Renjun menangkup kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya bersimpuh di atas lantai basement yang dingin dengan gemetar. Matanya memandang sosok di depannya penuh pengampunan. Sedang yang di pandang balas menatapnya datar.
"Jeno-ya, maafkan a-aku."
Entah sudah berapa kalinya kalimat yang sama mengalun dari belah bibir Renjun. Tanpa lelah ia mencoba membujuk sosok dingin di depannya. Bukannya kalimat penenang ataupun pengampunan yang ia dapat, hanya tatapan datar penuh arti yang sulit untuk Renjun artikan.
Jeno berdecak. Ia memutar tubuh tegapnya membelakangi Renjun. Matanya langsung disambut oleh tiga kantong besar yang menggantung di atas tali yang terbentang dari sisi ke sisi tembok.
Tongkat baseball Jeno terangkat. Gerakannya lamban penuh elegan. Renjun semakin kalut. Diamnya Jeno bak air di tengah danau, yang tenang namun menghanyutkan. Ya, bisa saja gerakan perlahan Jeno berubah agresif dalam sekejap bukan?
Awalnya tongkat Jeno menggoyangkan kantong besar paling kanan. Kantung itu bergoyang searah jorokkan tongkat Jeno. Membuat Jeno menatap bosan lalu beralih pada kantung kedua. Pemuda tampan itu menggoyangkan kantung itu dengan malas. Seperti yang pertama yang kedua juga bergerak mengikuti tongkat Jeno.
Terakhir di kantong ketiga, Jeno menurunkan tongkatnya. Ia memegang sisi paling bawah kantung itu sebelum menyeringai senang.
Tubuh Jeno berbalik arah kembali, kini menghadap Renjun yang bersimpuh seraya menunduk dalam. Tubuh mungil itu gemetaran. Rambut segelap malam itu basah karena keringat dingin yang mengucur. Sejujurnya Jeno enggan menempatkan kekasihnya itu dalam keadaan saat ini. Tapi menurutnya Renjun perlu sedikit belajar. Mungkin ia lupa setelah Jeno tak membawanya kesini lagi dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Kemarilah."
Tubuh Renjun menegang. Wajahnya terangkat dengan poles ketakutan yang kian menebal. Matanya masih saja memancarkan permintaan belas kasih Jeno.
Melihat Renjun tak berkutik Jeno semakin berang. Rautnya menuai kejam yang menjanjikan rasa sakit.
"AKU BILANG KEMARI!!"
Terkaget. Renjun beranjak menghampiri Jeno dengan cepat. Ia merangkak hingga sampai di depan kaki Jeno. Perlahan senyum puas teroles di wajah Jeno. Ia menepuk pucuk kepala Renjun dengan bangga.
"Good boy," Jeno merunduk menyejajarkan tubuhnya dengan Renjun, "lihat kantung yang ketiga?" Mata Renjun melirik belakang tubuh Jeno dengan ragu, "masih hangat. Fresh from the oven," Jeno berbisik di depan wajah Renjun.
"Happy hunting." Lanjutnya seraya menempatkan tongkat baseballnya di kedua tangan Renjun. Ia mengecup dahi Renjun lama sebelum akhirnya bergeser guna memberi spasi pada Renjun agar melihat ketiga kantung di depannya dengan leluasa.
Pandangan Renjun lurus ke depan namun tubuhnya diam tak berkutik. Berbagai ketakutan dan rasa bersalah naik untuk mulai menggerogoti sisi hatinya. Sisi yg ironisnya masih ia miliki. Bersamaan dengan itu Renjun mengigit bibir bawahnya kuat menahan isaknya yang hendak tumpah. Jeno tak suka orang yang lemah apalagi cengeng. Jadi menangis saat ini tentu bukanlah tindakan yang tepat.
"Cepat, sayang, buat aku bangga!"
Tubuh Renjun sedikit terlonjak. Jeno kembali bersuara dengan tak sabaran. Ia mendecih menatap Renjun yang tak beranjak dari posisinya. Tangan pemuda cina itu gemetaran hebat sejak beban tongkat Jeno ada disana.
"M-maafkan aku, J-jeno. Aku berjanji akan menurutimu. Aku ber-berjanji tidak akan memrotes apapun lagi" ujar Renjun terbata di persembunyian isaknya yang tertahan.
Bukannya iba, Jeno justru menggeram kesal. Kemarahan tampaknya sudah naik ke ubun-ubunnya, "APAKAH INI RUANG PENGAKUAN DOSA? KAU HARUSNYA TAU KONSEKUENSIMU JIKA MEMBANTAHKU!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
love your sin [noren]
FanficKadang hubungan yang tidak sehat pun menginginkan sesuatu yang berakhir bahagia. lee jeno x huang renjun bxb. slash. noren.