saudara-saudaranya."

Adi bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Naufal dan menepuk pelan punggung sahabatnya. "Fal, Nata harus tau keadaan kesehatannya, serapat apapun lu nutupin keadaan Nata, nanti akhirnya Nata bakalan tau, dia yang ngerasain keadaan tubuhnya. Dan satu lagi, tolong larang dia buat ikut olahraga atau kegiatan yang membutuhkan banyak tenaga, tubuhnya tidak sekuat dulu."

Naufal menghela nafasnya berat, sedangkan Cantika, perempuan cantik itu mengusap air matanya dan menggenggam tangan suaminya. "Mas, kita harus kuat. Nata butuh penyemangat untuk melawan penyakitnya."

Naufal tersenyum, begitu pula Adi. "Kita harus berjuang, bukan hanya Nata, tapi kita semua juga harus berjuang membantu Nata agar semangat untuk sembuh."

Naufal tersenyum. "Thanks Di."

Adi mengangguk.

Naufal dam Cantika keluar dari ruangan Adi, mereka berdua menguatkan diri agar tidak terlihat sedih di hadapan anaknya, kini Adinata berada di salah satu ruang rawat, karena kelelahan dia memutuskan untuk beristirahat di salah satu ruang rawat.

Cantika langsung mendekati anaknya, mengusap pelan kepala anaknya dengan lembut. "Kamu pasti kuat sayang, Bunda bakalan selalu ada buat kamu."

Adinata membuka kedua matanya ketika merasa ada yang mengusap kepalanya. "Bunda?"

Cantika mengangguk. "Kita pulang yuk? Kak Shanin udah nelepon Bunda, katanya dia kelaparan di rumah, dan dia nitip tolong beliin pizza."

Adinata mengangguk dan bangkit dari tidurnya, dia berjalan keluar dari ruangan tempat dimana dia beristirahat, setelah sebelumnya ia menggunakan jaket miliknya ditambah jas milik ayahnya.

"Kamu kedinginan banget Nat?" Tanya Cantika khawatir.

Adinata tersenyum. "Engga terlalu Bunda, cuma badan aku lemes aja."

"Mas, ga usah jadi beli pizza nya, langsung pulang aja."

"Engga Bunda, beliin aja apa yang kak Shanin pengen, takutnya dia ngamuk kaya singa."

Cantika tersenyum. "Kamu pengen makan apa sayang?

"Salad? Boleh ga Bun?"

Cantika mengangguk. "Boleh dong."

Mobil milik Naufal sudah terparkir rapi di garasi rumah Pranaja, setelah sebelumnya mampir ke tempat Pizza untuk membeli pesanan Shanin. Naufal menoleh ke kursi penumpang, ia tersenyum miris ketika melihat anak bungsunya sudah terlelap di kursi penumpang.

"Biar ayah aja yang gendong Nata, ga usah dibangunin Bun."

Cantika mengangguk. Naufal menggendong anaknya dengan perlahan. Ketika Naufal memasuki rumah, dapat ia lihat raut wajah khawatir dari Shanin dan Aditya ketika melihat Adinata berada di dalam gendongannya.

"Yah, Nata kenapa?" Tanya Shanin panik.

Naufal tersenyum. "Adek kamu cuma tidur, udah sana makan. Katanya laper, oh iya sisain saladnya buat Nata, tadi dia bilang pengen makan saladnya."

Shanin dan Aditya mengangguk.

"Ayo dimakan." Kata Cantika ketika dia baru saja selesai menyelesaikan persiapan makan malam kedua anaknya. "Bunda mau mandi dulu, kalian makan aja duluan."

"Iya Bun."

"Bunda, Nata baik-baik aja kan?" Tanya Aditya dengan wajah khawatir.

Cantika tersenyum. "Nata baik-baik aja, sana kamu makan dulu. Udah itu, Bunda bakalan buatin kamu susu cokelat."

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Keesokan paginya, Adinata sudah duduk di salah satu ayunan yang berada di halaman belakang rumahnya. Naufal menemani anaknya duduk disana. "Yah, aku sakit apa?"

Naufal tersenyum.

Adinata menatap ayahnya sedikit kesal. "Yah, kasih tau aku. Sebenernya aku sakit apa? Apa aku sakit parah?"

"Chondrosarcoma."

Alis Adinata mengkerut. "Apa itu?"

"Kanker Tulang.." Ucap Naufal pelan.

Adinata langsung terdiam. "Separah itu?"

Naufal memeluk erat tubuh anaknya. "Ayah yakin kamu pasti bisa melewati semuanya, kamu masih punya Ayah, Bunda, Adit dan Kakak kamu Shanin. Kita semua bakalan terus berada di samping kamu."

Adinata tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia terisak di dalam pelukan ayahnya. "Ayah, apa aku punya banyak salah? Kenapa Tuhan menghukum aku kaya gini?"

Naufal tidak bisa menjawab pertanyaan anaknya. "Apa Adit sama kak Shanin tau?"

Naufal mengangguk. "Maafin Ayah sayang."

Adinata melepaskan pelukan ayahnya. "Ayah engga salah, aku ngerti kok."

"Kamu mau kan berjuang? Kita berjuang bersama. Kamu harus janji sama ayah, kamu jangan nyerah."

Adinata mengangguk. "Iya yah, aku ga akan nyerah."













TBC

ADINATA ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang