Annyeonghaseyo!
Selamat berhalu ria dengan tuan Jeon kesayangan kalian!
Big fav
-Lunel-***
~Semua orang harus memilih alasannya bertahan~
***
Langit terlihat cerah, berbanding terbalik dengan sorot khawatir wajahnya. Derap langkahnya tak beraturan menandakan ia sedang terburu. Beberapa kali bahunya bertabrakan dengan orang yang sedang melintas. Tapi ia tidak cukup punya waktu untuk sekadar berhenti dan meminta maaf.
Pemuda itu terus melangkah setengah berlari untuk mencapai tempat tujuanya. Napasnya memburu bercampur perasaan was-was yang menyelimuti hatinya.
Ia segera memutar knop pintu. Terlihat beberapa suster yang berusaha menenangkan gadisnya dengan suntikan bius. Bahunya menurun begitu saja, ia menghela napas. Menyenderkan punggunya di tembok rumah sakit.
Ia menunduk dan memejamkan mata. Ini salahnya, batinnya. Andai ia datang tepat waktu pasti keadaannya sekarang tidak akan seperti ini. Andai ia bisa memenuhi keinginan untuk bertemu, pasti ia tak perlu melihat suntikan bius yang menidurkan gadisnya. Andai--
"Tuan JungKook," pengandaianya berakhir saat suara berat seorang laki laki mau tak mau membuat wajahnya terangkat. Dihadapanya seorang laki laki setengah baya berdiri memakai jas putih dokter yang di dadanya terdapat name tag Soojun.
"Mari ke ruangan saya, ada yang ingin saya bicarakan dengan tuan."
Pemuda itu mengangguk. Perasaan was-wasnya yang tak kunjung surut kini bertambah kuat. Takut jika ini adalah kabar buruk tentang gadisnya.
"Saya tahu anda tidak ingin kejadian ini terulang lagi. Untuk itu Saya mohon kepada anda untuk rutin menjenguknya. Bukankah saya sudah pernah bilang, bahwa ia masih bisa sembuh dengan terapi rutin dari saya dan juga dukungan anda dengan berada di sisinya."
Sekali lagi pemuda itu menghela napas, "Baik, dok. Lain kali saya akan lebih rutin untuk menjenguknya." Pemuda itu berdiri. Meninggalkan ruangan dokter Soojun.
Langkahnya yang tak bersemangat terus menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali ia berhenti sejenak memutar matanya mengamati sekeliling. Luasnya bangunan ini bahkan masih terasa sesak baginya.
Ponselnya berdering, panggilan masuk dari ayahnya. Belum sempat ia mengatakan apapun sejak tombol hijau itu di tekan, suara ayahnya sudah terdengar lebih dahulu menyuruhnya untuk segera bergegas.
Ia melirik arlojinya, 09.00. Hampir lupa jika hari ini ia ada kenaikan kelas, ia segera bergegas sesuai pemintaan ayahnya untuk ke sekolah.
Sekitar 20 menit, ia sampai di sekolah. Ia mempercepat langkahnya tak ingin membuat sang ayah lama menunggu. Terlihat seorang laki laki paruh baya yang melambaikan tangan padanya sejak ia memasuki ruang kelasnya.
"Iya ayah?"
Jeon Sihyuk-ayah JungKook, tersenyum menatap JungKook dan memegang bahu pemuda itu.
"Ayah bangga padamu. Pertahankan prestasi mu, teruslah berada di urutan yang pertama. Ayah selalu mendukungmu."
Teruslah berada di urutan yang pertama. JungKook selalu mendengar kalimat itu dari ayahnya. Ia hanya tersenyum menanggapi. Ia tidak dapat menolak, ia ... tak punya kuasa.
Ia menatap sekeliling, teman-temannya mulai menghampirinya untuk mengucapkan selamat. Ia melirik arlojinya, tak terasa sudah setengah jam ia terus tersenyum menanggapi ucapan selamat untuknya. Ia mulai lelah.
YOU ARE READING
Could I?
FanfictionJungKook berdiri dari duduknya, meninggalkan niatnya yang akan menemani gadis itu seharian penuh. Melepaskan genggamannya perlahan, tak ingin membuat tidur gadisnya terusik. "Maaf, Aku harus menemui calon tunanganku sekarang. Aku tak bisa menolak Ay...